Harga Cabai di Lamongan Tembus Rp 90 Ribu, Petani Lokal Diuji, Tanaman Cabai Banyak yang Loyo & Mati
Saat ini harga cabai naik tinggi, namun para petani cabai di Lamongan dihantui kecemasan dihadapkan dengan banyaknya tanaman cabai yang layu.
Penulis: Hanif Manshuri | Editor: Melia Luthfi Husnika
TRIBUNJATIM.COM, LAMONGAN - Saat ini harga cabai naik tinggi, namun para petani cabai di Lamongan dihantui kecemasan dihadapkan dengan banyaknya tanaman cabai milik petani yang tiba-tiba layu dan mati.
Lebih mengecewakan bagi para petani adalah, tanaman cabai mereka yang mengalami kerusakan itu rata - rata masih berumur 3 bulan.
"Harga cabai rawit sedang membaik, tapi kami mengalami keadaan seperti ini," kata petani warga Desa Gampang Sejati Kecamatan Laren, Kabupaten Lamongan, Atun (55) pada Surya.co.id, Senin (19/8/2019).
• Karena Insiden di Polsek Wonokromo, Polres Lamongan Siaga, Pintu Gerbang Mapolres Dibuka Seperempat
Tak hanya Atun, banyak petani cabai yang mengalami kondisi serupa, tanaman cabai layu dan mati. Padahal mereka sudah merawat tanaman cabainya hingga maksimal, termasuk memakai obat - obatan.
Namun sejauh ini, upaya yang dilakukan oleh petani belum juga membuahkan hasil.
Masih banyak tanaman cabai yang mati. Kemarau yang sudah berlangsung selama tiga bulan terakhir ini, nampaknya sangat berpengaruh.
"Kita sudah sirami supaya bisa bertahan hidup, termasuk memberi pupuk kandang," kata Atun.
Diakui, kemarau tahun ini mereka tidak mengalami kelangkaan air karena ketersediaan air untuk penyiraman masih ada.
• Pernah Dipenjara, Satu Bakal Calon Kepala Desa Sungelebak Lamongan Tidak Lolos
Tanaman cabai yang layu dan mati tersebut, kata Atun, lebih banyak diakibatkan oleh musim kemarau yang membuat suhu panas tak menentu.
"Lebih karena cuaca panas mas, karena air kebutuhan air masih cukup untuk menyirami tanaman cabai," ujarnya.
Bahkan, akibat kemarau panjang yang terjadi saat ini, membuat sebagian petani di Gampang Sejati membiarkan lahannya tidak dibiarkan dan tidak ditanami.
Mereka memilih membiarkan sawah mereka gersang karena takut merugi.
Sementara, harga cabai di sejumlah pasar tradisional di Lamongan saat ini masih juga pedas. Dari 4 pasar di Kabupaten Lamongan seperti, Pasar Sidoharjo, Pasar Babat, Pasar Sekaran dan Pasar Blimbing terpantau harga cabai rawit mengalami kenaikan antara Rp 10-15 ribu.
• Mantan Teroris Bom Bali jadi Perwira Upacara di HUT Kemerdekaan RI ke-74 di Lamongan
Harga cabai rawit di Pasar Sidoharjo Lamongan terjadi kenaikan Rp 10 ribu dari harga Rp 80 menjadi Rp 90 ribu.
ementara Pasar Babat mengalami kenaikan paling parah dari Rp 85 ribu menjadi Rp 100 ribu.
Pasar Blimbing, harga sebelumnya Rp 85 ribu sekarang Rp 95 ribu. Dan pasar Sekaran harga sebelumnya Rp 80 ribu sekarang Rp 90 ribu.
Kenaikan harga cabai ini sudah satu bulan. Kenaikannya tidak langsung tinggi, tapi bertahap.
"Awal bulan lalu, harga cabai naik Rp 55 ribu dari sebelumnya Rp 45 ribu. Kemudian terjadi kenaikan setiap minggunya sekitar Rp 5-10 ribu. Bahkan sekarang tembus harga Rp 90 ribu perkilo," kata salah satu pedagang di Pasar Sidoharjo Lamongan, Rusmiyati.
Rusmiyati mengaku karena harga yang tinggi itu, ia tidak menyimpan stok dalam jumlah banyak dan hanya membeli untuk kebutuhan satu dua hari.
Selain cabai rawit, harga cabai jenis lain juga mengalami kenaikan. Cabai keriting kini seharga Rp 60 ribu padahal satu minggu lalu masih Rp 55 ribu, sedangkan cabai merah besar harganya sama Rp 60 ribu sebelumnya hanya Rp 56 ribu.
Sementara, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Lamongan, M Zamroni menuturkan, kenaikan ini karena tidak ada petani lokal yang panen sehingga distribusi mengandalkan tengkulak luar kota.
"Harga berbeda ditiap pasar dan naiknya harga cabai ini karena di tingkat lokal belum ada panen," ungkap Zamroni.
(Hanif Manshuri)