Pusat Studi HAM Ubaya Menilai Hukuman Kebiri Kimia Tidak Menjamin Kejahatan Seksual Anak Berhenti
Pusat Studi Hak Asasi Manusia Ubaya menilai hukum pidana harusnya tidak lagi jerat secara fisik seperti kebiri kimia.
Penulis: Nur Ika Anisa | Editor: Melia Luthfi Husnika
Laporan Wartawan TribunJatim.com, Nur Ika Anisa
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Pusat Studi Hak Asasi Manusia Ubaya menilai hukum pidana harusnya tidak lagi jerat secara fisik seperti kebiri kimia.
Terpenting selain efek jera, harus pula mengubah pola pikir maupun rehabilitasi kepada pelaku.
"Jera (kebiri kimia) itu untuk apa kalau kejahatan seksual masih ada," kata Ketua Pusat Studi HAM Ubaya, Sonya Claudia Siwu di Ubaya, Selasa (28/8/2019).
• Pro dan Kontra Hukum Kebiri Kimia, Pusham : Buat Jera Tanpa Langgar HAM
• Inilah Tanggapan Ketua IDI Cabang Mojokerto Terkait Tambahan Pidana Kebiri Kimia
Sonya berpendapat hukuman adil bagi pelaku kejahatan seksual juga harus mempertimbangkan HAM pelaku sebagai manusia.
"Hukuman apa yang pas, bukan otoritas kami tapi ya mungkin hukuman seumur hidup dan rehabilitasi karena ada dampak juga dia disuntik kebiri kimia," ujar dia.
Hukum kebiri kimia dinilainya sebagai penerapan gaya lama hukum pidana dengan unsur penyiksaan yang justru dapat berdampak pada kesehatan pelaku predator anak.
Selain itu, dikhawatirkannya menimbulkan masalah lain yang dilakukan para pelaku sebab hukuman kebiri kimia tidak menjamin terhentinya kejahatan seksual.
"Jangan-jangan ini dapat menimbulkan dampak yang baru, dari dendam mungkin, sakit hati atau dalam bentuk lain dia melakukan dalam memuaskan hasrat seksualnya," tutup Sonya.