3 Cara Mengobati Anak Kecanduan Main Gadget Menurut Psikiater RSUD Dr Soetomo, Simak Penjelasannya
Berikut tiga cara mengobati anak kecanduan main gadget menurut psikiater RSUD Dr Soetomo Surabaya.
Penulis: Christine Ayu Nurchayanti | Editor: Arie Noer Rachmawati
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Setiap hari, kebanyakan orang tak lepas dari smartphone.
Tak jarang, kebiasaan ini pun menurun kepada anak-anak.
Karena kebiasaan disodori gawai sejak dini, anak-anak menjadi kecanduan.
• 3 Cara Mengonsumsi Kulit Pete yang Manfaatnya Dahsyat untuk Tubuh, Bisa Obati Impotensi?
Hal ini pun berdampak negatif terhadap tumbuh kembang mereka.
Psikiater anak dan remaja RSUD Dr Soetomo, dr Yunias Setiawati SpKJ(K) menyampaikan, kebanyakan orang tua memeriksakan anak (kepada psikiater) karena gangguan belajar.
"Ternyata setelah diselidiki, penyebabnya yakni kecanduan gagdet. Dalam enam bulan terakhir, ada peningkatan pasien anak di RSUD Dr Soetomo karena kondisi tersebut. Dalam satu hari ada dua sampai tiga anak," tutu Yunias.
Kebanyakan, ia mengatakan, mereka duduk di bangku sekolah dasar, yakni antara usia lima sampai enam tahun.
Ada juga remaja awal yang berusia 13 sampai 15 tahun.
Untuk cara mengobati kecanduan bermain gawai, Yunias menyebutkan tiga hal, yakni dengan cara modifikasi perilaku, terapi kognitif, dan mendapat contoh yang baik dari lingkungan.
• Cara Baru Makan Spaghetti Ala Lumer Pasta, Pakai Kemasan Gelas Biar Bisa Dibawa ke Mana-mana
Pertama, modifikasi perilaku.
Yunias menyampaikan, hal ini dapat dilakukan dengan membuat jadwal bermain gawai yang disepakati oleh anak.
"Atur jadwal bermain gawai. Kemudian, buat kesepakatan dengan si anak. Selama itu, orang tua bisa meningkatkan komunikasi dengan anak, misalnya lebih banyak menghabiskan lebih banyak waktu bersama melalui bercerita dan bermain," beber Yunias.
Kegiatan yang menyenangkan seperti olahraga, bisa mengaktifkan kembali otak bagian depan yang juga berperan untuk mengatur emosi dan gerakan tubuh.
• Reaksi Reino Disentil Syahrini Gegara Sibuk dengan Gadget, Ogah Pandang Istri Gini Orang Jepang

Kedua, apabila anak di atas usia enam tahun, bisa dilakukan terapi kognitif perlaku.
Cara ini, kata Yunias, mengembalikan kebiasaan anak saat sebelum mengenal gawai.
"Dalam hal ini, anak bisa diajarkan bahwa terus menerus bermain gawai sampai lupa waktu, tidak menyelesaikan masalah," ungkap Yunias.
Selain itu, terapi ini dapat dilakukan dengan cara mengubah kebiasaan bermain gawai dengan membaca buku atau berdiskusi.
• Arumi Bachsin Ingatkan Bahaya Gadget pada Tumbuh Kembang Anak, Sebut Penggunaan Harus Sesuai Porsi

Ketiga, orang tua harus menjadi contoh.
Yunias menceritakan, beberapa kali orang tua datang kepadanya dengan keluhan anaknya kecanduan bermain gawai.
"Namun, saya melihat orangtuanya juga terus-terusan membuka handphone mereka. Ketika diberi tahu, mereka beralasan kalau ada pesan penting yang harus dibuka," kata Yunias.
Padahal, mengubah kebiasaan anak dalam bermain gawai juga harus didukung kebiasaan orang tua juga.

"Orangtua tidak bisa menyuruh anak berhenti bermain gawai kalau mereka sendiri masih terlihat terus memegang gawai setiap saat. Anak juga mencontoh kebiasaan orang tua," kata Yunias.
Lebih lanjut, ia mengatakan, ada beberapa gejala yang bisa menunjukkan bahwa anak kecanduan bermain gawai.
"Di antaranya yakni anak mudah tersinggung dan menggunakan banyak waktunya untuk bermain gawai. Selain itu, tugas sekolah mereka juga sering terbengkalai," ungkap Yunias.
• 5 Tips Mengasuh Anak Tanpa Amarah dan Emosi, Ciptakan Waktu Berkualitas dengan Sang Buah Hati
Tak sampai di situ, gejala lain seperti mengisolasi diri dari komunitas sosial dan lebih memilih bermain gawai juga bisa menjadi tanda yang perlu diwaspadai.
"Tanda lainnya yakni anak menjadi rewel jika tidak diberi izin bermain gawai. Bahkan ada yang sampai marah dan memukul jika keinginannya itu tidak terpenuhi," tandas Yunias. (Christine Ayu Nurchayanti)