Cerita Warga yang Anaknya Wafat, Bupati Trenggalek Nangis, RS Beri Klarifikasi: Memang Menyakitkan
Inilah cerita warga yang anaknya wafat, Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin sampai nangis, rumah sakit langsung beri klarifikasi: Memang Menyakitkan
Penulis: Aflahul Abidin | Editor: Januar
Cerita Warga yang Anaknya Wafat, Bupati Trenggalek Nangis, RS Beri Klarifikasi: Memang Menyakitkan
TRIBUNJATIM.COM, TRENGGALEK - Seorang warga menceritakan tentang anaknya yang telah meninggal karena demam berdarah.
Kisah itu disampaikannya ke Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin.
Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin bertakziah ke rumah seorang warga yang meninggal akibat demam berdarah, Jumat (14/2/2020).
Korban demam berdarah itu bernama Berlian Nur Aini Latifah (15), warga Desa Rejowinangun, Kecamatan/Kabupaten Trenggalek.
Berlian meninggal pada Minggu (9/2/2020).
• Pasien Demam Berdarah di RSUD dr Soedomo Trenggalek Mayoritas Anak-anak, Satu Orang Meninggal
Ia meninggal di rumah, namun sebelumnya sempat dirawat di RSUD dr Soedomo selama tiga hari sejak Kamis (6/2/2020).
Dalam kunjungan itu, bupati yang akrab disapa Mas Ipin tersebut tak banyak bicara.
Ia lebih banyak mendengar ibu korban, Triana Estinengrum, bercerita.
Dalam ceritanya, Triana juga mengeluhkan layanan RSUD dr Soedomo ketika anaknya dirawat di sana.
"Jam 10 anak saya masuk (UGD). Suami saya sampai marah karena sampai jam 3 belum pindah kamar. Padahal katanya sebelumnya, jam 2 masuk, ternyata tidak ada," ujarnya.
Bahkan, Triana mengaku mendengar perkataan petugas yang ia anggap tak pantas.
Saat ia menagih kamar sore hari itu, petugas sempat menanyakan apakah Triana menggunakan BPJS Kesehatan atau tidak.
Dari awal mendaftar, Triana masuk sebagai pasien umum.
"Terus yang dikatakan petugas, 'Nik ngertos njenengan (pasien) umum wau, nggih kula padosne kamar, Bu,' /Kalau kalau tahu ibu (pasien) umum tadi, ya saya carikan kamar, Bu/," kata dia, menirukan jawaban petugas.
Setelah sang suami marah-marah, anaknya baru mendapat kamar di Ruang Graha Arjuna.
Triana juga mengaku sempat mendapat tanggapan yang ia anggap cenderung menyepelekan kondisi sang anak selama dirawat di rumah sakit.
Sekitar pukul setengah 3 pagi, ia membangunkan petugas yang ada di sana. Penyebabnya, infus sang anak telah habis.
Menurut Triana, petugas tampak seperti menyepelekan kondisi.
Petugas, kata dia, sempat berceletuk yang ia anggap kurang enak didengar.
"Petugas bilang, 'oalah, saya kira kenapa,'," ujar Triana. Triana menirukan ucapan sang petugas dengan nada ketus.
Ia juga mengeluhkan tindakan dari dokter yang ia anggap lama.
Dokter baru memeriksa sang anak sekitar pukul 11 siang esok hari setelah sang anak menginap di rumah sakit.
Hari ketiga, Triana mengatakan, ingin memindah anaknya ke rumah sakit lain.
Ia mencari informasi dan tak mendapat kamar.
Selama dirawat, sang anak sudah mengalami mimisan dan batuk berdarah.
Anak itu juga telah menjalani serangkaian perawatan.
Akhirnya, sang anak yang saat itu sudah dalam kondisi kurang baik meminta pulang.
"Kesannya aku minta pulang paksa. Padahal aku tanya (rumah sakit lain juga)," kata Triana.
Triana berharap, layanan di rumah sakit ke depan tak buruk. Ia ingin tak ada pasien yang mendapat perlakuan sama seperti anaknya.
Mendengar cerita keluhan itu, Mas Ipin terlibat menagis.
Orang-orang yang datang bertakziah bersama juga turut menangis.
Mas Ipin juga terlihat bersimpuh di kaki sang ibu korban.
Setelah berpamitan, ia mendatangi makam Berlian yang berada tak jauh dari rumah itu.
Ketika dikonfirmasi ihwal keluhan itu, Direktur RSUD dr Soedomo Sunarto mengatakan, pasien tersebut datang ke rumah sakit dengan dugaan awal diare.
"Ternyata ada penurunan trombosit dan itu progresif," ujar Sunarto.
Setelah itu, petugas menjalankan pemeriksaan parsial ke pasien.
"Dan memang menyakitkan bagi pasien. Tapi itu demi menyelamatkan mereka," imbuhnya.
Dalam pemeriksaan itu, darah pasien diambil berkali-kali.
Soal ujaran petugas yang keluarga pasien anggap tak pantas, Sunarto menyebut, hal tersebut bergantung penerimaan.
"Penerimaan itu subjektif. Karena kondisi kalut, stres, penerimaan bisa berubah," imbuh dia.
Tapi, pihaknya akan mencari tahu kebenaran informasi soal keluhan tersebut.
"Kalau memang ada keluhan, kita harus tracking," pungkasnya. (aflahulabidin)