Virus Corona
Nestapa Pemangkas Rambut Asgar, Ganasnya Corona Buat Tutup Usaha, Gundah Gulana untuk Bertahan Hidup
Bagaimana kabar para seniman rambut di Garut? Mereka tengah gundah-gulana dan nestapa akibat ganasnya penyebaran virus Corona.
Penulis: Ficca Ayu Saraswaty | Editor: Mujib Anwar
Celakanya, banjir bandang terjadi manakala datang musim hujan.
Lepas dari kenangan indah wajah Garut tempo dulu, kota yang pernah disinggahi oleh Charlie Chaplin tersebut masih berjibaku dengan banyak persolan klasik, yakni kemiskinan dan pengangguran.
Di sisi lain, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) kabupaten yang terkenal dengan dodolnya itu masih tertinggal ketimbang daerah lainnya.
Sebab berada di klasmen terbawah, yakni peringkat 25 dari 27 kabupaten dan kota di Jawa Barat.
Merujuk data BPS 2018, jumlah pengangguran di Garut sebanyak 77.000 orang dengan rata-rata pertumbuan 10% per tahun dari total sebanyak 2,2 juta jiwa penduduk yang tercatat di Kementerian Dalam Negeri.
Tidak mengherankan, sebagian warga Garut memilih mengadu nasib di sejumlah kota besar di tanah air, terutama di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).
• Mengintip Rumah Kim Jong Un di Korea Utara yang Kontras dengan Kehidupan Penduduknya, Mewah dan Asri
• Satu Orang Positif Corona di Trenggalek Sembuh, Bupati Mas Ipin: Sudah Tak Ada Lagi Pasien Covid-19
Dari sekian profesi informal warga perantuan di kota-kota besar tersebut, pangkas rambut atau jasa cukur rambut bisa dibilang identik dengan Garut.
Sebagian kecil pekerjaan kaum marjinal asal Garut ini lainnya adalah berjualan buah, tukang kayu, tukang sol, dan sebagainya.

Selama puluhan tahun, dari generasi ke generasi, pemangkas rambut asal Garut (Asgar) ini terus bertambah.
Dalam perjalanan panjangnya merapikan rambut jutaan kepala, beredar cerita lisan turun-temurun tentang asal-mula profesi ini di kalangan pemangkas rambut Asgar.
Secara umum, mereka mengetahui dari para pendahulunya, bahwa persebaran mereka bermula saat konflik bersenjata antara DI/TII pimpinan S.M. Kartosoewirjo dengan TNI yang meletus di daerahnya.
Untuk menghindari pertumpahan darah, mereka banyak yang mengungsi ke luar kota dan menghidupi diri dengan berbagai pekerjaan. Nah, salah satunya menjadi tukang pangkas rambut.
Saat konflik bersenjata menghebat antara DI/TII dengan TNI, warga Banyuresmi paling banyak yang mengungsi ke sejumlah daerah di sekitar Garut.
Ada yang mengungsi ke Majalaya, Kabupaten Bandung, dan bekerja sebagai pemangkas rambut, yang kemudian menyebar ke berbagai kota di Nusantara.
Ada pula yang mengemukakan versi lain. Warga Banyuresmi telah menjadi pemangkas rambut sejak zaman Jepang.