Datang ke Jatim Dokter Tirta Ungkap Penyebab Kasus Covid-19 Tak Turun Juga, Singgung Soal Konflik
Dokter Tirta ungkap soal masih tingginya kasus Covid-19 di Jawa Timur. Bukan soal konspirasi. Lalu soal apa?
Penulis: Sofyan Arif Candra Sakti | Editor: Januar
Dokter Tirta ungkap soal masih tingginya kasus Covid-19 di Jawa Timur. Bukan soal konspirasi. Lalu soal apa?
Laporan Wartawan TribunJatim.con, Sofyan Arif Candra
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Relawan Medis Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jawa Timur, dr Tirta Mandira Hudhi menilai masalah penanganan Covid-19 di Jawa Timur terutama di Surabaya sangat kompleks.
Permasalahan inilah yang menurutnya menghambat penanganan di Covid-19 Jawa Timur sehingga berjalan tidak optimal dan penularan masih terus terjadi.
Masalah yang pertama adalah narasi ketakutan Covid-19 yang terlalu berlebihan di Jawa Timur.
Semenjak kasus di Surabaya meningkat drastis dan angka Kasus Covid-19 di Jawa Timur menyalib DKI Jakarta, banyak yang menarasikan seolah Surabaya seperti medan perang.
"Pokoknya medeni (menakutkan) kalau kamu ke Surabaya sudah pasti mati lah," kata dr Tirta di RS Lapangan Covid-19 Jawa Timur, Jalan Indrapura, Surabaya, Rabu (8/7/2020).
• Lindungi Prajurit dari Covid-19, Koarmada II Gelar Baksos Untuk Warga RSS Wonosari Surabaya
Akibatnya banyak masyarakat Surabaya yang menolak untuk melakukan rapid test karena ketakutan yang berlebihan terhadap Covid-19.
"Mereka takut bukan karena konspirasi atau rapid test nya tidak akurat tapi karena takut tidak kerja kalau reaktif," lanjut dokter lulusan UGM ini.
Hal ini menyebabkan Tracing atau penelurusan Covid-19 di Jawa Timur sulit dilakukan sehingga penularan sulit dihentikan.
"Yang Kedua, konflik karena adanya kebijakan-kebijakan yang bertentangan satu sama lain oleh kalangan elit," kata dr Tirta.
Menurut dr Tirta hal tersebut menyebabkan perbedaan opini di akar rumput.
"Kalau atasnya berantem, dibawah juga berantem karena perbedaan opini. Ada kampung yang percaya Covid-19 ada yang tidak percaya Covid-19, ini karena edukasi yang tidak sampai ke bawah," lanjutnya.
Konflik yang ketiga adalah adanya tuduhan dan fitnah nakes yang membisniskan Covid-19. Hal tersebut menurut dr Tirta sangat menyedihkan karena Nakes bekerja sesuai SOP yang sudah ditetapkan.
"Kalau A ya A. Karena kalu kita bekerja tidak sesuai SOP maka akan dianggap malpraktek dan mendapatkan tuntutan hukum," ucapnya.
Dari semua konflik tersebut, yang paling berdampak besar adalah pembelaan masing-masing antara pro dan kontra suatu kebijakan.
"Yang paling rugi ada dua, yaitu Nakes dan masyarakat akar rumput," ucap pengusaha jasa cuci sepatu ini.
Untuk itu, di Jawa Timur dr Tirta bersama Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jawa Timur melakukan edukasi terutama di Surabaya kepada para pengunjung pasar.
Hal ini karena banyaknya klaster penularan Covid-19 yang berasal dari pasar tradisional.
Selain itu, dr Tirta juga melakukan edukasi dengan cara diskusi dua arah dengan suporter bola di Surabaya yaitu Bonek.