Virus Corona di Kediri
Pembelajaran Online selama Pandemi Covid-19 Membuat Guru dan Orangtua Siswa di Kota Kediri Stres
Ulul Hadi meminta tanggapan dari sejumlah wali murid, guru, dan siswa dari semua tingkatan sekolah terkait pembelajaran online selama pandemi Covid-19
Penulis: Didik Mashudi | Editor: Dwi Prastika
Laporan Wartawan TribunJatim.com, Didik Mashudi
TRIBUNJATIM.COM, KEDIRI - Kebijakan pemerintah dalam upaya pencegahan penularan virus Corona ( Covid-19 ), khususnya kebijakan physical distancing telah menjadikan sektor pendidikan di Kota Kediri kalang kabut.
Ulul Hadi, pegiat Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Kediri menyebutkan, keputusan pemerintah menerapkan pembelajaran dengan sistem online di semua level pendidikan memunculkan persoalan yang cukup rumit.
"Penyebabnya karena ketidaksiapan masyarakat dalam pembelajaran daring untuk anak-anak mereka," ungkap Ulul Hadi kepada TribunJatim.com, Senin (24/8/2020).
Ulul Hadi telah meminta tanggapan dari sejumlah wali murid, guru, dan siswa dari semua tingkatan sekolah terkait metode pembelajaran online yang terjadi selama pandemi Covid-19.
Dijelaskan, beberapa persoalan terjadi seperti ketersediaan sarana pembelajaran sistem online yakni smartphone atau laptop karena tidak semua wali murid memiliki.
Selain itu, kemampuan ekonomi masyarakat dalam ketahanan dan pemenuhan kuota internet untuk keperluan pembelajaran sistem online, serta ketidaksiapan orangtua.
• Kronologi Kecelakaan Maut Honda Tiger vs Supra X di Kediri, 3 Tewas dan 1 Orang Kritis
• Di Kota Kediri, Warga Tidak Pakai Masker Saat Beraktivitas di Tempat Umum Dihukum Push Up
"Ketidaksiapan orangtua dalam proses pendampingan belajar anak dalam sistem daring dikarenakan orangtua gagap teknologi dan ada pendidikan orangtua yang rendah," jelasnya.
Diungkapkan, banyak orangtua yang mengeluh dan mengaku stres dengan kondisi ini. Apalagi bagi mereka yang mempunyai anak lebih dari 2 orang anak tingkat SMP dan SD.
Solusi dari persoalan itu sudah coba diterapkan beberapa lembaga sekolah. Seperti masalah minimnya ketersediaan kuota internet dengan memberikan jatah kuota bagi masing-masing siswa yang anggarannya diambilkan dari dana BOS senilai Rp 25.000 per siswa untuk beli paket data internet.
Namun jatah kuota yang minim itu tidak sebanding dengan kebutuhan ketersediaan data internet dalam satu bulan untuk pembelajaran sistem online. Karena dibutuhkan paket data yang cukup, terlebih beberapa guru memakai aplikasi khusus untuk interaksi langsung dengan siswa seperti Zoom, YouTube channel, Google Meeting, dan aplikasi lainnya.
• Bantu Pulihkan Ekonomi UMKM, Pemkab Kediri Promosikan Produk Olahan Ikan Lewat Program Griya Ulam-Q
• Bawaslu Kabupaten Kediri Gelar Rapat Koordinasi dengan Panwascam Penanganan Pelanggaran Pemilu
Ada usulan solusi pemenuhan akses internet dengan memanfaatkan sarana wifi di kantor kelurahan.
"Siswa-siswa saat jam pelajaran bisa datang ke kantor kelurahan dan nunut (menumpang) akses internet," ujarnya.
Namun solusi ini justru akan membawa persoalan baru mengingat anak-anak otomatis berkumpul dalam satu tempat dan kemungkinan jumlahnya banyak sehingga menyalahi protokol kesehatan di masa pandemi.
Stres akibat sistem pembelajaran online bukan hanya dialami orangtua dan siswa, tapi juga guru-guru pengajar.
Mereka mau tidak mau harus menggunakan teknologi pembelajaran berbasis aplikasi untuk memudahkan siswa dalam menerima pengajaran.
• Razia Malam Kota Kediri, 7 Pasangan Bukan Suami Istri di Kamar Kos Dikeler ke Kantor Satpol-PP
• Sanksi Warga Tulungagung yang Ketahuan Tak Pakai Masker, Menghafal Pancasila sampai Kerja Sosial
Misalnya harus menggunakan video dan audio untuk menerangkan pelajaran, atau membuat power point atau dalam bentuk format lainnya.
Bagi guru yang idealis, punya banyak waktu luang dan menguasai teknologi mungkin justru jadi tantangan dan tidak ada masalah. Namun masalahnya bagi guru yang sudah lanjut usia, yang sudah mau pensiun serta gagap teknologi, apakah mereka mau belajar.
"Alasan stres di masa pandemi dialami guru karena mereka harus stand by membawa dan melihat ponsel. Setiap ada siswa yang bertanya tentang pelajaran mereka harus menjawab satu per satu via japri," jelasnya.
Terlebih bila guru tersebut menjadi wali kelas. Selain mengurusi pelajarannya sendiri, masih mengkoordinir pelajaran guru lainnya.
• Dirujuk Kembali ke RS karena Kondisi Belum Pulih, Eks Pasien Covid-19 di Ponorogo Minta Pulang
• UPDATE CORONA di Kota Madiun Senin 24 Agustus, Tambah 2 Kasus, Jumlah Pasien Positif Tembus 64 Orang
Persoalan juga muncul ketika sistem pembelajaran online diberlakukan untuk siswa–siswa inklusi atau berkebutuhan khusus.
"Kebutuhan pendampingan belajar mereka harus intens dan lebih," ungkapnya.
Editor: Dwi Prastika