Memanfaatkan Daun di Sekitar Rumah, Wahyu Iriani Ajak Ibu-ibu Surabaya Berkreasi Lewat Ecoprint
Dengan memanfaatkan daun di sekitar rumah, Wahyu Iriani mengajak ibu-ibu di Surabaya berkreasi lewat ecoprint.
Penulis: Christine Ayu Nurchayanti | Editor: Dwi Prastika
Laporan Wartawan TribunJatim.com, Christine Ayu
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Banyaknya daun di sekitar rumah menggerakkan wanita asal Surabaya, Wahyu Iriani untuk berkreasi.
Alhasil, daun-daun tersebut ia sulap menjadi produk ecoprint yang cantik dan bernilai jual tinggi.
Beragam produk ecoprint dapat ditemukan di galerinya, Any's & Painting Galery yang berada di kawasan Perumahan Institut Teknologi Sepuluh Nopember atau ITS Surabaya.
Ada kain, jilbab, dompet, sepatu, dan masih banyak lagi.
"Ecoprint adalah teknik memberi pola dengan menggunakan bahan alami seperti daun. Bunga dan ranting juga bisa digunakan," katanya kepada TribunJatim.com, Sabtu (26/12/2020).
Beberapa yang ia gunakan di antaranya daun jati, jarak, tabebuya, dan afrika. Ia mendapatnya di area kampus.
Baca juga: Usia Bukan Halangan Tetap Berkreasi, Wahyu Iriani Tetap Aktif Membuat Craft di Masa Lansia
"Kan di sini banyak pohon. Kalau nggak nemu, baru saya cari di luar. Biasanya saya beli online," ungkap wanita kelahiran 20 Februari 1968 ini.
Selain ramah lingkungan, menurutnya ecoprint merupakan produk yang unik dan limited. Setiap motif yang dibuat tidak akan sama persis satu sama lain. Bahkan warna yang muncul bisa saja beda.
"Saya mulai mendalami ecoprint sejak dua tahun lalu, tapi kenalnya sudah lama. Saya kira membuatnya itu ribet, ternyata asyik juga. Hasil akhirnya beda dengan yang kita bayangkan sebelumnya," katanya.
Saat ini ia tengah fokus memproduksi berbagai produk ecoprint. Bahkan, ia merintis Omah Ecoprint bersama ibu-ibu yang tinggal di perumahan ITS Surabaya.
"Harapannya nanti di sini bisa menjadi salah satu sentra ecoprint di kawasan Keputih. Selain itu kami juga berharap ke depan warga bisa menikmati hasil ecoprint. Bisa dikembangkan lagi produk-produk yang kami buat," terangnya.
Baca juga: Kombinasi Makeup Flawless dan Gaun Bernuansa Dusty untuk Intimate Wedding di Masa Pandemi
Ecoprint bisa diaplikasikan ke semua kain, mulai dari mulai katun sampai sutra. Pada kertas dan kulit juga bisa.
Untuk membuatnya, kain utama dimordan terlebih dahulu untuk menghilangkan zat kimia. Proses ini juga membuat motif daun bisa lebih meresap ke kain.
"Kemudian kain kedua atau blanket direndam dengan pewarna alami selama sepuluh menit. Sembari menata daun di atas kain utama," ujarnya.
Ada banyak pewarna alami yang bisa digunakan, seperti secang untuk menghasilkan warna merah muda, jelawe untuk kuning, mahoni untuk cokelat, dan sebagainya.
Baca juga: Dunia Seni Banyuwangi Berduka, Pencipta Tari Jejer Gandrung Sumitro Hadi Meninggal Dunia
"Setelah itu tutup kain utama dengan kain blanket. Baru ditutup menggunakan plastik dan digulung menggunakan pipa paralon atau kayu," lanjutnya.
Jika sudah rapat, kain dikukus selama kurang lebih dua jam dan diangin-anginkan selama beberapa hari sampai siap digunakan.
"Kalau bikin tas, prosesnya juga sama. Daun diletakkan langsung di atas kulit (material tas). Langkahnya sama," imbuh perempuan kelahiran 20 Februari 1968.
Menurutnya, bagi pemula yang paling susah yakni menempatkan daun agar serasi.
Baca juga: Mojokerto Batik Festival 2020, Sajikan Karya Desainer Muda dan Lokal Batik Khas Kota Mojokerto
"Ngatur komposisi bentuk dan daun lumayan susah. Apalagi kita nggak tahu nanti warna yang keluar apa, tergantung rendamannya juga," ujarnya.
Tidak hanya Surabaya, ecoprint buatannya juga didistribusikan ke luar kota bahkan sampai luar negeri.
"Paling jauh saya kirim ke Malaysia. Sementara harganya beragam, paling murah Rp 25 ribu untuk masker, paling mahal ada sampai Rp 1,5 juta untuk tas kulit," pungkasnya.
Editor: Dwi Prastika