Babak Baru Dualisme Pengelola Masjid Sunan Ampel, Perkara Pidana Jalan, Kini Gugat Perdata
Dualisme pengelola Masjid Agung Sunan Ampel memasuki babak baru. Usai pidana. Kini melakukan gugatan perdata ke PN Surabaya.
Penulis: Bobby Constantine Koloway | Editor: Hefty Suud
Reporter: Bobby Constantine Koloway | Editor: Heftys Suud
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Konflik dualisme pengelola Masjid Agung Sunan Ampel memasuki babak baru.
Salah satu kubu Yayasan Masjid Agung Sunan Ampel melaporkan pihak lainnya, yakni Yayasan Masjid Agung Sunan Ampel Soerabaja ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, 17 Februari 2021 lalu melalui gugatan perdata.
"Tujuan kami melakukan gugatan perdata ke PN Surabaya adalah agar diperoleh kepastian hukum kepercayaan terkait yayasan," kata Pengacara Yayasan Masjid Agung Sunan Ampel Hendra Gunawan saat ditemui di Surabaya, Sabtu (27/2/2021).
Baca juga: Ramalan Shio Hari Ini 28 Februari: Shio Kuda Asmara Berjalan Tidak Stabil, Shio Ular Jangan Terlena
Baca juga: Remaja 18 Tahun Naik Motor Seruduk Bokong Truk Tronton di Jalan Raya Sampang, Nyawa Melayang di TKP
Bertemu wartawan, Hendra tak sendiri. Ia hadir mendampingi Ketua Pengawas Yayasan Masjid Agung Sunan Ampel, Ahmad Hifni.
Rencananya, sidang pertama perkara perdata akan berlangsung 18 Maret 2021 mendatang.
Menghadapi sidang tersebut, pihaknya telah menyiapkan legal opini setebal 800 halaman yang menjelaskan keabsahan yayasannya.
Baca juga: Stasiun Gubeng dan Malang Sudah Sediakan Layanan GeNose C19, Tes Covid-19 Cuma Rp 20 Ribu
Baca juga: 100 Hari Kerja Kapolri, Sat Lantas Polres Lamongan Isi dengan Cara Ini
Legal opini ini disusun oleh para ahli secara obyektif dan independen dengan mempertimbangkan data dan mendasarkan pada undang-undang yang ada.
"Legal opini ini menjadi acuan kami sebagai penggugat. Sehingga, kami tidak keliru dalam melakukan gugatan," terangnya.
Imbuhnya, "Kami juga telah melakukan audit terhadap yayasan kami. Baik untuk legalitas akta kepengurusan maupun SK Kemenkumham, juga legal audit. Hasilnya, yayasan kami sah."
Permohonan gugatan perdata ini menjadi babak lanjutan. Sebelumnya, konflik dualisme ini juga masuk di ranah pidana dengan laporan di Polda Jatim sejak 2020 lalu.
Berbeda dengan pemohon dalam perkara perdata, Pihak pelapor dalam masalah pidana adalah Yayasan Masjid Agung Sunan Ampel Soerabaja. Pihak Yayasan Masjid Agung Sunan Ampel dilaporkan atas pengguna lahan.
Perkara pidana ini tengah berjalan.
"Sehingga, gugatan perdata ini sekaligus memberikan kepastian hukum terhadap perkara pidana yang sedang berjalan delapan bulan ini," katanya.
Ia menjelaskan, konflik ini pada umumnya tak mempengaruhi pelayanan kepada peziarah yang ke Makam Sunan Ampel maupun jemaah yang akan beribadah di Masjid Sunan Ampel.
"Semua pelayanan tetap berjalan," katanya.
Ia menambahnkan, "Namun karena tidak adanya keselarasan akibat dualisme, sedikit berefek pada pengembangan fasilitas, sarana, yang muaranya pada kenyamanan peziarah. Ini tidak bisa dicapai secara optimal."
Padahal, aset tersebut merupakan wakaf yang menjadi milik warga. Yayasan merupakan badan yang diamanatkan untuk mengelola komplek yang terdiri dari Makam Sunan Ampel hingga Masjid.
Sehingga, kemanfaatan Yayasan bisa dirasakan, baik oleh masyarakat maupun para pengunjung.
"Dengan diperolehnya kepastian hukum nantinya, kami ingin tercipta pengelolaan yang baik dan profesional. Sehingga, akan berdampak positif kepada masyarakat," terangnya.
Pungkasnya, "Kepada seluruh Sesepuh Yayasan, Ulama orang tua kami, serta masyarakat, kami mohon doa restunya. Kami juga berharap kepada instansi pemerintah yang terkait dalam proses penyelesaian masalah kami, baik kepolisian maupun pengadilan, dapat melakukan tugas dengan baik dan amanah,"