Dam Cluwok, Dam Tertua di Tulungagung Disulap Menjadi Monumen Pengairan
Dam Cluwok di Desa Bono, Kecamatan Boyolangu akan disulap menjadi monumen pengairan.
Penulis: David Yohanes | Editor: Ndaru Wijayanto
Reporter: David Yohanes I Editor: Ndaru Wijayanto
TRIBUNJATIM.COM, TULUNGAGUNG - Dam Cluwok di Desa Bono, Kecamatan Boyolangu akan disulap menjadi monumen pengairan.
Dam ini adalah sistem pengendali banjir pertama yang ada di Tulungagung, dibangun sejak tahun 1931.
Di era kolonial Belanda, Dam Cluwok memegang kendali vital untuk mengendalikan banjir Tulungagung.
“Saat wilayah kota banjir, dam akan ditutup sehingga air mengalir ke utara, masuk ke Sungai Brantas,” ungkap Bupati Tulungagung, Maryoto Birowo, saat mengunjungi Dam Cluwok, Senin (22/3/2021).
Kala itu di wilayah selatan,khususnya di wilayah Gesikan, Kecamatan Pakel dan sekitarnya adalah kawasan rawa.
Untuk mengatasai banjir di wilayah selatan yang berawa-rawa, Jepang membangun terowongan Niyama.
Baca juga: Ditinggal Buang Air Besar, Anak Usia 23 Bulan Tewas Mengambang di Kolam Gurame, Sang Kakek Histeris
Terowongan ini menembus gunung untuk membuat saluran pembuangan langsung ke Teluk Popoh.
Pemerintah Indonesia meneruskan rencana ini, dan diintegrasikan dengan saluran Parit Agung.
Parit Agung ini mengalirkan air dari wilayah kota seluruhnya ke selatan, ke Teluk Popoh.
Sistem irigasi baru ini mulai berfungsi tahun 1986.
“Saya ingat betul, 26 Juni 1986. Karena saat itu saya yang membuat pidato sambutan bupati,” kenang Maryoto.
Sejak saat itu banjir di wilayah Tulungagung sudah bisa diatasi.
Wilayah yang sebelumnya rawa, pelan-pelan kering dan berubah menjadi lahan pertanian yang subur.
Dam Cluwok pun akhirnya tidak difungsikan lagi, karena aliran sungai Ngoro juga dipindahkan ke sebelah timur, agar lurus ke arah selatan.