Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Jatim

Sidang Pra Peradilan Anak Pengasuh Ponpes Jombang Kembali Digelar, Hadirkan Dua Saksi Ahli

Sidang Praperadilan yang diajukan MSAT, putra pengasuh ponpes di Ploso Jombang, kembali digelar di Pengadilan Negeri Surabaya, Selasa (14/12/2021)

Penulis: Firman Rachmanudin | Editor: Januar
TribunJatim.com/ Firman Rachmanudin
suasana persidangan kasus putra pengasuh ponpes di Jombang 

Laporan wartawan Tribun Jatim Network, Firman Rachmanudin

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Sidang Praperadilan yang diajukan MSAT, putra pengasuh ponpes di Ploso Jombang, kembali digelar di Pengadilan Negeri Surabaya, Selasa (14/12/2021).

Tim kuasa hukum MSAT, memohonkan gugatan Praperadilan terhadap Polda Jatim atas penetapan kliennya sebagai tersangka pencabulan terhadap santriwati.

Kedua saksi ahli tersebut yakni, Dr. Priajatmika Dosen hukum Brawijaya (Unibraw) Malang dan Dr. Bambang Suheryadi Dosen hukum Universitas Airlangga (Unair), Surabaya.

Baca juga: Dinas PMD Nganjuk Terus Berupaya Tingkatkan Kapasitas Kelembagaan Pemdes dan Kecamatan

Keduanya dimintai keterangannya terkait keahliannya atas penetapan status tersangka Moch Subchi Azal Tzani. 

Dalam keterangannya, saksi banyak menitik beratkan atas hasil visum yang tidak adanya bekas sperma sebagai bukti konkrit pelaku dapat dijerat.

Dr. Priajatmika saat dimintai keterangannya menyatakan, bahwa dua hasil visum serta keterangan saksi saksi atas penetapan status tersangka terhadap MSA secara sudah memenuhi dua alat bukti.

"Itu unsurnya sudah memenuhi sebagai dua alat bukti. Namun secara kuantitas, bukan secara kualitas, karena hasil visum itu tidak disertai bukti pendukung yang lebih menguatkan seperti sperma, yang dapat dengan pelaku," ucapnya.

Priajatmika menambahkan, dugaan pemerkosaan atau pencabulan yang dilakukan oleh seseorang, meski sama sama perbuatan pelecehan seksual, merupakan dua hal yang berbeda.

"Pemerkosaan itu pasti disertai dengan kekerasan fisik pada korban, baik disekujur tubuh ataupun di alat kelaminnya sehingga ada bekas luka. Sementara pencabulan hanya dilakukan rabaan diluar saja, dan tidak sampai terjadi hubungan intim," tambahnya.

"Jadi pada kasus pemerkosaan, mutlak harus disertakan saksi otentik seperti sperma. Sehingga dapat diketahui pelakunya, kalau hanya visum itu kurang otentik," ungkapnya lebih lanjut.

Disinggung terkait pasal 294 ayat (2) ke- KUHP, tentang perbuatan cabul terhadap anak tiri, anak didik dan anak yang berada dalam lindungannya, oleh kuasa termohon, saksi menyatakan hal itu harus dibuktikan dengan surat atau identitas.

"Pembuktian itu harus disertai dengan identitas seperti kartu pelajar, dan dapat dijerat pidana selama 7 tahun penjara," ucapnya.

Sementara saat dimintai keterangannya atas peraturan bersama antara Kapolri, Jaksa Agung, Mahkamah agung dan Kemenkumham tentang dikeluarkannya SP3 hingga tiga kali oleh Jaksa, saksi menegaskan tidak ada jangka waktu tetap dan hanya dapat diberikan sanksi administrasi.

Sementara Dr. Bambang Suheryadi yang diminta keterangan kedua, juga menegaskan bahwa dilakukannya visum terhadap korban pemerkosaan, harus didukung dengan bukti otentik sperma.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved