Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Ramadan 2022

Cerita Ramadan Mirza-Lia, Pasutri yang Sukses Raih Beasiswa ke Inggris: Puasa Makin Seru dengan Anak

Uniknya berpuasa di luar negeri menjadi pengalaman menarik bagi keluarga Mirza Idham & Aldilia Wyasti, pasutri asal Nganjuk yang berkuliah di Inggris.

Instagram.com/@mirzaidhams
Mirza Idham Saifuddin, Aldilia Wyasti Pratama, dan Nayaka Airani Saifuddin (Aira). 

Mirza dan Lia punya cara tersendiri untuk ngabuburit menunggu jam buka puasa selama di Inggris. Keduanya memilih untuk memasak, bermain dengan anak, dan mengobrol dengan teman-teman Indonesia di rumahnya. Buka puasa di KBRI belum ada karena terhalang kebijakan pandemi. Meski begitu, Mirza dan Lia tetap bisa buka bersama dengan para keluarga Indonesia yang tinggal di akomodasi kampus untuk keluarga di University College London.

Sebagai kaum minoritas, suara azan didengarkan melalui aplikasi, karena kegiatan keagamaan di sana tidak diperbolehkan menggunakan speaker besar. Sementara untuk salat tarawih lebih banyak dilakukan di rumah.

“Salat tarawih di masjid biasanya 1 hari 1 juz, tarawihnya bisa sampai jam 1 malam. Rata-rata teman Indonesia tidak ikut tarawih di masjid, cuman sesekali saja dan lebih memilih tarawih di rumah. Kemudian, pengajian dan ceramah juga ada di sini, bisa gabung PCNU atau muslimat NU. Komunitas muslim di sini banyak hanya penyelenggaraan kegiatannya tidak terlalu masif,” terang Chevening Alumni MSc Innovation and Entrepreneurship, University of Warwick.

Baca juga: Ahmad Fuadi Merasa Beruntung 4 Tahun Nyantri di Gontor: Ruh Keikhlasan dan Pondok Ibarat Ibu Kandung

Cangkrukan dengan Supervisor, Suasana Belajar Empowering

Mirza Idham Saifuddin, Chevening Alumni MSc Innovation and Entrepreneurship, University of Warwick.
Mirza Idham Saifuddin, Chevening Alumni MSc Innovation and Entrepreneurship, University of Warwick. (Instagram.com/@mirzaidhams)

Supervisor rasa teman sendiri, begitulah yang dirasakan Mirza saat kuliah di University of Warwick.

“Di Warwick, kita ditekankan untuk project-based learning, kuliah 45 hari dalam setahun. Setelah itu cuman tugas, proyek esai, dan disertasi. Kalau merasa kesulitan, ada personal tutor. Menariknya, saya dengan supervisor cangkrukan hampir tiap minggu, mengobrol tentang bisnis, tidak melulu bahas soal disertasi.” tutur pria kelahiran Nganjuk, 15 Oktober 1992.

Lia juga menyebut supervisor di sana berdedikasi tinggi dan terbuka dengan ide apa pun.

“Supervisornya dedicated, kalau janjian akan menyiapkan waktunya untuk mahasiswa, ide apa pun akan diterima, dan sangat empowering suasana belajarnya.” imbuh LPDP Awardee yang mengambil studi MSc Women’s Health, UCL.

Baca juga: Kisah Jovan Zachary Arek Suroboyo Goes to US Navy, Merantau Berujung Jadi Tentara Amerika Serikat

Bukan Lidah Western

Makanan Barat yang dirasa kurang asin dan rasanya hambar membuat Mirza dan Lia belajar memasak masakan Indonesia selama tinggal di Inggris. Sejauh ini sudah banyak makanan dan minuman Indonesia yang mereka buat, termasuk untuk buka puasa dan sahur.

“Dari awal ke Inggris, Mirza yang selalu masak. Kemarin bikin es sirup nanas, gula, agar-agar, selasih. Terus gulai sapi, ote-ote, peyek, dan es manado. Bisa masak Western tapi kurang puas karena kurang asin dan rempahnya kurang. Bahan-bahan beli di Asian Mart ada, tapi kebanyakan impor dan diawetkan, rasanya juga beda serta mahal. Untuk Idul Fitri rencananya ingin di KBRI, kalau batal mungkin mau bikin nasi kuning, tempe, tahu, dan bihun,” cerita keduanya kompak.

Baca juga: Eko Yuli Irawan The Movie: Gembala Kambing ke Olimpiade, Menembus Batas dan Menjaga Mimpi Jadi Juara

Keuntungan Jadi Anak Daerah

Aldilia Wyasti Pratama, LPDP Awardee yang mengambil studi MSc Women’s Health, UCL.
Aldilia Wyasti Pratama, LPDP Awardee yang mengambil studi MSc Women’s Health, UCL. (Instagram.com/@aldiliawyasti)

Dari orang kampung bisa kuliah di luar negeri dengan beasiswa adalah hal luar biasa, Mirza dan Lia pun menemukan keuntungan menjadi anak daerah. Lia merasa anak daerah lebih aplikatif.

“Orang-orang daerah punya keuntungan lebih besar, masalahnya juga lebih banyak, kita lebih aplikatif dan enggak teroritis saja. Kekurangannya kadang minder, merasa inferior sama orang-orang kota, Bahasa Inggris tidak bisa, padahal Bahasa Inggris itu sesuatu yang bisa dipelajari dan diperjuangkan. Menjadi anak daerah adalah sebuah keuntungan. Beasiswa LPDP hadir untuk menyekolahkan sebanyak mungkin anak negeri yang bisa kembali untuk berkontribusi.” jelas putri pasangan Sugeng Budi Wiyono dan Woro Wirasti.

Lebih lanjut, Mirza mengungkapkan kalau parameter menjadi penerima beasiswa utamanya bukan pada Bahasa Inggris.

Sumber: Tribun Jatim
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved