Berita Surabaya
Tutik Susilowati, Sosok Guru “Mualim” yang Amanah dan Fathonah: Perempuan Madrasah Bagi Anak-anaknya
Berbicara tentang pendidikan, perempuan memang tidak bisa lepas dari dunia pendidikan karena ia merupakan madrasah bagi anak-anaknya.
Penulis: Ficca Ayu Saraswaty | Editor: Ficca Ayu Saraswaty
Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Ficca Ayu Saraswaty
TRIBUNJATIM.COM - Berkarier sebagai guru atau tenaga pendidik merupakan pilihan yang diambil oleh Tutik Susilowati, S.S., M.Pd. Bu Usie, demikian para siswa menyapa, mendedikasikan waktu dan tenaganya sebagai Kepala Sekolah SMP Al Falah Deltasari Sidoarjo dan Wakil Direktur I Bidang Perencanaan Strategis dan Marketing Humas, Lembaga Pendidikan Al Falah Surabaya.
Perempuan kelahiran Magetan, 7 September 1977 ini memutuskan berkarier di dunia pendidikan agar lebih dekat dengan anak-anak, menjadi teladan bagi muridnya, dan menjalankan pekerjaannya dengan penuh amanah sebagai langkah untuk mengantarkannya ke jalan-Nya.
“Bekerja itu sebuah pilihan yang ada konsekuensinya. Memutuskan berkarier di dunia pendidikan, tentunya saya sudah berdiskusi dengan keluarga, suami, dan anak-anak, soal batasan-batasan, dan secara teori keluarga tetap nomor satu. Pekerjaan jadi rumah kedua bagi saya,” ungkapnya.
Dalam hal membagi waktu tentu lebih berat, tapi Usie mengaku rela bangun lebih pagi dan menjadi garda terdepan untuk keluarga serta para anak buahnya di kantor.
“Urusan di rumah saya bereskan dulu semua, sebagai istri dan ibu rela bagun lebih pagi, mengurangi jam tidur untuk membuat segala sesuatu di rumah berjalan lancar. Begitu pula di kantor, berangkat lebih pagi dan pulang paling akhir. Bagi saya, pemimpin itu pelayan untuk anak buahnya dan ada pertanggungjawabannya di akhirat. Profesi ini saya jalankan dengan amanah dan sungguh-sungguh. Ini merupakan pilihan karier saya untuk mengantarkan saya ke jalan Allah SWT,” imbuhnya.
Baca juga: Cerita Ramadan Mirza-Lia, Pasutri yang Sukses Raih Beasiswa ke Inggris: Puasa Makin Seru dengan Anak
Perempuan Madrasah Bagi Anak-anaknya

Berbicara tentang pendidikan, perempuan memang tidak bisa lepas dari dunia pendidikan karena ia merupakan madrasah bagi anak-anaknya.
“Sejatinya perempuan itu dekat dengan dunia pendidikan, karena ia adalah madrasah bagi anak-anaknya. Di era modern, perempuan tidak hanya dibatasi di rumah saja, ia akan bermanfaat jika bisa berbagi ilmu secara luas sesuai dengan bidang disiplin ilmu masing-masing. Contohnya guru atau tenaga pendidik. Pendidik itu Mualim, artinya pewaris Nabi.
Rasulullah adalah sebagai penyampai, kita juga sebagai khalifah di muka bumi ini sebagai penyampai ilmu. Peran kita sebagai dai/daiyah merupakan urgensi di masyarakaat. Apalagi kita punya murid perempuan, mereka butuh figur teladan. Guru adalah sosok pemimpin dan teladan yang bisa menjadi role model bagi anak-anak,” jelas alumnus S-1 Sastra Inggris, Universitas Diponegoro (Undip).
Ada dua sifat wajib yang perlu dimiliki oleh guru agar menjadi sosok teladan bagi muridnya, yakni amanah dan fathonah.
“Hal yang tidak mudah agar guru bisa jadi teladan bagi muridnya. Menjadi contoh itu kita sendiri harus melakukannya terlebih dahulu. Lalu, guru harus punya sifat amanah, jujur dengan dirinya sendiri, melakukan apa yang dikatakannya.
Kemudian, guru harus fathonah artinya cerdas, mampu beradaptasi dengan hal-hal baru, ilmu pengetahuan baru, apa yang kita sampaikan itu apa yang kita pahami, punya konsep keilmuan yang matang dari hasil literasi, dan mampu mengimplementasikan apa yang sudah menjadi konsep dalam kehidupan sehari-hari. Dari keteladanan itu akan menjadi pembiasan, pembiasaan yang dinternalisasi dalam kehidupan sehari-hari akan menjadi budaya, dan budaya itulah yang akan menjadi karakter,” terangnya.
Baca juga: Ahmad Fuadi Merasa Beruntung 4 Tahun Nyantri di Gontor: Ruh Keikhlasan dan Pondok Ibarat Ibu Kandung
Guru Laksana Ayah
Rasa suka jauh lebih banyak dirasakan oleh Usie ketika menjadi guru. Hal ini karena dunia anak adalah dunia yang selalu menawarkan keceriaan. Di samping itu, baginya guru itu laksana ayah.
“Kami bukan sekadar guru, tapi juga Ustaz dan Ustazah, orangtua kedua bagi anak di sekolah. Guru itu laksana ayah, punya kewajiban mendidik, mengajarkan hal-hal baik, dan wajib dihormati anak-anak. Cara bicara juga kami ajarkan kepada mereka seperti bertutur lemah-lembut kepada orangtua dan guru,” ujar alumnus S-2 Pendidikan Bahasa dan Sastra, Universitas Negeri Surabaya (Unesa).