Berita Surabaya
Tutik Susilowati, Sosok Guru “Mualim” yang Amanah dan Fathonah: Perempuan Madrasah Bagi Anak-anaknya
Berbicara tentang pendidikan, perempuan memang tidak bisa lepas dari dunia pendidikan karena ia merupakan madrasah bagi anak-anaknya.
Penulis: Ficca Ayu Saraswaty | Editor: Ficca Ayu Saraswaty
Hal yang menjadi kebanggaan bagi seorang guru yakni ketika muridnya bisa melakukan perbuatan baik tanpa disuruh dan mempunyai prestasi akademis maupun non akademis.
“Sukanya itu kalau anak-anak mampu beribadah tanpa harus kami suruh, melakukannya dengan kesadaran sendiri, melaksanakan ibadah dengan istiqomah itu kebahagiaan kami. Kemudian anak-anak punya pretasi akademis atau non akademis, dan bermanfaat untuk lingkungan sekitarnya, berbakti kepada orangtua, dan sayang kepada keluarga. Kami sering meminta testimoni ke orangtua atau masyarakat tentang akhlak dari anak kami,” imbuhnya.
Baca juga: Pengembaraan Imajinasi The Wanderlust, Teknik Plototan Jadi Ciri Khas Karya dari Galih Reza Suseno
Cinta Dunia Anak-anak yang Penuh Keceriaan

Dunia anak-anak merupakan dunia interaktif yang selalu menawarkan keceriaan dan kebahagiaan. Ini terbukti dirasakan oleh Usie dan rekan guru lainnya di Al Falah.
“Menjadi guru lebih banyak sukanya daripada dukanya. Dunia anak-anak itu dunia interakif, selalu ceria dan bahagia. Guru bawaannya jadi positif vibes, walaupun sudah berumur tapi masih kelihatan muda karena mengikuti anak-anak. Ketika ada anak-anak yang tidak sama pencapaiannya seperti anak lainnya, itu merupakan tantangan bagi kami untuk melakukan pendekatan personal dan ke orangtua. Pendidikan itu tangungjawab orangtua dan sekolah, sehingga kami menghindari untuk laporan ke orangtua, tapi menyelesaikan permasalahan anak di sekolah dulu, baru saat ada perkembangan yang baik akan dilaporkan ke orangtua,” paparnya.
Dalam perjalanannya menjadi guru, Usie juga kerap menemukan permasalahan seperti kehadiran anak-anak yang bersikap kurang baik. Meski begitu, ia tak lantas meninggalkan anak tersebut, melainkan justru merangkulnya agar menjadi anak dengan pribadi yang lebih baik lagi.
“Kehadiran anak yang kurang baik itu bukan beban, melainkan bagian dari tanggungjawab. Mendidik bukan hal yang baik saja, tapi mendidik anak yang kurang baik menjadi baik itu merupakan tantangan. Ketika ada anak tidak baik itu bukan menjadi penghalang atau ujian, justru adalah kesempatan emas untuk mengubahnya menjadi anak yang lebih baik. Anak-anak di masa pubertas hanya butuh didengarkan, maka dari itu kita ajarkan mereka agar menjadi problem solver yang bisa mencari solusi untuk permasalahannya. Ketika kita terus mendampinginya, maka mereka akan terbuka, dan sebaiknya tidak menjustifikasi karena anak-anak bisa makin menjauh,” lanjutnya.
Cara unik yang dilakukan para guru di Al Falah agar dekat dengan murid-muridnya yakni dengan memanggil mereka dengan panggilan yang disukai anak-anak.
“Biasanya kami memanggil anak-anak dengan panggilan yang mereka suka, itu akan jadi kebanggaan bagi mereka. Dengan cara ini, kami berusaha mengenal siswa dan orangtuanya. Kami merupakan sekolah keluarga yang dekat dengan anak-anak dan keluarganya.” ucapnya.
Baca juga: Seni Menggarnis Tulisan Ala Mashdar Zainal, Penulis Buku Hidup Ini Indah Bro! dan Pengoleksi Rempah
Integrasikan Materi Sekolah Penggerak dan Kurikulum Kaffah
Ciri khas dari sekolah Al Falah Surabaya yaitu adanya perpaduan materi nasional dan materi khusus dari Al Falah. Sekolah ini merupakan sekolah berbasis dakwah dan diintegrasikan dengan materi sekolah penggerak.
“Pendidikan karakter kami terintegrasi dalam pembelajaran. Kami adalah sekolah berbasis dakwah yang mendasarkan pada akidah yang kuat dan penegakan syariah Islam. Ketika akidah dan syariah diintegrasikan dalam pembelajaran dan kurikulum, apa yang jadi ilmu pengetahuan anak-anak itu akan menjadi sesuatu yang juga menjadi nilai dakwah. Dari akidah akan muncul akhlak yang baik kepada Allah SWT, orangtua, guru, teman, sesama, hingga alam.” ungkapnya.
Anak-anak tidak hanya diajarkan materi nasional, tapi di sini mereka juga diperkuat dengan nilai-nilai Islami yang baik.
“Ketika dalam proses pembelajaran, guru-guru menerapkan INIS (Integrasi Nilai-nilai Islam) di mana ini adalah bagian dari kurikulum Kaffah yang artinya menyeluruh. Kami punya misi untuk mewujudkan generasi yang punya kemampuan secara holistik baik itu sikap, pengetahuan, maupun life skills. Dalam kurikulum tersebut, ada integrasi muatan nasional dengan kurikulum khas Al Falah. Memadukan Kurikulum Merdeka, jadi sekolah penggerak. Muatan lokal seperti baca Alquran dan hafalan atau Tahfizh. Anak-anak diajarkan baca Alquran secara Tartil, mengetahui makna Alquran, dan mengenal Hadits Arbain,” jelasnya.
Dalam implementasi muatan lokal, ada kegiatan bernama Jumat Inspirasi di mana salah satu siswa akan membaca ayat Alquran lalu ditelaah bersama. Ini akan menjadi tantangan bagi murid-murid lain dan dalam waktu sepekan akan melaksanakan ayat tersebut. Apa yang dilakukan anak-anak di Al Falah bersumber pada Alquran dan Hadits. Terdapat muatan lokal Bahasa Arab tentang bagaimana percakapan sehari-hari dan terjemahan. Murid-murid dibiasakan menggunakan Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Bahasa Arab.
Baca juga: Eko Yuli Irawan The Movie: Gembala Kambing ke Olimpiade, Menembus Batas dan Menjaga Mimpi Jadi Juara