Ajudan Jenderal Ferdy Tembak Brigadir J
Kebenaran Otak Brigadir J Pindah ke Perut, Wajar? Ternyata Pengacara Dengar Penjelasan Dokter Umum
Disebutkan pengacara bernama Kamaruddin Simanjuntak itu, otak Brigadir J ditemukan berpindah ke perut. Kebenaran kini dikuak.
Penulis: Ani Susanti | Editor: Sudarma Adi
TRIBUNJATIM.COM - Penyataan kuasa hukum keluarga Brigadir J atau Nopriansyah Yosua Hutabarat soal hasil autopsi ulang sempat membuat heboh.
Disebutkan pengacara bernama Kamaruddin Simanjuntak itu, otak Brigadir J ditemukan berpindah ke perut.
Akhirnya, kebenaran tentang penyataan pengacaran keluarga Brigadir J itu terungkap.
Pun penjelasan mengenai temuan otak Brigadir J di perut.
Baca juga: Selain Otak Dipindah, Organ Mahal Brigadir J Disebut Pengacara Keluarga Hilang, Saksi Mata Muncul
Dokter Forensik RSUD Moewardi dan RS UNS Surakarta, Novianto Adi Nugroho memberikan penjelasannya mengapa organ otak manusia tidak dikembalikan ke kepala setelah dilakukan autopsi jenazah.
Dokter Noviantro mengatakan, peletakan organ otak di bagian dada atau perut adalah hal yang wajar dalam proses autopsi.
Pasalnya dalam beberapa teknik autopsi memang perlu dilakukan pemindahan organ otak untuk dimasukkan ke rongga perut atau dada.
"Ya wajar (peletakan otak jenazah di perut atau dada), ada beberapa teknik autopsi yang mengakhiri organ otak di masukkan di rongga perut," kata Dokter Novianto, Rabu (3/8/2022).
Baca juga: Benarkah Brigadir J Pernah Pakai Parfum Istri Ferdy Sambo? Kamaruddin Tagih Buktinya: Makin Ngawur
Menurut Dokter Novianto, semua organ pada jenazah yang diautopsi seperti jantung, paru-paru, ginjal dan lainnya akan diambil untuk diukur dan ditimbang.
Hal tersebut dilakukan untuk memeriksa apakah ada kelainan pada organ tersebut.
"Pada autopsi semua organ diambil termasuk jantung, paru, ginjal dll untuk diukur,ditimbang dan periksa kelainannya," terang Dokter Novianto.
Selanjutnya untuk otak yang dimasukkan ke rongga perut ini bertujuan untuk memudahkan proses rekonstruksi jenazah.
Agar nantinya jenazah bisa segera dikembalikan ke pihak keluarga dengan keadaan yang bagus.
"Organ otak dimasukkan ke dalam perut, pertama supaya memudahkan dan mempercepat rekonstruksi jenazah supaya dikembalikan ke keluarga dalam keadaan bagus," ungkap Dokter RS Moewardi dan RS UNS ini, dikutip TribunJatim.com dari Tribunnews.
Baca juga: Akhirnya Detik-detik Brigadir J Ditembak Terjawab, CCTV Jawab Posisi Irjen Ferdy hingga Tangis Putri
Alasan selanjutnya menurut Dokter Novianto yakni karena organ otak manusia lebih cepat membusuk lalu mencair.
Jika otak tersebut kembali diletakkan ke kepala maka cairan dari otak tersebut akan merembes keluar dari rongga kepala bekas potongan tulang tengkorak.
Hal itu pun akan membuat kondisi jenazah dianggap kurang etis di hadapan pihak keluarga.
"Yang kedua karena organ otak yang lebih mudah membusuk lalu mencair akan merembes keluar dari rongga kepala bekas potongan tulang tengkorak, jika dikembalikan ke rongga tengkorak. Hal ini menimbulkan kurang etis dihadapan keluarga," terangnya.
Baca juga: Otak Ada di Dada Hasil Autopsi Ulang Jenazah Brigadir J, Insiden Baku Tembak Brigadir E Janggal?
Lebih lanjut Dokter Novianto menekankan, tindakan medis pada seseorang tidak semua sama, termasuk juga teknik autopsi.
Terkadang organ otak memang sengaja dimasukkan ke dalam perut terutama ketika kondisi tengkorak sudah rusak.
Sehingga sudah tidak memungkinkan lagi mengembalikan organ otak ke dalam tengkorak.
"Tindakan medis tidak semua sama, termasuk teknik otopsi. Organ otak dimasukkan diperut terutama jika tulang tengkorak sudah rusak dan tidak memungkinkan mengembalikan organ otak kedalam tengkorak," pungkasnya.
Baca juga: Brigadir J Dulu Lancang Pakai Barang Istri Ferdy? Sikap Lain Dikuak Pengacara: Foto Ditodong Senjata
Satu fakta lagi juga terungkap.
Kamaruddin Simanjuntak sudah mengatakan soal hasil autopsi kedua, padahal dari Tim Forensik Otopsi Ulang jenazah Brigadir J yang diketuai Dokter Ade Firmansyah Sugiharto, mengumumkan hasil autopsi muncul 4 hingga 8 minggu lagi.
Rupanya hal tersebut merupakan hasil pengamatan seorang dokter yang menjadi perwakilan keluarga masuk ke proses autopsi ulang jenazah Brigadir J di Jambi, tempo hari.
Hasil autopsi pun sudah dipegang dalam beberapa kertas dan sudah dilegalisasir oleh notaris.
"Otopsi kedua perlu 8 Minggu hasil forensiknya, kenapa abang bisa mendapatkan duluan hasilnya?" tanya Aiman, dikutip Tribunnews dari acara YouTube Kompas TV program Aiman episode Fakta Baru Otopsi Yosua.
"Karena saya kerja siang malam, mungkin mereka kerja paruh waktu, mereka menguji sampling, sedangkan saya tidak menguji sampling," ungkapnya.
Lantas saat ditanya Aiman apakah hasil otopsi yang tertulis dalam kertas tersebut sahih, Kamaruddin pun langsung menjawab sahih.
"Sahih ini, ini kan keinginan mereka," ungkapnya.
Terkait dokter yang diutusnya ke otopsi ulang jenazah Brigadir J, kamaruddin mengatakan melalui proses yang panjang.
Awalnya saat rapat gelar perkara, kata Kamaruddin, polisi setuju perwakilan keluarga dan pengacara boleh masuk ruangan otopsi.
Namun terus berkembang, akhirnya keluarga tidak boleh, pengacara tidak boleh, karena dianggap tidak ahli di bidangnya (forensik).
Baca juga: Sebelum Ditembak, Brigadir J Pernah Ditegur Pakai Barang Pribadi Putri, Rekan Ajudan Bongkar: Aneh
Lantas rapat terakhir akhirnya pihak brigadir j diperbolehkan masuk ke ruangan namun dengan catatan harus dokter atau yang bekerja di rumah sakit atau paramedis.
Akhirnya dirinya mendapatkan dua orang termasuk dokter, untuk diikutkan dalam proses otopsi ulang tersebut.
"Diberikan surat penugasan untuk mewakili keluarga turut serta dalam ruang otopsi, jadi mereka bekerja sama dengan dokter forensik yang dari RSPAD dan RSCM dari Andalas maupun dari Bali mereka bersama-sama di dalam ruang otopsi itu," katanya.
"Dan inilah (menunjukkan kertas) hasil daripada yang mereka amati (di ruang otopsi)," lanjutnya.
Aiman pun mengatakan dalam kertas tersebut tertulis bahwa dokter yang menulis bukan dokter forensik, namun dokter umum.
"Di sini bukan dokter ahli forensik tapi dokter umum, 'dokter yang mewakili' tertulis seperti itu di dalam catatan."
"Artinya dokter umum ini tidak melakukan analisis hanya mendengarkan dan mencatat sesuai yang dilihat dan dialami," ungkap Aiman.