Berita Kota Madiun
Keterbatasan Fisik Tak Halangi Warga Madiun Sulap Limbah Jadi Berkah, Berawal dari Suka Wayang
Keterbatasan fisik tak menghalangi warga Kota Madiun untuk menyulap limbah jadi berkah, wayang kardus dibawa hingga benua biru.
Penulis: Sofyan Arif Candra Sakti | Editor: Dwi Prastika
Laporan Wartawan TribunJatim.com, Sofyan Arif Candra
TRIBUNJATIM.COM, MADIUN - Keterbatasan fisik tak menyurutkan semangat Herlin Susilowati (43) untuk melestarikan kesenian budaya wayang sebagai warisan budaya leluhur.
Di galeri Sanggar Wayang Hias Karya Budaya yang berada di rumahnya, di Jalan Imam Bonjol, Gang Jati Subur 2, Kelurahan Klegen, Kecamatan Kartoharjo, Kota Madiun, ratusan tokoh wayang karya tangan Herlin dipajang.
Uniknya ibu satu anak tersebut tidak hanya membuat wayang berbahan dasar kulit kerbau, namun juga membuat wayang berbahan dasar kardus bekas.
Penyandang tunadaksa tersebut mulai menekuni kerajinan wayang semenjak ia lulus SMA pada tahun 2001.
"Saya melihat sekeliling lingkungan saya banyak kardus bekas yang tidak terpakai, saya berpikir bagaimana mengolah limbah menjadi rupiah," kata Herlin, Sabtu (20/8/2022).
Ia pun mempunyai ide untuk menyulap kardus tersebut menjadi tokoh-tokoh wayang di Sanggar Wayang Hias Karya Budaya milik ayahnya, yang sudah terlebih dahulu terjun ke dunia produksi perwayangan.
"Karena saya suka wayang dan ingin melestarikan budaya, makanya kardus tersebut saya buat jadi wayang. Kebetulan saya juga sudah belajar dari bapak," lanjutnya.
Tak disangka karya tangan Herlin mendapatkan respons yang baik dan disukai masyarakat, terutama anak-anak karena unik dan harganya yang terjangkau.
Dengan ukuran tinggi wayang 12 centimeter, Herlin hanya menjualnya dengan harga Rp 10 ribu per tokoh.
Lalu ukuran 18 centimeter dihargai Rp 15 ribu, sedangkan ukuran 30 centimeter dihargai Rp 20 ribu.
"Kalau ukuran normal seperti wayang yang dimainkan dalang harganya Rp 35 ribu sampai Rp 50 ribu per tokoh. Sedangkan wayang gunung atau gunungan harganya Rp 100 ribu," jelas pemilik Aisyah Handicraft ini.
Berbeda lagi dengan harga wayang berbahan dasar kulit kerbau yang dijual dengan harga paling murah Rp 200 ribu per tokoh dan paling mahal Rp 2 juta.
Selain bahan dasarnya yang menggunakan kulit kerbau, gapit atau pengapit wayang tersebut juga menggunakan tulang penyu.
Selain itu proses dan waktu pembuatannya juga memakan waktu yang lebih lama. Jika satu wayang dari kardus hanya membutuhkan waktu 3 hari, satu wayang kulit membutuhkan waktu pengerjaan hingga 1 bulan.
Herlin menjelaskan, tahapan membuat wayang dimulai dari menggambar sketsa di bahan dasar wayang yang dilanjutkan dengan memahatnya sesuai pola tersebut.
Setelah pemahatan selesai dilanjutkan dengan mengecat dasar menggunakan warna putih lalu memberi warna sesuai tokoh dan karakter wayang.
Herlin masih harus 'nyawi' atau membatik untuk memperkuat tokoh wayang yang dimaksud yang dilanjutkan dengan mengecat emas serta pernis
"Terakhir digapit lalu dijemur hingga benar-benar kering," kata Herlin.
Setiap tahapan pembuatan wayang kulit membutuhkan waktu dan usaha yang lebih lama dan berat dibandingkan membuat wayang berbahan dasar kardus atau kertas duplex.
Contohnya saja mengecat, jika masih ada minyak yang keluar dari kulit, maka proses pengecatan harus dilakukan berulang kali.
Gayung bersambut, karya seni Herlin banyak diburu pembeli, terutama dari luar kota.
Karyanya sering dibawa ke luar negeri, baik ke Benua Amerika maupun Eropa untuk dijadikan souvernir jika ada lawatan pejabat daerah ke luar negeri serta ada pertukaran pelajar dari Indonesia ke luar negeri.
"Pelajar atau mahasiswa yang dari luar negeri juga sering ke galeri saya. Bukan hanya beli tapi ingin mencoba langsung membuat wayang," tambah Herlin.
Jangan pandang sebelah mata, omzet penjualan wayang Aisyah Handicraft bisa mencapai Rp 10 juta per bulan sebelum pandemi Covid-19 menyerang.
Bersama teman-teman disabilitas lainnya, Herlin sering ikut pameran dan bazar di berbagai event dan kegiatan, termasuk keliling ikut kegiatan serta acara-acara di sekolah.
"Sekali bazar itu teman-teman disabilitas bisa dapat Rp 5 juta. Tapi untuk wayang saya mungkin sekitar Rp 1 juta," lanjutnya.
Pesanan Herlin juga datang dari berbagai kota mulai dari Surabaya, Bandung, hingga Jakarta melalui media sosial WhatsApp, Facebook, hingga pesanan melalui marketplace.
Namun ia sempat terpuruk saat pandemi Covid-19 menyerang. Herlin mengaku tidak mendapatkan pesanan sama sekali selama beberapa bulan.
Iapun memutar otak untuk menjalankan usaha lainnya agar tetap bisa berkarya dan membuat wayang.
"Selama pandemi Covid-19, saya jualan online tanaman herbal, alhamdulillah banyak peminatnya. Dari situ saya punya modal untuk beli cat sebagai bahan membuat wayang," ujar Herlin.
Saat ini, ia bersyukur pandemi Covid-19 sudah mulai mereda dan pesanan sudah mulai datang walaupun belum bisa pulih seperti sediakala sebelum pandemi Covid-19.
"Omzet penjualan kalau sekarang Rp 2 jutaan saja. Memang belum kembali sepenuhnya," tambahnya.
Ke depan Herlin bertekad untuk konsisten berkarya di bidang perwayangan walaupun ia mulai sadar penjualannya kadang kala kalah dengan kerajinan dan UMKM yang semakin modern.
Ia mengaku sangat berharap generasi muda lebih mencintai budayanya sendiri terutama wayang.
"Silakan kalau mau melakukan observasi di Sanggar Wayang Hias Karya Budaya bisa ke sini melihat dan belajar membuat wayang," tambahnya.
Khusus kepada para penyandang disabilitas, Herlin meyakinkan bahwa keterbatasan bukanlah penghalang untuk terus berkarya dan menghasilkan pundi-pundi rupiah.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com
Kumpulan berita seputar Madiun