Kilas Balik
Nasib Teman Kos Soekarno, Ditembak Mati di Toilet, Terlibat Pemberontakan PKI Madiun, Mayat Dibakar
Tak hanya G30S PKI di Jakarta pada tahun 1965, konflik PKI juga pernah pecah di Madiun pada tahun 1948 yang dipimpin oleh tokoh PKI Muso
Penulis: Sofyan Arif Candra Sakti | Editor: Januar
"Beberapa petinggi partai lain setuju, sehingga PKI mulai menjadi bintang utama revolusi," kata Septian.
Muso lalu gencar mengkampanyekan program partai untuk melakukan konsolidasi di beberapa daerah.
Di tengah safari di berbagai daerah itu, pada 18 September 1948, Muso mendengar ada suara kekecewaan kepada pemerintah di Madiun.
Banyak laskar rakyat yang kecewa dengan program pemerintah yang melakukan Reorganisasi Kemiliteran.
"Saat itu Bung Hatta melihat jumlah prajurit tentara yang terlalu banyak sehingga membebani anggaran negara," ucapnya.
Untuk itu negara melakukan penyortiran. Beberapa laskar yang sesuai kompetensi tetap menjadi tentara, sedangkan yang lain dikeluarkan.
"Muso yang sampai di Madiun kaget karena ada kekuatan besar yang melakukan pemberontakan dan berhasil menduduki markas-markas militer," lanjutnya.
Muso lalu mengambil alih pimpinan dan membangun Front Nasional Daerah Madiun atau banyak orang menyebutnya Negara 'Soviet' Madiun.
"Pada tanggal 18 hingga 26 September 1948 pasukan Muso menguasai Madiun Raya menggunakan kekuatan militer dengan bantuan sejumlah tokoh mulai dari Amir Syarifuddin, dan perwira militer seperti Sumarsono, Joko Suyono dan lainnya," ucapnya.
Melihat hal tersebut, pada tanggal 30 September pasukan tentara nasional mulai turun untuk menyelesaikan kekacauan di Madiun.
Madiun dikepung oleh Divisi Siliwangi dari barat dan Divis Sungkono dari timur.
"PKI mulai kabur, Muso, Amir Syarifuddin, dan lainnya lari ke Kresek membawa harta sekaligus membawa tawanan termasuk Kolonel Marhadi dan Kiai Husen yang akhirnya dibantai di Kresek," jelas Septian.
Karena semakin terjepit, para pentolan PKI terus naik ke Pegunungan Wilis menuju selatan ke arah Ponorogo.
"Muso akhirnya ditemukan di Ponorogo pada tanggal 31 Oktober 1948. Ia ditembak di toilet rumah warga lalu diautopsi di rumah sakit. Setelah itu mayatnya dibakar di Alun-alun Ponorogo," ucap jelas Septian.
Sedangkan Amir Syarifuddin baru bisa ditangkap pada bulan Desember. Ia dieksekusi dan dimakamkan di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com