Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Probolinggo

SOSOK Pasutri di Probolinggo Nikah Mahar Linggis, Tanpa Pacaran Cuma Taaruf, Alasan Dikuak: Kokoh

Inilah kisah pasutri di Probolinggo yang menikah dengan mahar linggis dan uang Rp 100 ribu. Alasan pun terkuak.

TRIBUNJATIM.COM/DANENDRA KUSUMA
Samsul Mukmin dan Sumiati, pasutri di Probolinggo tengah menunjukkan mahar sebatang linggis, Sabtu (4/2/2023). 

Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Danendra Kusuma

TRIBUNJATIM.COM, PROBOLINGGO - Banyak anggapan jika cinta tanpa memandang harta adalah omong kosong belaka. 

Umumnya, sikap realistis yang kelewat batas membuat hal tersebut terkesan mustahil, bisa terjadi di cerita dongeng saja. 

Namun, kisah cinta yang terjalin antara Samsul Mukmin (46) warga Desa Dungun, Kecamatan Tongas, Kabupaten Probolinggo dan Sumiati (45) warga Kecamatan Nguling, Kabupaten Pasuruan, bak mematahkan pandangan pesimistis tersebut. 

Keduanya tak memenungkan seberapa banyak harta yang dimiliki oleh masing-masing tatkala memulai hubungan percintaan.

Modal utalamanya hanya ketulusan. 

Bahkan, hal tersebut terus berjalan hingga Mukmin dan Sumiati menapaki jenjang pernikahan. 

Baca juga: Penghulu di Bekasi Kaget Pengantin Wanita Minta Mahar Kain Kafan, Pasangan Taaruf: Ingin dari Suami

Sumiati tak meminta mahar yang muluk-muluk dan sesuai keinginannya kepada Mukmin. 

Dia menyerahkan sepenuhnya bentuk mahar kepada Mukmin.

Pokoknya, semampunya Mukmin. 

Setelah berpikir panjang, Mukmin pun memutuskan memberi mahar Sumiati sebatang linggis dan uang Rp 100 ribu. 

Mukmin bercerita, meski nyeleneh, keputusan memberikan mahar linggis kepada sang istri bukanlah asal-asalan. 

Ada makna mendalam yang terkandung pada mahar sebatang linggis itu. 

"Sebatang linggis adalah simbol kekokohan. Linggis tak mudah dibengkokkan. Dibenturkan berkali-kali juga tak hancur. Jadi, saya ingin rumah tangga kami tetap kokoh dalam situasi apapun layaknya sebatang linggis ini," kata Mukmin kepada Tribun Jatim Network saat ditemui di rumahnya, Desa Dungun, Sabtu (4/2/2023). 

Mukmin menyebut, mahar yang diberikan tersebut merupakan hasil dari keringatnya sendiri. 

Sehari-hari, Mukmin bekerja sebagai penjual kerupuk dagangan si bos.

Upah yang dia terima dalam sehari Rp 50-70 ribu. 

Baca juga: Alasan Pengantin Wanita di Lombok Minta Mahar Seperangkat Kain Kafan, Tak Mau Mobil: akan Kita Bawa

"Sebagian upah saya kumpulkan untuk mahar, sebagian lagi untuk memenuhi kebutuhan pokok. Saya membeli sebatang linggis kondisi baru di sebuah toko bangunan. Harganya Rp 50 ribu," sebutnya. 

Sementara, Sumiati mengungkapkan, ketika Mukmin memberikan mahar sebatang linggis dan uang Rp 100 ribu, tidak ada keraguan baginya untuk menerima mahar itu. 

Sumiati juga bersyukur dengan mahar yang diberikan kepadanya. 

"Tanpa panjang lebar saya terima pinangan dan mahar yang diberikan oleh suami. Sebab, dari awal saya memang tak neko-neko meminta mahar. Saya bersyukur dengan apa yang diberikan," ungkapnya. 

Sumiati menyatakan, mahar sebatang linggis itu akan dipajang di dinding ruang tamu rumah. 

Linggis tersebut akan diletakkan di titik yang mudah terlihat agar dia dan suami selalu ingat dengan filosofinya. 

"Sebatang linggis itu akan menjadi kenangan untuk saya dan suami. Saya dan suami akan berupaya mewujudkan arti yang ada dalam sebatang linggis itu, yakni rumah tangga yang kokoh," terangnya. 

Di sisi lain, Sumiati menyatakan perkenalan dirinya dengan suami berlangsung sejak 5 tahun lalu. 

Saat itu, status Sumiati menjanda karena suami pertama meninggal dunia. Begitu pula Mukmin.

Dia menduda usai istrinya meninggal dunia. 

Baca juga: SOSOK Pengantin Batal Nikah karena Adat, Wanita Seorang Atlet, Pria Tak Mampu Beri Mahar Rp 75 Juta

Perkenalan Sumiati dengan Mukmin terjadi karena peran dua temannya, bekennya dicomblangin.

Mulanya, Sumiati dan Mukmin tak ada gairah untuk membuka lembaran baru dengan orang lain. 

Mereka lebih fokus bekerja demi sang buah hati.

Sumiati mempunyai seorang anak. Sedangkan, Mukmin memilik dua orang anak. 

Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, Sumiati dan Mukmin bertemu. 

Ketika awal bertemu, Mukmin sempat minder karena merasa tak memiliki apa-apa. 

Hanya rumah sederhana dan motor butut Honda Astrea keluaran tahun 2000 yang dia punyai.

Pekerjannya juga sebagai penjual kerupuk. 

"Saya memberikan pengertian kepadanya, bahwa saya tak mementingkan harta. Rejeki sudah diatur oleh Allah. Tak mungkin tertukar. Rejeki bisa didapat kalau berusaha," urainya.

Tiga bulan akhir ini, keduanya semakin dekat.

Sumiati dan Mukmin sudah bisa memahami satu sama lain. 

"Karena usia kami tak lagi muda, tentu kami tidak berpacaran. Kami hanya taarufan. Biar hubungan ini mengalir saja. Hingga pada akhirnya, saya dan suami menikah pada Jumat, kemarin. Acara pernikahan digelar sederhana," pungkasnya. 

Berita Probolinggo lainnya

Informasi lengkap dan menarik lainnya di GoogleNews TribunJatim.com

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved