Berita Surabaya
Berkat Temuan Ini Siswa SD di Surabaya Sukses Kalahkan 30 Negara di Ajang Science Internasional
Lima siswa Madrasah Ibtidaiyah (MI) Dewi Sartika Surabaya menemukan teknologi penangkal logam berat.
Penulis: Bobby Constantine Koloway | Editor: Ndaru Wijayanto
Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Booby Koloway
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Lima siswa Madrasah Ibtidaiyah (MI) Dewi Sartika Surabaya menemukan teknologi penangkal logam berat.
Penemuan ini pun mendapat pengakuan internasional dengan raihan medali emas pada perlombaan karya ilmiah internasional, Youth International Science Fair (YISF).
Raut muka Rahmatun Nazilah, siswi MI Dewi Sartika tak bisa menyembunyikan rasa lelahnya. Ia baru saja tiba dari Denpasar Bali, dalam kejuaraan YISF yang berlangsung 8-12 Maret tersebut.
YISF tahun ini diikuti 30 negara. Di antaranya, berasal dari Amerika Serikat, Uni Emirat Arab, India, Singapore, Malaysia, Korea Selatan, Italia, China, hingga beberapa negara lain.
Sekalipun demikian, Nazilah bersama empat anggota tim lainnya, Alaudin Al Athor, Salsabila Ivana, Muhammad Rifki, dan Nadia Selomitha, tampak bersemangat saat bertemu awak media di Surabaya, Selasa (14/3/2023).
Di leher mereka tersemat sebuah medali emas, tanda mereka meraih sukses di kejuaraan.
Membawa judul riset Effect of E2C4P Effervescent Water Hyacinth (Eichhornia Crassipes) Against Wastewater Pollutant in Surabaya, mereka mengikuti kejuaraan dalam kategori Environmental Technology.
"Kami berangkat dari kegelisahan soal banyaknya kandungan logam berat di sumber air di tempat kami," kata Rahmatun menyampaikan di hadapan media.
Siswi sekolah yang beralamat di Tambak Wedi Baru ini lantas mencari solusi. Dari sana, mereka menemukan eceng gondok yang ternyata bisa mengurangi kadar logam berat.
Namun, tanaman eceng gondok dalam jumlah besar juga berdampak buruk karena bisa menutup permukaan air yang menyebabkan menurunnya tingkat kelarutan oksigen dalam air hingga pendangkalan. Akhirnya, mereka mencari ide untuk mengemas eceng gondok menjadi bentuk lain yang lebih praktis.
Awalnya, mereka mengemas eceng gondok kering seperti teh celup. Namun, penerapannya dinilai kurang efektif sebab membutuhkan energi besar untuk bisa menyelupkan dalam air.
"Akhirnya, kami mengolah eceng gondok ini menjadi effervescent (tablet larut air)," katanya saat bersama Guru Pendamping Kholifah Wahidatun tersebut.
Idenya, dengan menggunakan effervescent, kandungan logam berat dalam air akan diikat. Dalam prototype tersebut, 1 butir effervescent berukuran 5 gram dapat mengurangi 85 persen logam berat dalam 1 liter air.
"Penggunanya praktis. Effervescent ini cukup dilempar ke dalam air yang mengandung logam. Maka, kandungan timbal akan langsung diikat," katanya.
Dalam mengembangkan inovasinya, mereka di bawah bimbingan Yayasan Indonesia Sejahtera Barokah (YISB). Tim ahli dari YISB, Budi Santoso, pun dibuat kagum dengan inovasi yang digagas para siswa tersebut.
Budi mengakui, mengajak anak SD untuk melahirkan karya ilmiah bukanlah hal yang mudah. Sebab, seringkali anak SD kurang mendapatkan dukungan dari sekitar.
"Rasa ingin tahu yang dibatasi seringkali sulit mengajak anak untuk melakukan riset. Namun, kami pupuk kembali," kata Budi.
Riset tersebut dihasilkan dari sebuah masalah yang ditemui di sekitar siswa. "Mereka menemukan kandungan logam yang tinggi," katanya.
Padahal, air menjadi sumber penghidupan. "Kalau di situ ada air, maka di situ ada penghidupan. Maka hidup penghidupan ini akan tercemar," katanya.
Dalam membimbing siswa, ia memberi sejumlah tantangan. Di antaranya, mencari dan membaca 10 jurnal internasional soal pengelolaan air.
Tantangan lainnya, para siswa juga harus berlatih penguasaan bahasa Inggris, baik dalam hal membaca hingga persentasi. Juga, penggunaan mikroskop dan berbagai alat penelitian lain sekali pun tetap dengan pendampingan dewasa.
Saat menemukan effervescent, para siswa juga tak hanya melewati sekali uji coba saja. Namun, mereka sebelumnya juga mencoba berbagai bentuk olahan lain dari eceng gondok.
"Walaupun riset ini menjadi bagian prototype anak-anak, itu bisa dilanjutkan ke tahap yang lebih dalam. Yaitu, tentang packing, kemudian kandungan lain selain logam berat yang bisa diikat, hingga pengembangan lainnya," katanya.
Secara umum, pria yang juga menjabat Kepala Sekolah SMA 10 Surabaya ini takjub dengan penemuan siswa SD ini. "Secara pribadi, meskipun mereka SD, namun risetnya sudah di atas rata-rata siswa SMA maupun Perguruan Tinggi," katanya.
Pihaknya pun berharap Pemkot Surabaya bisa memberikan apresiasi terhadap para siswa tersebut. "Para Profesor dari luar negeri banyak memberikan apresiasi. Tinggal Pemkot yang belum memberikan apresiasi," katanya.
"Tindak lanjut ke depan, Pemkot dan Dinas Pendidikan harus memberikan apresiasi. Khususnya, kepada anak-anak yang berprestasi ini," tandasnya.
Selain mengirimkan Tim MI Dewi Sartika Surabaya, YISB juga mengirimkan dua tim binaan lainnya pada ajang yang sama. Yakni, Tim Papua Bisa asal Manokwari dan Tim Papua Bisa asal Sorong.
Tim Papua Bisa asal Manokwari mendapatkan Medali Emas dalam kategori Environmental Technology kelas SMA. Sedangkan Tim Papua Bisa asal Sorong mendapatkan medali perak di kategori Innovation Technology kelas SMA.
berita Surabaya
TribunJatim.com
Tribun Jatim
MI Dewi Sartika Surabaya
Youth International Science Fair
5 Tempat Wisata Hits di Surabaya Wajib Dikunjungi, Atlantis Land hingga Adventure Land Romokalisari |
![]() |
---|
Sosok Suami Tumini yang 15 Tahun Tinggal Ponten Umum, Nasib Kini Harus Pindah, Bakal Dapat Bantuan |
![]() |
---|
Nasib Pengantin Nyaris Gagal Nikah Gegara Ditipu WO hingga Rugi Rp 74 Juta, Sosok Pelaku Terungkap |
![]() |
---|
Beda Cara Eri Cahyadi & Dedi Mulyadi Bina Anak Nakal, Jabar Ada Barak Militer, Surabaya Buka Asrama |
![]() |
---|
Lokasi Jan Hwa Diana Sembunyikan 108 Ijazah Eks Karyawan Terjawab, Terancam Hukuman 4 Tahun Penjara |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.