Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Lamongan

Buntut Sengketa Tanah di Bibir Pantai, Nelayan di Lamongan Geruduk Balai Desa

Paguyuban Nelayan Weringin Desa Weru, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan menggeruduk Balai Desa setempat, Senin (31/7/2023) malam.

Penulis: Hanif Manshuri | Editor: Taufiqur Rohman
Tribun Jatim Network/Hanif Manshuri
Aksi massa nelayan di Balai Desa Weru Lamongan protes terhadap kades yang berani jual tanah bibir pantai, Senin (31/7/2023). 

Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Hanif Manshuri

TRIBUNJATIM.COM, LAMONGAN - Transaksi jual beli tanah di wilayah bibir Pantai Weru Kecamatan Paciran memicu ratusan masyarakat yang tergabung dalam Paguyuban Nelayan Weringin Desa Weru, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan menggeruduk Balai Desa setempat, Senin (31/7/2023) malam.

Seperti demo umumnya, massa juga membentangkan spanduk yang berisikan sejumlah tuntutan, mendesak agar sengketa jual beli atas tanah di wilayah bibir pantai yang dinilai warga merupakan tanah kas desa.

Untuk mewadahi aspirasi dan memediasi aksi protes itu, akhirnya digelar pertemuan di Balai Desa setempat yang dihadiri Forkopimcam Paciran, Satpol PP, jajaran Pemdes Weru, BPD perwakilan LPM, tokoh masyarakat dan pemuda desa, pokmas dan pembeli tanah.

Tanah menjadi sengketa itu adalah tanah di bibir pantai yang mengalami perluasan secara alamiah karena sedimentasi.

Tanah itulah yang kemudian diperjualbelikan, meliputi tanah di bagian barat masjid dan bagian timur masjid Desa Weru.

Di sisi barat, sudah terjual belasan kavling, dan beberapa di antaranya sudah didirikan bangunan pribadi.

Sedangkan untuk wilayah timur, belum terjual dan masih sengketa.

Kepala Desa Weru, Saiful Islam kemudian berinisiatif menjual tanah di bibir pantai itu.

Sedangkan untuk mengelola dana hasil penjualan tanah, diserahkan kepada pihak pokmas Sari Mustika, yang dibentuk oleh Pemdes setempat.

Rencananya, dana atau uang hasil penjualan tanah itu bakal dialokasikan untuk pembuatan breakwater.

Akan tetapi, pengelolaan dana itu tidak dilakukan secara transparan.

Ketua BPD Desa Weru, Miftahuddin mengatakan bahwa pertemuan ini digelar agar permasalahan yang timbul di masyarakat terselesaikan.

Kepala desa juga diminta untuk mengklarifikasi sengketa aset atau tanah kas desa, utamanya status tanah di bibir pantai yang diperjualbelikan.

"Kami atas nama BPD dapat masukan ada aset atau tanah kas desa yang dipersengketakan. Mereka mempertanyakan legalitas atau status hukum tanah di bibir pantai yang diperjualbelikan tersebut," kata Miftah.

Pertemuan tadi malam itu juga tindak lanjut dari pertemuan sebelumnya, pada tanggal 5 Juli kemarin, dan belum mendapatkan titik temu.

"Dengan melibatkan beberapa unsur, termasuk dari Forkopimcam dan Bappenda, masalah ini bisa segera selesai," harapnya.

Salah satu pembeli tanah, Anick salah satu pembeli tanah di timur masjid sebesar Rp30 juta telah dibatalkan oleh penjual.

Anick bersama para pembeli lainnya menuntut agar uang yang sudah dibayarkan ke Kepala Desa segera dikembalikan.

Terungkap, menurut Manaf salah satu warga, penjualannya juga tidak pakai kwitansi resmi, dana pembayaran dinamakan sumbangan.

Selain itu, mereka yang membayar hanya diberikan sertifikat penghargaan.

Pihak panitia yang mengelola dana pembayaran pun saat dikonfirmasi tak tahu ke mana muara aliran dananya.

Sehingga, masyarakat menduga bahwa dana yang diklaim untuk pembelian batu breakwater ke pengusaha Desa Tlogosadang itu dikelola secara pribadi oleh kepala desa.

Manaf bersama masyarakat siap mengadu ke pihak kabupaten dan siap menempuh jalur hukum, jika uang yang dibayarkan tidak dikembalikan.

Sementara panitia pengelola dana, yakni Pokmas dan pihak yang dibentuk tidak mengetahui aliran dana yang masuk dan keluar.

Karena semuanya dikelola langsung oleh kades.

Menanggapi semua tuntutan itu, Kepala Desa Weru, Syaiful Islam saat di hadapan massa mengakui jika akad itu telah dibatalkan.

Dia juga mengaku bahwa dana dari penjualan tanah itu digunakan untuk membeli batu ke salah satu pengusaha di Desa Tlogosadang.

"Pembelian batu untuk breakwater itu saat ini belum finishing. Pembayaran melalui transfer."

"Kami tidak keberatan jika dibatalkan, kami pun siap untuk mendampingi jika harus dibatalkan dan harus dikembalikan uang tersebut," katanya.

Kades Syaiful ini membeberkan, tanah di beber pantai ini belum bisa disebut dengan tanah kas atau aset desa.

Lantaran tanah itu belum masuk peta blog desa. Selain itu, juga belum ada surat pernyataan yang diajukan ke pihak berwenang.

Setelah menyampaikan tuntutannya, masyarakat desa yang mayoritas nelayan itu membubarkan diri.

Mereka mengancam akan menggelar demo besar-besaran jika tuntutan mereka tak diindahkan.

Ikuti berita seputar Lamongan

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved