Breaking News
Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Surabaya

Kisah Perjuangan Anak Penjual Bubur yang Bisa Masuk Unair, Tak Menyerah Meski Ada Omongan Miring

Kartika Devina berhasil masuk Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga meskipun keluarganya memiliki keterbatasan finansial.

Editor: Januar
TribunJatim.com/ Sulvi Sofiana
Kartika Devina berhasil masuk Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga 

Laporan wartawan Tribun Jatim Network, Sulvi Sofiana

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Kartika Devina berhasil masuk Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga meskipun keluarganya memiliki keterbatasan finansial.

Tumbuh dalam keluarga sederhana, Kartika tidak menyangka akan mampu melanjutkan studi kedokteran meskipun keluarganya hanya mengandalkan penghasilan dari bapaknya yang berjualan bubur kacang ijo.

Kartika berhasil menunjukkan prestasinya dengan asal lolos melalui jalur SNBP (seleksi kuliah jalur rapor atau prestasi), selain itu biaya pendidikan didapatkan Kartika secara gratis karena beasiswa Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah.

“Dokter itu cita-cita aku sejak lahir, tapi aku sadar dengan finansial keluarga rasanya tidak yakin. Makanya aku belajar lebih keras sampai mendarah daging setiap hari," tutur Kartika.

Pekerjaan ayahnya yang harus berangkat pagi pulang petang untuk berjualan kacang ijo menjadi pemicu semangatnya untuk merubah nasib keluarga.

Namun tak jarang masih banyak masyarakat yang mengecilkan semangatnya, mengingat kuliah di kedokteran memerlukan biaya yang mahal.

Baca juga: FK Unair Jadi Tuan Rumah Kongres Pakar Bedah Saraf dari 15 Negara, Bahas Neurosurgery

Terlebih tidak jarang juga ada omongan miring.

"Banyak yang bilang kalau meskipun dengan beasiswa tidak akan mungkin bisa. Tapi aku tidak akan menyerah, kalau perlu aku kuliah sambil usaha sampai pendidikanku selesai," ujarnya.

Prestasi Kartika ternyata tidak hanya saat masuk kuliah, namun sejak SD ia sudah berprestasi. Hal ini tak lepas dari nilai yang ditanamkan di keluarganya bahwa pendidikan adalah investasi terpenting.

Hal itu yang membuatnya menjadi siswa berprestasi dan tidak pernah membayar biaya sekolah sejak SD sampai kuliah.

Sambungnya, Kartika juga selalu mendapat juara satu paralel di sekolah.

"Meskipun ayah saya hanya lulusan STM, tapi beliau selalu menekankan bahwa pendidikan adalah investasi yang panjang," terangnya.

Tak hanya menjadi siswa berprestasi, Kartika juga aktif dalam mengikuti kegiatan organisasi.

Ia bahkan menjadi ketua MPK provinsi, Green Generation, Gen Smart Indonesia dan beberapa organisasi lain.

Meski begitu tidak menjadi kendala baginya untuk mengukir prestasi di kancah internasional.

“Alhamdulillah Kartika juga ikut beberapa lomba dan salah satunya mendapat best team speaker harvest education by Asia Education dari Melbourne University," ucapnya.

Kartika juga menyusun strategi dan mengelola peluang saat pendaftaran SNBP.

Ia selalu mengikuti sharing session, dan mencari tahu seluk beluk penilaian seleksi Unair. Hal itu mengantarnya meraih mimpinya.

"Ke depan mimpi saya menjadi mahasiswa berprestasi, saya akan memanfaatkan setiap kesempatan pun pertukaran pelajar ke luar negeri untuk mengimplementasikan ilmu yang saya dapat di Unair," pungkasnya.

Kisah serupa juga terjadi beberap waktu lalu.

Baru-baru ini cerita seorang perempuan bernama Shakila Putri Ryandra akhirnya mendapat perhatian di media sosial.

15 kali gagal tes di Fakultas Kedokteran, Shakila ternyata tak pantang menyerah.

Kini dirinya masuk Unair dengan usaha yang paling maksimal.

Shakila bahkan mengaku melakukan semua perjuangannya itu sampai titik darah penghabisannya.

Bagaimana cerita Shakila bisa meraih mimpinya itu?


Kisah perjuangan Shakila Putri Ryanda, gadis yang akhirnya diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga setelah 15 kali gagal tes.

Gadis bernama Shakila Putri Ryanda atau akrab dipanggil Shasa berhasil menjadi mahasiswa baru Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK Unair) tahun ini.

Namun keberhasilan Shasa ini didapat setelah mendapat penolakan sebanyak 15 kali dari berbagai institusi lain. 

Shasa juga sempat viral di TikTok karena unggahannya yang menceritakan perjalanannya selama ini. 

Dia berbagi perjalanan unik dan mengesankan dalam perjuangan mendapatkan tempat di FK Unair.

"Saya lalui dengan banyak jatuh bangunnya. Proses ini mengajarkan saya untuk berjuang sampai titik darah penghabisan," ujar Shasa yang merupakan alumni dari SMAN 28 Jakarta. 

Ketekunan dan semangat pantang menyerah adalah dua hal utama yang memotivasi Shasa untuk tetap berjuang masuk Kedokteran. 

Ia mengaku dukungan dan motivasi dari orang-orang terdekat juga menjadi pendorong utama dalam perjuangannya. 

Shasa percaya bahwa ‘usaha tidak akan menghianati hasil’ dan yakin bahwa Tuhan memiliki rencana baik yang mungkin belum terungkap.

Menjadi seorang dokter dengan kemampuan untuk memberikan dampak besar bagi kemanusiaan merupakan impian Shasa sejak kecil.

Mimpi itu menjadi pendorong untuk terus maju dan tidak menyerah.

"Diterima di FK Unair adalah hadiah terbaik bagi saya karena mengajarkan kesabaran, kegigihan, dan keikhlasan," tambahnya.

Selain FK Unair, tahun ini Shasa berhasil membuktikan pada dirinya sendiri dengan diterima di beberapa FK lainnya. 

Shasa memiliki pertimbangan khusus dalam memilih FK Unair.

"FK Unair menjadi pilihan saya karena salah satu fakultas kedokteran terbaik dengan reputasi unggul dan merupakan kampus tertua di Indonesia. Sehingga banyak jejak rekam alumni yang unggul,"ungkapnya.

Lebih dari itu, program Kapal Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga yang ada di FK Unair menjadi magnet bagi Shasa. 

Program ini menjadi platform yang memungkinkan Shasa untuk mewujudkan aksi sosial dalam membantu masyarakat yang kesulitan mendapatkan akses kesehatan.

Program tersebut sejalan dengan inspirasi Shasa dari salah satu dokter yang menginspirasi dirinya, yaitu Rumah Sakit Apung milik dr Lie Dharmawan.

Sementara itu, Shasa mengungkapkan merasakan ketegangan saat menanti pengumuman jalur mandiri di pukul 3 sore. 

Shasa juga mengalami hal yang sama.

Awalnya, ia merasa tertekan dengan hasil pengumuman yang menolaknya. 

Namun, seiring berjalannya waktu, Shasa belajar untuk menerima hasil dengan lapang dada.

"Pengalaman ini mengajarkan saya bahwa yang penting adalah usaha yang kita berikan. Hasilnya, biarlah Tuhan yang menentukan," tutur Shasa.

Shasa menyadari bahwa menjadi mahasiswa kedokteran akan membawa tantangan dan tuntutan akademis yang tinggi. 

Namun, dia memiliki strategi khusus untuk menghadapi tekanan belajar dan tetap menjaga keseimbangan dalam kehidupannya.

"Pengalaman selama proses seleksi mengajarkan saya cara mengatur waktu dengan bijaksana," ungkap Shasa.

Prioritas utamanya adalah belajar, karena ia menganggapnya sebagai kebutuhan. 

Setelah itu, ia memberikan waktu untuk bermain dengan teman, menyalurkan hobi, dan hal-hal lain sebagai bentuk self-reward atas kerja kerasnya.

Dengan menerapkan pendekatan work-life balance, Shasa merasa bahwa dirinya mampu mengurangi tekanan dan risiko kelelahan saat belajar.

 


Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved