Berita Viral
Kisah SDN yang Hanya Punya 2 Murid Baru, Jika Tak Masuk Semua, Guru Bingung Ngajar Siapa
Inilah kisah SDN di Kayuagung OKI. Sekolah itu hanya punya 2 murid baru. Jika semua tak masuk, guru sampai bingung harus mengajar siapa?
TRIBUNJATIM.COM- Inilah kisah SDN di Kayuagung OKI.
Sekolah itu hanya punya 2 murid baru.
Jika semua tak masuk, guru sampai bingung harus mengajar siapa?
Nasib Sekolah Dasar (SD) Negeri 11 Kayuagung di Kabupaten Ogan Komering Ilir, yang saat ini kekurangan siswa karena minimnya pendaftar.
Mirisnya, hanya ada dua siswa baru yang masuk kelas 1 pada tahun ajaran 2023 ini.
Pernah suatu hari, kedua siswa ini izin tidak masuk sekolah, sehingga kelas sepi dan guru pun kebingungan.
Dilansir dari TribunsStyle, meskipun lokasinya berada di pusat kota, namun suasana Sekolah Dasar (SD) Negeri 11 Kayuagung di Kabupaten Ogan Komering Ilir ini terlihat tidak seperti SD pada umumnya.
Tidak terdengar riuh tawa anak-anak di SD yang berlokasi di Kelurahan Mangun Jaya ini.
Baca juga: Sepi Pendaftar, PPDB SMP Negeri di Trenggalek Diperpanjang, Kalah Bersaing dari Sekolah Swasta?
Padahal aktivitas belajar mengajar berjalan dengan normal.
Sejauh mata memandang, bangunan kelas yang luas tersebut ternyata hanya diduduki oleh segelintir anak-anak dan terlihat sangat sepi.
Saat ditemui, Kepala SD 11, Rahmawati melalui guru kelas, Riamawati mengatakan keseluruhan siswa-siswi di sekolah ini hanya 33 orang saja.
Jumlah itu sudah termasuk dua siswa yang baru masuk kelas 1 pada tahun ajaran 2023 ini.
"Penerimaan peserta didik baru kita tahun ini hanya 2 siswa saja dan total murid kelas 1 sampai kelas 6 ada 33 siswa," katanya kepada Tribunsumsel.com pada Senin (4/9/2023) siang.
Saat memasuki ruangan kelas 3 berukuran sekitar 6x5 meter, hanya ada tiga bangku yang ditempati siswa yang ditata berjauhan.
Empat siswa yang terdiri dari satu perempuan dan tiga laki-laki duduk saling berjauhan dengan jarak lebih dari satu meter.
Tak ada canda tawa, mereka lebih banyak diam.
"Bahkan di kelas satu hanya terdapat satu meja panjang yang terisi.""
"Jadi seakan kami para guru mengajar seperti layaknya les privat," ungkapnya.
Bahkan menurut Riamawati, perasaan sedih sangat dirasakan ketika bersamaan saat kedua orang siswanya berhalangan masuk sekolah.
"Saya sedih pernah mengajar sewaktu mereka berdua tidak masuk sekolah."
"Jadi dikelas tidak ada siswa sama sekali, tetapi saya tetap berada di dalam kelas sampai jam pelajaran selesai," tuturnya, sembari menunjukkan keadaan kelas yang sepi dan sunyi.
Dijelaskan jika kejadian minimnya jumlah siswa pendaftar tak hanya terjadi tahun ini.
Hal ini bisa dilihat dari jumlah siswa di masing-masing kelas yang tidak lebih dari lima siswa.
"Jumlah kelulusan setiap tahunnya juga selalu berkurang, tahun lalu ada 8 siswa lulus dan kemungkinan untuk tahun ini hanya ada 5 anak," bebernya.
Rela datangi rumah-rumah dan TK demi cari siswa-siswi
Rismawati menceritakan, berbagai upaya telah dilakukan sekolah untuk bisa mendapatkan siswa yang lebih banyak.
Termasuk dengan cara mendatangi rumah warga satu per satu dan bekerjasama dengantaman kanak-kanak (TK) terdekat.
Namun, hasilnya masih jauh dari yang diharapkan sekolah.
Jumlah peserta didik tetap belum bisa maksimal.
"Sudah sekitar 10 tahun belakangan murid disini sedikit."
"Tetapi puncaknya tahun ini yang hanya menerima 2 baru saja," ujarnya, padahal segala cara sudah dilakukan.
Menurutnya semakin menurunnya jumlah siswa disebabkan semakin sedikitnya jumlah anak-anak kecil di sekitar lokasi sekolah dan banyak warga juga yang pindah.
"Kalau sekarang disini yang tinggal hanya orang-orang yang sudah tua saja."
"Sedangkan anak-anak mereka banyak yang merantau dan pindah ke tempat lain,"
"Kemungkinan itulah yang menyebabkan jumlah murid disini makin menurun."
"Apalagi sekarang banyak sekolah swasta, maka pilihan orang tua semakin banyak lagi," tuturnya.
Meskipun demikian, tenaga pengajar di SD yang berjumlah 12 ini juga berharap kedepannya sekolahan semakin maju dan siswa juga menjadi ramai kembali.
"Kami terus berharap sekolah semakin ramai dan kami sebagai guru menjadi semangat mengajar," pungkasnya.
Kisah serupa juga terjadi di tempat lain, beberapa waktu lalu.
Sebanyak sepuluh SMP swasta di Surabaya sepi peminat pada masa Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMP tahun ini.
Atas temuan tersebut, Wali Kota mengusulkan agar masing-masing sekolah dapat digabungkan atau merger.
Ditemui seusai bertemu Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP Swasta di ruang kerjanya, Selasa (25/7/2023), Wali Kota mengungkapkan bahwa sepinya peminat untuk masing-masing sekolah tersebut bukan hanya tahun ini. Namun, sejak 4 tahun belakangan.
Menurutnya, salah satu tantangan yang harus dihadapi masing-masing sekolah tersebut adalah persaingan kualitas dengan sekolah lain. Karenanya, Pemkot juga akan memberikan pendampingan agar sekolah tersebut bisa meningkatkan kualitas hingga menarik minat siswa.
"Kami coba berikan kesempatan. Kami sepakat dengan MKKS, dua tahun ke depan kita lihat jumlah muridnya seperti apa. Sambil dia (sekolah) menaikkan kemampuannya. Kalau misalnya (dua tahun ke depan) sudah tidak bisa lagi, ya sudah," kata Cak Eri.
Apabila masih sepi pendaftar, maka salah satu solusi yang ia tawarkan adalah penggabungan sekolah atau merger. "Karena kasihan, kalau sekolah ini tidak dimerger, muridnya dua atau tiga (anak), terus bagaimana operasional sekolah ini?," katanya.
Ia menampik anggapan penyebab turunnya jumlah siswa sekolah swasta karena para siswa lebih banyak mendaftar di SMP negeri. Sebab, data menunjukkan bahwa jumlah siswa yang diterima SMP swasta cenderung meningkat dibandingkan yang diterima di SMP negeri.
Berdasarkan data Dinas Pendidikan Surabaya, sebanyak 17.044 anak yang diterima masuk SMP Negeri Surabaya. Sedangkan jumlah siswa yang masuk lembaga swasta mencapai 17.146 anak.
Jumlah siswa yang diterima SMP Negeri ini turun selama dua tahun terakhir. "Jika tahun-tahun sebelumnya, SMP Negeri itu bisa menerima sampai 20.000 siswa pada tahun 2021. Kemudian turun menjadi 19.000 siswa di tahun 2022," katanya.
Sedangkan untuk lembaga SMP swasta, jumlah tersebut cenderung meningkat. Mengingat, pada 2022 lalu sekolah swasta baru mencapai 16 ribu siswa.
Wali Kota Eri mengungkap, peraturan Menteri Pendidikan telah mengatur terkait jumlah maksimal rombongan belajar (rombel) dan siswa pada SMP Negeri. Yang mana, jumlah peserta didik maksimal adalah 32 anak per-rombel dengan jumlah maksimal 10 rombel tiap satuan pendidikan.
"Sehingga aturan (Menteri) itu kita jalankan. Karena semakin banyak siswa, semakin banyak rombel, maka semakin tidak bisa murid itu dipantau oleh gurunya," katanya.
Apabila siswa di lembaga swasta dan negeri digabungkan, maka total anak yang mendaftar ke SMP di Surabaya di tahun ini mencapai 34.190 siswa. Jumlah tersebut masih di bawah jumlah lulusan SD di Surabaya yang mencapai 38 ribu siswa.
"Memang ada 4.000 anak yang lulus (SD) yang belum kita ketahui (sekolahnya). Ini biasanya mondok (sekolah di Pondok Pesantren). Nah, ini nanti kita akan lihat," ujarnya.
Koordinator MKKS SMP Swasta Surabaya, Erwin Darmogo menyatakan, opsi penggabungan sekolah yang sepi siswa menjadi pilihan terakhir. Sebelum hal itu dilakukan, pihaknya bersama Dinas Pendidikan melakukan pendampingan.
Baik dalam meningkatkan mutu pendidikan sekolah maupun mendukung pembiayaan. "Untuk merger, harus ada komunikasi. Baik antara Dispendik dengan MKKS, sekolah, juga yayasannya," katanya.
Pihaknya bersama pemkot juga akan menelusuri 4.000 lulusan SD di Surabaya yang belum masuk ke SMP negeri maupun swasta. Apabila belum mendaftar, pihaknya akan mendorong masing-masing siswa mendaftar di lembaga swasta.
Erwin juga menjelaskan, bahwa ada beragam pilihan SMP swasta di Kota Surabaya. Mulai dari SMP skala nasional hingga lembaga pendidikan yang berbasis agama. "Nah, pilihlah yang dekat dengan rumah dan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan anak-anak," imbaunya.
Selain di Surabaya, sekolah di daerah lain juga kesulitan mendapatkan murid.
Bahkan sejumlah sekolah negeri diketahui tidak mendapatkan siswa kelas satu pada pembelajaran tahun ini.
Seperti Sekolah Dasar Negeri (SDN) 2 Kedungrejo, Desa Kedungrejo, Kecamatan Kerek.
Jika ditotal kelas 1-6, jumlah siswa SDN 2 Kedungrejo tersebut tidak banyak, hanya 13 pelajar.
"Jumlah siswa hanya 13, kelas 1 dan 4 tidak ada murid," kata Guru Kelas IV SDN 2 Kedungrejo, Dina Endrian kepada wartawan, Rabu (19/7/2023).
Ia menjelaskan, minimnya siswa di sekolah tempatnya mengajar dikarenakan sarana dan prasarana yang kurang memadai, tidak adanya taman kanak-kanak juga menjadi salah satu penyebab.
Bahkan untuk tahun ajaran baru ini tidak ada siswa yang mendaftar.
Kondisi ruang kelas satu tampak kosong dan tidak terpakai. Hanya terlihat kursi dan meja guru di depan, sementara untuk kursi siswa ditempatkan di kelas lain.
"Sudah empat tahun kesulitan mendapatkan murid SD disebut, berharap Pemerintah memberikan perhatian lebih terhadap infrastruktur serta sarana prasarana belajar di sekolah," pungkasnya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, sejumlah sekolah dasar tidak mendapat murid pada tahun ajaran baru.
Di antaranya SDN Kedungrejo 2 Kerek, SDN Dasin 1 Tambakboyo dan SDN Banjar Widang.
Upaya konfirmasi terkait sejumlah SD tidak mendapat siswa sudah dilakukan kepada Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Tuban, Abdul Rahmat, namun belum mendapat tanggapan
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com
Kayuagung OKI
kekurangan siswa
Ogan Komering Iliri
Tribun Jatim
TribunJatim.com
berita viral terkini
Baim Umur 15 Tahun Sakit Gagal Ginjal, Siti Rohmani Bolak-balik Pinjol untuk Berobat: Anak Cuma 1 |
![]() |
---|
20 Nama Deretan Komandan Upacara HUT RI di Era Jokowi Jabat Presiden |
![]() |
---|
Sosok Ade Kuswara Kunang, Bupati Bekasi Dijuluki Raja Bongkar Oleh Dedi Mulyadi, Punya Harta Rp81 M |
![]() |
---|
Karyawan Toko Tak Sadar Rp 5 Juta Lenyap setelah Dimintai Sumbangan Agustusan |
![]() |
---|
Pantas Sukmawati Tak Mau Terima Brpida Farhan Lagi? Ditinggal saat Akad Nikah: Akhirnya Seperti Ini |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.