Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Pemilu 2024

Respon Gibran Rakabuming Usai MK Tolak Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres, Akui Sibuk: Tanya MK

Keputusan MK membuat Gibran Rakabuming Raka kehilangan peluang untuk menjadi Cawapres di Pilpres 2024

Editor: Torik Aqua
Tribun Jateng/ Mahfira Putri Maulani
Walikota Surakarta, Gibran Rakabuming Raka - Respon Gibran tanggapi MK tolak gugatan batas usia Capres-Cawapres 

Dissenting Opinion

Kendati demikian, ada dissenting opinion atau perbedaan pendapat dari hakim Suhartoyo dan hakim M Guntur Hamzah.

Hakim Suhartoyo mengatakan, gugatan yang diajukan perlu dicermati yaitu terkait persayratan keseluruhan dalam pencalonan presiden dan wakil presiden sebagaimana ditentukan dalam pasal 169 UU Nomor 7 Tahunn2017.

Suhartoyo mengatakan, pada hakikatnya persyaratan untuk menjadi capres-cawapres adalah persyaratan yang melekat pada calon yang akan mendaftarkan.

Baca juga: Profil 9 Hakim MK di Sidang Putusan Batas Usia Minimal Capres-Cawapres, Ada Adik Ipar Jokowi

Sehingga belum dapat dikaitkan dengan persyaratan lainnya terkait pendaftaran sebagai capres-cawapres.

"Misalnya berkaitan dengan tata cara pengusulan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 6A ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan 'Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum', serta tata cara penentuan, pengusulan dan penetapan sebagaimana di antaranya dimaksudkan dalam Pasal 221 dan Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017," katanya.

Suhartoyo mengungkapkan, filosofi dan esensi dari Pasal 169 UU 7 Nomor 2017 hanya berlaku untuk subjek hukum yaitu orang yang mencalonkan diri sebagai capres atau cawapres.

Alhasil, Suhartoyo mengatakan ketika ada orang lain yang tidak mencalonkan diri sebagai capres-cawapres menggugat pasal tersebut, maka hal tersebut tidak dapat dilakukan.

"Oleh karena itu, ketika seseorang yang pada dirinya bukan sebagai subjek hukum yang akan mencalonkan diri sebagai calon presiden dan calon wakil presiden, maka sesungguhnya subjek hukum dimaksud tidak dapat mempersoalkan konstitusionalitas norma Pasal 169 UU Nomor 7 Tahun 2017," katanya.

"Dengan demikian terhadap para pemohon tidak terdapat adanya anggapan kerugian baik aktual maupun potensial dan oleh karena itu terhadap para pemohon tidak relevan untuk diberikan kedudukan hukum atau legal standing dalam permohonan a quo dan oleh karenanya seharusnya Mahkamah menegaskan permohonan a quo tidak memenuhi syarat formil dan menyatakan permohonan para pemohon tidak diterima," sambung Suhartoyo.

Sementara hakim M Guntur Hamzah berpendapat bahwa permohonan uji materil dari pemohon dikabulkan sebagian sehingga pasal yang digugat dinyatakan inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah'.

Pernyataan Guntur ini dilandasi dengan anggapan bahwa penentuan batas usia capres-cawapres adalah tatanan konstitusional yang ingin dibentuk dan diharapkan berlaku ajeg dan elegan.

"Serta menghentikan praktik penentuan batas usia yang berubah-ubah tanpa ukuran konstitusional yang jelas dalam menentukan usia yang tepat untuk menjadi calon Presiden atau calon Wakil Presiden," kata Guntur.

Guntur menegaskan bahwa penyelesaian polemik batas usia capres-cawapres ini dapat diselesaikan dalam kerangka hukum konstitusi sesuai dengan tugas hakim dan keweangan Mahkamah menurut Pasal 24 ayat (1) dan pasal 24C UUD 1945.

Kemudian, Guntur mengatakan, secara historis, bahwa usia Presiden atau Wakil Presiden di Indonesia pernah dijabat oleh seseorang yang berusia di bawah 40 tahun atau 35 tahun ke atas.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved