Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Pemilu 2024

4 Hakim MK Kuak Alasan Beda Pendapat soal Putusan Batas Usia Capres dan Cawapres, Simak Sosoknya

Simak sosok 4 hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang memiliki dissenting opinion atau pendapat berbeda soal putusan batas usia capres dan cawapres.

|
Editor: Elma Gloria Stevani
Kolase Tribunnews.com/mkri.go.id
Dari kiri ke kanan: Saldi Isra, Wahiduddin Adams, Suhartoyo, dan Arief Hidayat. Adapun sosok empat hakim MK ini menolak untuk mengabulkan perkara yang digadang-gadang merupakan "karpet merah" bagi putra sulung Jokowi, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka, untuk maju sebagai cawapres di Pilpres 2024. 

"Bahwa berdasarkan uraian pertimbangan hukum tersebut di atas, saya berpendapat terhadap permohonan a quo, Mahkamah Konstitusi seharusnya juga tidak memberikan legal standing kepada pemohon dan oleh karenanya tidak ada relevansinya untuk mempertimbangkan pokok permohonan, sehingga dalam amar putusan a quo 'menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima'," kata Suhartoyo.

Suhartoyo saat ini menjabat sebagai hakim konstitusi dalam periode keduanya.

Ia hakim yang diusulkan oleh MA dan dilantik pada untuk periode pertama pada 7 Januari 2015 dan berakhir 7 Januari 2020.

Periode kedua ia dilantik pada 7 Januari 2020 dan bakal berakhir pada 15 November 2029.

Dari data yang dihimpun, Björn Dressel dan Tomoo Inoue dalam kajian ilmiahnya di jurnal Constitutional Review pada bulan Desember 2018 menemukan Suhartoyo, bersama mantan hakim konstitusi I Dewa gede Palguna dan Ahmad Syarifuddin Natabaya, merupakan yang paling cenderung berpihak pada pemerintah dalam memutuskan sebuah perkara.

Kajian itu mencatat Suhartoyo berpihak kepada pemerintah dalam 52 persen kasus yang diadili oleh MK.

Ia juga tercatat sebagai salah satu dari lima hakim yang paling sering mengeluarkan dissenting opinion, yaitu pada 47 persen kasus di bawah mantan hakim Achmad Roestandi, Palguna, dan Natabaya.

Presiden Jokowi Menghadiri Pengucapan Sumpah Ketua dan Wakil Ketua MK Masa Jabatan 2023-2028, Ruang Sidang Pleno Gedung I MK, Jakarta, Senin (20 Maret 2023). Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman, Hakim Mahkamah Konstitusi Enny Nurbaningsih, Suhartoyo, Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Saldi Isra, yang akan menjalankan tugasnya pada masa jabatan 2023-2028. (Biro Pers Setpres/Lukas/HO/Tribunnews)
Presiden Jokowi Menghadiri Pengucapan Sumpah Ketua dan Wakil Ketua MK Masa Jabatan 2023-2028, Ruang Sidang Pleno Gedung I MK, Jakarta, Senin (20 Maret 2023). Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman, Hakim Mahkamah Konstitusi Enny Nurbaningsih, Suhartoyo, Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Saldi Isra, yang akan menjalankan tugasnya pada masa jabatan 2023-2028. (Biro Pers Setpres/Lukas/HO/Tribunnews) (Biro Pers Setpres/Biro Pers Setpres)

Dalam pengujian konstitusionalitas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi, Suhartoyo bergabung dengan mayoritas hakim yang menyatakan bahwa undang-undang tersebut membatasi hak terpidana dalam meminta grasi, sehingga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.

Dalam amar putusannya, Suhartoyo menegaskan bahwa grasi sangat penting "tidak hanya kepentingan terpidana", tetapi juga "untuk kepentingan negara terhadap besarnya beban politik yang ditanggung atas penghukuman terpidana yang mungkin ada kaitannya dengan tekanan rezim kekuasaan".

Kabulkan Gugatan Pengagum Gibran

Diberitakan sebelumnya, MK mengabulkan syarat capres-cawapres berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah.

Putusan atas gugatan dengan nomor perkara 90/PUU-XXI/2023 yang dilayangkan mahasiswa Universitas Surakarta (Unsa), Almas Tsaqibbirru, itu diketok Ketua MK Anwar Usman pada Senin, 16 Oktober 2023. Almas mengaku sebagai pengagum Gibran.

Hakim MK mengabulkan sebagian gugatan.

"Mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusannya, Senin 16 Oktober 2023.

Anwar mengatakan, MK telah menyatakan Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum  yang menyatakan berusia paling rendah 40 tahun bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah. 

"Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam berita negara RI sebagaimana mestinya," kata Anwar Usman.

Salah satu hakim MK, Guntur Hamzah mengatakan, pertimbangannya mengabulkan gugatan itu karena beberapa negara telah mengatur batas usia pemimpinnya di bawah 40 tahun.

"Tren kepemimpinan global semakin cenderung ke usia yang lebih muda, dengan demikian dalam batas penalaran yang wajar usia di bawah 40 tahun dapat saja menduduki jabatan baik sebagai presiden maupun wakil presiden sepanjang memenuhi kualifikasi tertentu yang sederajat atau setara," kata Guntur saat membacakan amar putusannya.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com

 

---

Berita Jatim dan Berita Viral lainnya

Informasi lengkap dan menarik lainnya di GoogleNews TribunJatim.com

Sumber: Tribunnews.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved