Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Hidup Pilu Para Sebatang Kara Meninggal di Jalan Jasad Ditelantarkan di RS, Tak Terurus oleh Negara

Beginilah kepiluan hidup para sebatang kara yang meninggal di jalanan ternyata jasadnya ditelantarkan di rumah sakit dan tak terurus oleh negara.

Penulis: Ignatia | Editor: Mujib Anwar
Bangkapos.com
Foto hanya ilustrasi - jenazah yang berada di kamar mayat dan telantar 

TRIBUNJATIM.COM - Ternyata memang memilukan hidup para sebatang kara yang meninggal dunia di jalanan.

Orang-orang kecil tersebut rupanya tidak terurus oleh negara.

Kisah pilu dialami beberapa orang yang meninggal dunia tanpa diketahui keluarganya.

Mereka yang tak diketahui keluarganya siapa itupun terpaksa disimpan jasadnya di Rumah Sakit.

Kondisi ini tentu saja memprihatinkan.

Seperti dikutip Tribun Jatim dari penelusuran Kompas.com, rupanya kondisi ini kerap kali terjadi dan menimpa para rakyat kecil.

Bantuan yang digelontorkan pemerintah tak menjangkau rakyat kecil sebatang kara, misalnya saja seperti Y (40) dan N (73).

Mereka meninggal begitu saja, tidak terurus oleh negara.

Y meninggal dunia di atas trotoar, Jalan H Fachruddin, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Jumat (27/10/2023).

Sehari-hari, wanita itu dikenal sebagai pemulung yang biasa mencari sampah botol bekas, besi bekas, hingga kardus di bilangan Tanah Abang.

Baca juga: Ayah Sakit Diabetes, Anak Mantan Pemain PSIS Terpaksa Jadi Pemulung, Terusir dari Kos Tak Bisa Bayar

Polisi berujar, Y tidak memiliki rumah tetap.

Tak ada yang mengetahui pula dari mana ia berasal.

"Sehari-hari tidur di pinggir jalan," ujar Kanit Reskrim Polres Metro Tanah Abang Komisaris Kukuh Islami, sesaat setelah penemuan jasad Y.

Boro-boro memiliki BPJS atau terdaftar sebagai penerima bantuan pemerintah, Y bahkan tak memiliki kartu tanda penduduk (KTP).

Ilustrasi pemulung
Ilustrasi pemulung (Tangkapan layar)

Akibatnya, jasadnya hanya disimpan dan telantar di kamar jenazah RSCM, Jakarta Pusat.

Dari keterangan sesama pemulung, polisi mendapatkan informasi, Y punya riwayat penyakit kelenjar getah bening.

Nasib Y serupa dengan N (73).

Lansia penjual jamu itu hidup sebatang kara di sebuah kontrakan petak kecil, Jalan Sungai Kampar X Terusan, Nomor 34, Cilincing, Jakarta Utara.

Pada Senin (30/10/2023), N ditemukan meninggal dunia dengan kondisi nyaris membusuk di dalam kontrakannya.

Ilustrasi
Ilustrasi (alazharpeduli)

Tetangga terkejut atas tewasnya N.

Beberapa di antara mereka langsung teringat keluhan N yang mengalami sesak napas beberapa hari sebelum ditemukan meninggal dunia.

N sendiri dikenal memiliki riwayat penyakit jantung dan darah tinggi.

Namun, N sedikit lebih beruntung dibandingkan Y.

Menurut petugas dasawisma lingkungan setempat, N terdaftar sebagai penerima BPJS gratis dari pemerintah.

Baca juga: Dianggap Tak Becus Urus Jenazah, Puluhan Warga Desa di Magetan Sampai Demo Minta Modin ini Mundur

"Kartu Indonesia Sehat atau PKH Lansia sih enggak dapat dia. Tapi, BPJS gratis, setahu saya, ada," ujar sang petugas.

Sayangnya, N tidak dapat memanfaatkan betul fasilitas layanan kesehatannya.

Sebab, prosesnya dianggap rumit dan berbelit.

Apalagi, N tinggal seorang diri sehingga tak ada yang bisa membantu mengurus administrasinya.

Baca juga: 2 Jenazah Terlantar Belum Dimakamkan Terkendala Biaya, Selama Hidup Keluarga Tak Ada, Bukan ODGJ

Y dan N merupakan potret kemiskinan ekstrem di DKI Jakarta.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) awal 2023 mencatat, jumlah orang miskin di Ibu Kota mencapai 0,89 persen atau setara 95.668 jiwa dari total 10,7 juta penduduk.

Dibandingkan dengan Maret 2021, angkanya naik 0,29 persen.

Pada Maret 2021, persentase warga miskin di Jakarta berada angka di 0,6 persen.

Pendataan jadi sorotan Pengamat Sosial Universitas Indonesia Devie Rahmawati menyayangkan peristiwa nahas yang menimpa Y dan N.

Terlebih, itu terjadi di ibu kota negara.

Ilustrasi jenazah di Klaten yang ternyata tinggal dengan istrinya selama 3 hari
Ilustrasi jenazah di Klaten yang ternyata tinggal dengan istrinya selama 3 hari (TribunTrends.com)

Menurut Devie, semestinya DKI Jakarta menjadi role model cara negara mengurus rakyatnya, terutama dalam hal pendataan masyarakat prasejahtera agar dapat diberi bantuan pemerintah.

"Begitu Jakarta berhasil, rapi, saya yakin semua daerah akan lebih mudah melakukan proses administrasi (pendataan bantuan pemerintah)," ujar Devie.

Pemerintah, baik pusat maupun provinsi, diharapkan memberikan informasi yang detail dan sistematis terkait pendataan rakyat miskin yang belum tersentuh bantuan pemerintah.

Dengan begitu, perangkat pemerintah yang tingkatannya lebih rendah bisa melakukan pendataan dengan baik.

"Tentunya yang punya kewajiban RT dan RW, itulah kenapa mereka ditunjuk sebagai pimpinan lingkungan. Lingkungan mereka kan enggak semuanya punya rumah," imbuh Devie.

Baca juga: Lemasnya Orang Tua Dosen UIN Sambut Jenazah, Tak Percaya Anak Dibunuh Kuli Bangunan, ‘Ada Sesuatu’

Di sisi lain, Devie mendorong setiap warga untuk lebih peka terhadap lingkungan di sekitarnya.

Apabila ada orang yang memerlukan bantuan, sejatinya siapa pun dapat mendorong aparat pemerintahan tingkat bawah untuk memasukkan orang itu ke dalam program bantuan pemerintah.

"Caranya tentu berbeda-beda. Ada yang mungkin pakai rapat adat dulu, ada yang pakai grup WhatsApp untuk kasih tahu, ‘Yuk, bapak ibu ramai-ramai kita mulai perhatikan kanan-kiri kita kalau ada saudara yang kurang beruntung’. Mengaktifkan kultur tadi harus ada modifikasi, setiap daerah berbeda," ujar Devie.

"Yang krusial adalah semangat untuk melaporkan diri, mendatakan diri, sehingga niat baik pemerintah yang sudah sangat serius (menyediakan layanan masyarakat) bisa merata dirasakan oleh semua orang," lanjut dia.

Berita viral lainnya

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved