Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Surabaya

Wasting dan Stunting Jadi Ancaman Terwujudnya Generasi Emas, Dokter Spesialis Anak Imbau Ini

Tidak hanya stunting, banyak juga anak-anak di berbagai daerah yang mengalami wasting dan underweight yang dapat menjadi ancaman

Penulis: Nur Ika Anisa | Editor: Samsul Arifin
Pediatrics Of Florence
Tumbuh kembang anak dipengaruhi inisiasi menyusui dini setelah bayi lahir, pemberian ASI eksklusif sampai bayi berusia enam bulan dan lengkapi imunisasi. 

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Dokter Spesialis Anak dan Tumbuh Kembang Sosial Prof. Dr. dr. Rini Sekartini, Sp.A(K) mengatakan, malnutrisi pada anak masih menjadi masalah utama di Indonesia. 

Tidak hanya stunting, banyak juga anak-anak di berbagai daerah yang mengalami wasting dan underweight yang dapat menjadi ancaman bagi terwujudnya generasi emas. 

Prof. Dr. dr. Rini Sekartini, Sp.A(K) menjelaskan, stunting lebih dari sekedar perawakan pendek, yaitu kondisi malnutrisi akibat dari kekurangan asupan nutrisi, atau penyakit yang kronik mengakibatkan kegagalan seorang anak untuk mencapai tinggi badan sesuai potensi genetiknya.  

Sudah dibuktikan melalui riset, seseorang anak yang mengalami stunting akan memiliki tingkat kecerdasan yang lebih rendah, performa di sekolah yang menurun, kemampuan fisik yang lebih rendah, dan lebih mudah untuk jatuh sakit.  

“Pada jangka panjang dan level Nasional, hal ini akan berakibat pada menurunnya kemampuan ekonomi negara,” ungkapnya kepada Tribun Jatim, belum lama ini. 

Baca juga: Cegah Stunting, Ratusan Siswi di Ponorogo Sarapan dan Minum Tablet Tambah Darah Bersama Kang Giri

Sementara untuk wasting, atau lebih dikenal sebagai gizi buruk, dijelaskan Prof Rini, ditandai dengan kurangnya asupan nutrisi yang bersifat akut. Wasting terutama pada anak berusia kurang dari dua tahun juga berdampak jangka panjang yang buruk. 

“Pada dua tahun pertama kehidupan seorang anak, otak berkembang dengan sangat pesat. Bila seorang anak mengalami wasting hingga gizi buruk, maka perkembangan otak akan terganggu,” ungkapnya. 

Pada jangka panjang perkembangan otak yang terganggu dapat mengakibatkan menurunnya kecerdasan seorang anak dan menurunnya kualitas hidup saat dewasa nanti. 

Anggota dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) ini juga mengatakan, masalah malnutrisi harus dilakukan pencegahan sejak dini. Periode 1000 hari pertama kehidupan (HPK) merupakan masa yang paling krusial. 

Ia menyarankan, pastikan melakukan inisiasi menyusui dini setelah bayi lahir, pemberian ASI eksklusif sampai bayi berusia enam bulan dan lengkapi imunisasi.

“Yang sering menjadi periode kritis adalah pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) sejak usia enam bulan,” ungkapnya. 

Sehingga sangat penting untuk memantau berat badan dan tinggi badan anak, serta memasukkannya dalam kurva pertumbuhan. 

Seringkali seorang anak belum akan mengalami kondisi wasting atau stunting pada usia enam bulan pertama kehidupan karena kebutuhan nutrisinya masih mudah dipenuhi dengan pemberian ASI. 

Akan tetapi, pada usia enam bulan saat anak mulai dikenalkan dengan MPASI, seringkali kenaikan berat badan dan tinggi badan seorang anak menjadi tidak optimal. 

WHO sudah mengeluarkan edaran, bahwa MPASI yang baik adalah dengan diberikan pada waktu yang tepat, yaitu saat bayi berusia enam bulan atau sebelum itu bila kebutuhan nutrisi sudah tidak dapat dipenuhi dengan ASI. 

Kedua, jumlah yang cukup, yaitu mencukupi kebutuhan kalori, zat gizi makro dan mikro bayi. Ketiga yaitu proses pembuatannya higienis dan diberikan menggunakan tangan dan peralatan yang bersih. 

Ke empat sesuai, baik teksturnya yang sesuai dengan kemampuan usia bayi, diberikan sesuai keinginan lapar dan kenyang bayi, serta diberikan dalam frekuensi yang benar.

“Baiknya sejak pemberian MPASI, ibu sudah mulai mengenalkan anak dengan beraneka ragam makanan dan rasa, karena akan mempengaruhi selera makan anak hingga dewasa nanti,” ungkap dr. Rini. 

Selain itu, menurutnya, MPASI harus memiliki kandungan karbohidrat, lemak dan protein, terutama protein hewani yang tinggi zat besi. Zat besi adalah salah satu elemen kunci dalam optimalisasi periode 1.000 HPK, termasuk untuk pencegahan stunting

Saat ini sebagai upaya untuk memudahkan dan memenuhi kebutuhan MPASI bayi, sudah banyak produk MPASI fortifikasi. Dipaparkan, terdapat studi yang mengungkapkan bahwa bayi mengonsumsi MPASI homemade menunjukkan kadar hemoglobin, serum feritin, dan zat besi serum yang lebih rendah dibandingkan dengan bayi yang mendapatkan MPASI fortifikasi. 

“Di Indonesia, MPASI fortifikasi juga dalam pengawasan ketat dari BPOM yang tidak mengizinkan MPASI fortifikasi mengandung pengawet, pewarna atau perisa serta tidak boleh memiliki kandungan gula dan garam yang tinggi,” ungkapnya.

Banyaknya fenomena ibu yang bekerja dan sulit memastikan pembuatan MPASI yang baik, membuat MPASI fortifikasi dapat menjadi pilihan dalam memenuhi kebutuhan gizi bayi. 

Salah satu keunggulan MPASI fortifikasi adalah memiliki kandungan vitamin dan mineral terutama besi yang sudah mencukupi kebutuhan bayi, sehingga orang tua tidak perlu repot menghitung kandungan vitamin dan mineral dalam MPASI buatan rumah, karena sudah terjamin dipenuhi oleh MPASI fortifikasi.

“Bagi orang tua yang memiliki keterbatasan waktu dan khawatir dalam memenuhi kebutuhan zat gizi makro dan mikro anak, MPASI fortifikasi dapat menjadi pilihan bagi si kecil,” tutup dr. Rini Sekartini.

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved