Sidang Tuntutan Eks Bupati Sidoarjo
Mantan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah Akan Jalani Sidang Vonis Kasus Gratifikasi Rp 44 Miliar
Mantan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah akan menjalani sidang putusan vonis kasus gratifikasi Rp 44 miliar.
Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Dwi Prastika
Laporan Wartawan TribunJatim.com, Luhur Pambudi
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Mantan Bupati Sidoarjo dua periode, Saiful Ilah (74), terdakwa kasus dugaan gratifikasi sebesar Rp 44 miliar dijadwalkan akan menjalani sidang putusan vonis, di Ruang Sidang Candra, Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (11/12/2023) sekitar pukul 09.00 WIB.
"Iya, insyaallah pembacaan vonis Senin jam 09.00 WIB," ujarnya saat dihubungi TribunJatim.com, Minggu (10/12/2023) malam.
Pembacaan vonis tersebut, akan dilakukan oleh Ketua Majelis Hakim, I Gede Suarta.
Pada Kamis (7/12/2023) kemarin, terdakwa Saiful Ilah membacakan nota pembelaannya atau pleidoi pribadinya di hadapan majelis hakim yang berlangsung hampir sejam.
Kemudian, dilanjutkan pembacaan nota pembelaan yang disampaikan langsung anggota tim penasehat hukum (PH) terdakwa, yang diketuai Mustofa Abidin, yang berlangsung sejak siang hingga malam hari.
Ternyata pembacaan pleidoi terdakwa yang berjam-jam lamanya itu, langsung ditanggapi oleh, pihak JPU KPK melalui replik secara lisan yang berlangsung selama lima menit.
Mengulas kembali sidang agenda sebelum, terdakwa Saiful Ilah mengaku merasa berat karena akibat rentetan kasus hukum yang menimpanya beberapa tahun belakangan ini, membuat cucu-cucunya yang masih bersekolah sempat mengalami perundungan (bullying).
Semenjak terlibat kasus hukum dalam operasi tangkap tangan 2019 silam, terdakwa Saiful Ilah merasa dipermalukan harga dirinya. Apalagi dirinya harus mengenakan pakaian tahanan KPK berwarna oranye dan menjalani masa tahanan di penjara.
"Silih berganti anak cucu saya datang untuk sambang. Entah apa yang terpikir dalam benaknya, 'kenapa kakek yang dulunya seorang bupati berakhir begini.' Hukuman pertama telah memberikan hukuman yang sangat menyedihkan menyakitkan dan menghancurkan saya beserta keluarga saya," ujarnya saat membacakan pleidoi, pada Kamis (7/12/2023).
"Bahkan terhadap cucu-cucu saya yang masih sekolah SD, SMP dan SMA, di hadapan teman-temannya, mereka merasa dirasani (digunjing) dan bisik-bisik karena kakeknya seorang mantan bupati yang diborgol dan dituduh korupsi di siaran televisi. Termasuk istri saya tercinta menderita hingga meninggal dunia, pada waktu saya ditahan di Polda Jatim, 20 September 2021," tambahnya.
Selain itu, menurut terdakwa Saiful Ilah, perkara kedua yang menjeratnya kali ini, harus dikategorikan sebagai Ne Bis In Idem; perkara dengan obyek, para pihak dan materi pokok perkara yang sama.
Mengingat, penyitaan terhadap barang-barang miliknya, sudah terjadi pada penyitaan perkara nomor 32/Pidsus/KPK/2020/PN Surabaya.
Pada proses hukum tingkat pertama, lanjut terdakwa Saiful Ilah, KPK sudah leluasa menyita seluruh harta benda di rumah dinas, atau di rumah pribadinya.
Ia menganggap, seharusnya JPU dapat melakukan tuntutan menggunakan Pasal 11 saja, namun juga menambahkan Pasal 12B secara bersamaan.
Namun, dia mempertanyakan mengapa dilakukan peradilan perkara secara berbeda. Sehingga setelah menjalani hukuman pertama, ia harus masuk lagi menjalani hukuman atas perkara kedua.
"Eksepsi saya ditolak dengan alasan itu pokok perkara. Majelis hakim bisa memutuskan putusan lepas dari hukum. Karena perkara yang diajukan sudah pernah diajukan oleh JPU," ungkapnya.
Ia menganggap kebebasannya hilang, saat pertama kali ditangkap KPK dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) dan ditetapkan sebagai tersangka.
Terdakwa Saiful Ilah juga mengaku, dalam keadaan kondisi tidak berdaya, linglung, untuk mempertahankan barang pribadi sebagai barang yang didapatkan secara sah.
"Pada saat itu, KPK dengan bebas dan leluasa menggeledah barang-barang milik saya untuk dijadikan sebagai alat bukti," jelasnya.
Terdakwa Saiful Ilah merasa dalam proses penggeledahan tersebut, terdapat sejumlah benda berharga miliknya pribadi yang diketahui hilang.
Benda yang disebut hilang itu, di antarnya dua jam tangan bermerek Rolex dan enam cincin batu pertama yang berornamen berlian. Harganya Rp 60 juta per cincin.
"Bahkan barang-barang pribadi saya, ada yang belum dicatat yaitu 2 jam merek Rolex, masih baru, tapi tidak ada didaftar. Dan juga mungkin 5-6 batu permata yang dilingkari berlian saya beli di Martapura Haji Yusuf. Bisa ditanyakan di Haji Yusuf. Hilang tidak ada di daftar. Saya beli di sana harganya Rp 40-50 juta cincinnya itu," katanya.
Kemudian, JPU KPK Arif Suhermanto menanggapi pleidoi terdakwa Saiful Ilah secara rinci dari poin-poin terpenting yang perlu diberikan tanggapan secara lisan.
Menurutnya, pleidoi yang menyatakan perkara ini terkategori sebagai Ne Bis In Idem perkara, tidak mendasar.
Karena kasus kedua yang dijalani terdakwa Saiful Ilah, disebut berbeda dengan kasus suap yang didakwakan kepada terdakwa terdahulu, yang menerima pemberian dari pengusaha sebesar Rp 350 juta.
"Terkait pleidoi yang menyatakan Ne Bis In Idem perkara ini, tidak mendasar," ujar JPU KPK Arif.
Kemudian, mengenai tuduhan dalam pleidoi terdakwa yang menyebut KPK meminta uang sebesar Rp 4,1 miliar.
JPU KPK Arif menegaskan, pihaknya KPK tidak pernah meminta uang sebesar Rp 4,1 miliar, tetapi hanya Rp 2,7 miliar.
Uang senilai tersebut dipergunakan untuk melunasi kredit terdakwa yang sebelumnya mengeluarkan deposito sebagai agunan jaminan kredit terdakwa di BTN.
"Itu sudah disampaikan dalam tuntutan," tegasnya.
Lalu, soal sejumlah barang pribadi yang disebut terdakwa Saiful Ilah hilang. JPU KPK menyebutkan, benda berupa dua jam tangan Rolex dan lima cincin batu pertama dilingkari berlian yang hilang dan tidak masuk daftar sita.
Bahkan, ia menafsirkan, penyampaian terdakwa tersebut mengandung tuduhan serius yang tidak memiliki dasar sama sekali.
Bahwa, kegiatan penggeledahan di kantor bupati selalu didokumentasikan oleh penyidik dan disaksikan oleh pihak yang menguasai objek bangunan yakni Aan Ali Fauziansyah, kabag protokol dan rumah tangga, yang juga belakangan diketahui masih kerabat terdakwa Saiful Ilah.
Sehingga kegiatan penggeledahan yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi dan penyitaan diketahui dengan baik oleh Aan Ali Fauziansyah.
Tak cuma itu, lanjut JPU KPK Arif, dalam berita acara dan serah terima penyitaan, ditandatangani oleh Aan Ali Fauziansyah, yang juga menyaksikan dan bertanggung jawab atas pendopo atau rumah dinas bupati.
Dengan demikian, daftar perkara barang bukti dalam perkara hukum, adalah barang-barang yang sesuai dengan hasil penggeledahan yang disaksikan oleh Aan Ali Fauziansyah.
"Kami jujur menanggapi bahwa penyampaian terdakwa tersebut mengandung tuduhan serius yang tidak memiliki dasar sama sekali," ungkapnya.
JPU KPK Arif menganggap, pengakuan yang disampaikan oleh terdakwa Saiful Ilah mengenai perolehan sejumlah benda berharga tersebut, perlu dilakukan pemeriksaan kebenaran.
Yang artinya, sangat dimungkinkan untuk ditemukan adanya unsur delik pidana yang tertinggi.
Dan tak menutup kemungkinan atas hal tersebut terdakwa Saiful Ilah dapat dilakukan proses hukum lebih lanjut.
JPU KPK Arif mengatakan, sejumlah benda perhiasan tersebut tidak didaftarkan oleh terdakwa Saiful Ilah dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
"Dan mengingat barang barang yang disebutkan terdakwa dalam pleidoinya tidak tercantum dalam LHKPN-nya, tentu pengakuan terdakwa tersebut, perlu didalami kebenarannya yang dimungkinkan adanya delik pidana yang tertinggal atas perbuatan terdakwa yang bisa diproses hukum lebih lanjut," pungkasnya.
Kemudian, terdakwa Saiful Ilah diberikan kesempatan oleh majelis hakim untuk memberikan tanggapan atas penjelasan JPU KPK atas pembacaan pleidoi tersebut.
Terdakwa Saiful Ilah mengatakan, pihaknya mengakui benda-benda tersebut merupakan miliknya pribadi dan diketahui hilang setelah dirinya bebas atau rampung menjalani hukuman di lembaga pemasyarakatan.
Namun, ia secara tegas tidak menuduh pihak KPK yang menghilangkan benda-benda tersebut. Dan, terdakwa Saiful Ilah juga menegaskan, dirinya tetap pada pembelaannya atas pembacaan replik lisan dari JPU KPK.
"Apa yang saya katakan sejak sidang di sini sebagai terdakwa. Memang barang saya tidak masuk dalam daftar itu, tapi saya tidak menuntut KPK dari awal dari penyidikan, saya tidak menuduh KPK, saya tidak menuduh KPK," ujar terdakwa Saiful Ilah.
"Saat mengambil barang-barang saya itu, saya tidak ada. Tapi saat begitu saya pulang ada kesempatan 1 tahun 2 bulan saya cari tapi memang jam Rolex itu tidak ada dan beserta cincin-cincinnya. Tapi saya tidak menuduh KPK," pungkasnya.
PH Terdakwa Saiful Ilah, Mustofa Abidin juga mengatakan, pihaknya tetap konsisten pada pembelaan yang telah dibacakan.
"Mendengarkan replik yang disampaikan oleh JPU secara lisan setelah kami cermati kami putuskan bahwa kami tetap pada apa yang kami sampaikan dalam pleidoi yang barusan kami bacakan," jelas PH Mustofa Abidin.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.