Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Alasan Warga Desa di Sumenep Tidur Beralas Pasir Pantai, Warisan Budaya Leluhur, Jadi Terapi Khusus

Apa sebenarnya alasan di balik warga desa di Sumenep yang tidur beralaskan pasir pantai? Ternyata sudah menjadi warisan budaya leluhur.

Penulis: Ignatia | Editor: Mujib Anwar
Grid.ID
Warga desa di Sumenep yang tidur beralaskan pasir pantai, alasannya kini terungkap. 

TRIBUNJATIM.COM - Alasan warga desa di Sumenep tidur beralaskan pasir pantai ternyata karena melaksanakan budaya leluhur.

Tidur di atas ranjang atau kasur adalah hal yang lazim ditemui.

Bahkan hampir dilakukan oleh sebagian orang.

Ya, keberadaan kasur yang empuk memang membuat orang nyaman memakainya untuk alas tidur.

Namun hal berbeda justru dilakukan warga Desa Legung Timur, Kecamatan Batang-batang, Sumenep, Jawa Timur ini.

Bagaimana tidak, warga desa itu justru kebanyakan tidur di atas tumpukan pasir pantai.

Dilansir dari akun instagram @daeengg dikutip Tribun Jatim dari Grid.ID, beredar video yang memperlihatkan hampir semua warga desa di tempat itu memiliki pasir yang digunakan untuk tidur.

Warga sendiri di rumahnya ternyata sudah menyiapkan tempat mirip kolam.

Yang kemudian di isi dengan pasir sebagai pengganti kasur.

Dimana tak cuma untuk tidur, namun bisa juga dijadikan tempat bermain untuk anak-anak.

Baca juga: VIRAL TERPOPULER: Guru Bawa Lamborghini Rp 9 M ke Sekolah - Kronologi ‘Cinderella’ Tewas Overdosis

"Ini bisa ditiduri, bisa untuk main anak-anak, jangankan orang tua bayi pun bisa ditaruh di sini," ujar pemilik rumah dalam video.

Bahkan agar terlihat makin mirip dengan tempat istirahat, warga juga memakai bantal dan guling di kolam pasir itu.

Sementara itu, melansir dari Kompas.com, aksi warga sumenep tidur di atas pasir merupakan warisan budaya leluhurnya.

Bahkan mereka juga meyakini tidur beralaskan pasir bisa menjadi terapi kesehatan untuk menghindari berbagai penyakit.

Pasir buat alas di dalam rumah
Pasir buat alas di dalam rumah (Instagram)

Terungkap pula, pasir yang dipakai pakai warga ternyata berasal dari tepi Pantai Lombang, sekitar empat kilometer dari Legung Timur.

Sebelum digunakan, pasir tersebut pun dipilih yang berasal dari galian sedalam 1 meter.

Setelahnya, pasir akan dicuci dengan air tawar dan dijemur sampai sekarang kering.

Usai semua proses tersebut dilakukan, warga akan mulai mengayak pasir untuk menyaring kotoran tersisa dan kerikil.

Sehingga yang didapat terakhir adalah pasir yang memiliki teksur yang halus dan siap digunakan.

Baca juga: Tinggalkan Kasur, Ratusan Warga di Madura Lebih Pilih Tidur di Pasir, Ada yang Sampai Melahirkan

Selain warisan budaya di atas, ada pula warisan budaya lain yang terkenal di Madura yakni Carok.

Dalam masyarakat Madura, carok dimaknai sebagai bentuk mempertahankan harga diri terutama dalam perkara suami terhadap istrinya.

Carok menjadi lambang kekuasaan suami terhadap istrinya sehingga terbentuk budaya berumah tangga terutama pada cara menerima tamu, cara berpakaian, dan pernikahan antar keluarga.

Selain itu, carok juga menjadi pembentuk budaya pemukiman masyarakat Madura.

Baca juga: Arti Kata Allahumma Shoyyiban Nafian, Doa Ketika Hujan yang Selalu Dibaca Nabi Muhammad SAW

Dari segi status sosial, carok dijadikan alat untuk memperoleh kekuasaan dan melambangkan kekuatan bagi kerabat dan lingkungan sosial pelakunya.

Oleh karenanya, pemenang dalam carok akan menyimpan senjata yang dipakai untuk membunuh serta mengubur mayat lawannya di pekarangan rumah.

Hal ini dilakukan sebagai bentuk pewarisan dendam kepada keturunan dari pelaku carok.

Pelaku Carok Madura Dikenal Sabar, Dulu Ditampar Korban saat Main Voli, Warga: Siapa yang Gak Marah
Pelaku Carok Madura Dikenal Sabar, Dulu Ditampar Korban saat Main Voli, Warga: Siapa yang Gak Marah (YouTube TV One - TribunBogor)

Sejarahnya, carok dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu ngonggai dan nyelep.

Ngonggai yaitu menantang lawan secara terang-terangan dengan mendatangi rumahnya.

Sedangkan nyelep yaitu menyerang lawan dari samping atau dari belakang saat dalam keadaan lengah.

Selain itu, carok juga dapat terjadi secara mendadak tanpa ada persiapan sebelumnya. Ini terjadi saat ada pelecehan harga diri secara tiba-tiba.

Baca juga: Arti Kata Nepo Baby, Julukan yang Diberikan Timnas AMIN kepada Gibran, Singkatan dari Nepotism Baby

Carok secara terang-terangan memerlukan tiga syarat yaitu kadigdajan, tampeng sereng, dan banda.

Kadigdajan berarti pihak yang akan berkelahi harus memiliki kesiapan secara fisik dan mental yaitu bela diri dan keberanian.

Tampeng sereng berarti memiliki tubuh yang kebal, sedangkan banda adalah biaya yang harus disiapkan untuk memulai carok dan menanggung biaya setelahnya.

Banda digunakan untuk membayar mantra tubuh kebal, membiayai ritual kematian dari pelaku carok yang terbunuh serta meringankan hukuman dalam putusan sidang peradilan.

Baca juga: Arti Kata King Maker, Viral Presiden Jokowi Sebut Presiden Boleh Kampanye di Pilpres 2024

Dalam sejarah, carok hanya dilakukan jika pihak yang akan berkelahi telah menerima persetujuan dari keluarganya.

Selain itu, carok harus dilakukan dii tempat yang sepi dan sulit dijangkau oleh masyarakat.

Para pelaku carok juga harus mengenakan pakaian adat Madura dan hanya diperbolehkan menggunakan celurit sebagai senjata.

Sebelum carok dimulai, diadakan tukar celurit dan penyampaian pesan kepada keluarga masing-masing apabila terbunuh.

Berita viral lainnya

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved