Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Surabaya

Saksi Bisu Perjuangan Arek Suroboyo Melawan Penjajah, Inilah Langgar Dukur Kayu Berusia 131 Tahun

Saksi Bisu Perjuangan Arek Suroboyo Melawan Penjajah, Inilah Langgar Dukur Kayu Berusia 131 Tahun

TribunJatim.com/Bobby Koloway
Musholla Langgar Dukuh Kayu berdiri di Lawang Seketeng Peneleh, Genteng Surabaya dengan berbahan dasar kayu jati. Bangunan berdiri sejak Januari 1893 silam. 

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Berpredikat sebagai Kota Pahlawan, Surabaya memiliki sejumlah bangunan yang sarat dengan nilai sejarah.

Di antaranya, ada Langgar Dukuh Kayu yang berdiri sejak 1893 silam dan konon pernah menjadi salah satu lokasi diskusi para pejuang kemerdekaan.

Sesuai namanya, musholla Langgar Dukuh Kayu berdiri di Lawang Seketeng Peneleh, Genteng Surabaya dengan berbahan dasar kayu jati. Sekalipun berusia lebih dari satu abad, tiang-tiangnya masih kokoh menyangga bangunan dua lantai sehingga berfungsi sebagaimana musholla pada umumnya.

Momen bocah mengaji did dalam Musholla Langgar Dukuh Kayu berdiri di Lawang Seketeng Peneleh, Genteng Surabaya dengan berbahan dasar kayu jati. Bangunan berdiri sejak Januari 1893 silam.
Momen bocah mengaji did dalam Musholla Langgar Dukuh Kayu berdiri di Lawang Seketeng Peneleh, Genteng Surabaya dengan berbahan dasar kayu jati. Bangunan berdiri sejak Januari 1893 silam. (TribunJatim.com/Bobby Koloway)

"Tahun pembuatan langgar ini didasarkan pada tulisan arab Pegon yang terbaca dalam bahasa Jawa: Awitipun jumeneng puniko langgar tahun 1893 sasi setunggal. Yang kalau diartikan, mulai didirikan tahun 1893 bulan pertama," kata Ketua Kelompok Sadar Wisata Kampung Sejarah Lawang Seketeng (Pokdarwis), Andri Adi Kusumo, ditemui di langgar ini.

Mushola ini berdiri megah di tengah perkampungan Lawang Seketeng. Menurut Andri, kawasan tersebut awalnya merupakan kawasan kosong.

Mengutip penjelasan sejumlah sejarawan, aula langgar sering digunakan pejuang sebagai lokasi pertemuan di sela pertempuran. "Bangunan ini merupakan bangun panggung. Lantai 2 dipakai sebagai lokasi ibadah. Lantai pertama untuk aula pertemuan," kata Andri.

Tak seperti masjid modern, mushola ini berdiri tanpa kubah. "Bangunan lawas yang dibangun sebelum orde baru biasanya tanpa kubah. Di sini, juga ada relief-relief bergambar teratai yang memang sedikit dipengaruhi suasana Hindu-Budha serta gambar bintang yang banyak dikaitkan dengan bintang Majapahit," katanya.

Dinding Mushola ini juga masih dilapisi kayu penutup atau yang sering disebut sirap. "Sirap ini kalau dihitung, tidak sama dengan orang satu dengan yang lainnya," katanya.

Mirip barisan pada sisik ikan, sirap tersebut melambangkan sebuah barisan yang tertata. "Ini seperti waktu Sholat, harus tertata rapi," katanya menjelaskan makna filosofis bangunan ini. 

Baca juga: Berkah Ramadan, Petrokimia Gresik Bantu Ribuan Guru Ngaji, Salurkan Ratusan Kitab Suci Alquran

Di dalam Mushola, masih ditentukan beberapa barang yang diduga merupakan peninggalan masa lalu. Di antaranya, beberapa naskah tulisan tangan, ukiran kaligrafi, tombak, tongkat, peti, hingga kunci pintu (grendel) dan engsel yang hasil produksi dari Belanda. 

"Bahkan, ada naskah kuno berisi jadwal waktu sholat. Tulisannya menggunakan arab Pegon dengan hitungan 5 hari Jawa di atas dluwang (Daluang/kertas berbahan kulit pohon)," tandasnya.

Satu di antara yang juga menarik adalah Al-Qur'an menggunakan tulisan tangan. Menurut Andri, para ulama di tempat ini menuliskan tersebut di atas buku kosong pemberian Belanda.

"Belanda seringkali memberikan cinderamata. Karena ini yang diberikan adalah ulama, maka yang diberikan adalah buku kosong. Oleh ulama, dituliskan Al-Qur'an dengan tulisan yang begitu indah," tandasnya.

Menurutnya, Presiden RI pertama Soekarno semasa masih kecil juga pernah belajar mengaji di lantai bawah Langgar Dukur Kayu. Salah satu guru ngaji Soekarno kecil yang bernama Mbah Pitono juga dimakamkan tak jauh dari makam.

Hal ini relevan mengingat lokasi lahir Bung Karno tak jauh dari tempat ini. Sebagaimana diketahui, Bung Karno lahir di Jalan Pandean IV No.40, Peneleh, Surabaya.

Tak hanya itu, kawasan ini juga berdekatan dengan kediaman HOS Tjokroaminoto. Oleh Pemkot Surabaya, bangunan yang beralamat di Jalan Peneleh Gg. VII No.29-31 tersebut kini telah menjadi museum.

Sejak 2019, Pemkot Surabaya pun telah menetapkan Langgar Dukur Kayu ini sebagai bangunan cagar budaya. Di samping mushola, juga telah berdiri sentra kuliner yang sekaligus menjadi jujugan pengunjung untuk mengisi perut.

Tak hanya sholat jemaah, memasuki bulan Ramadhan musholla ini pun menjadi lokasi buka bersama, sholat tarawih, hingga tadarus para warga Lawang Seketeng. Saban hari, tempat ini tak pernah sepi dari kehadiran jemaah.

Di antaranya adalah Nabil dan Andrian, dua siswa kelas 5 Sekolah Dasar di kawasan ini yang saban hari membaca Al-Qur'an di masjid ini. "Saya tahu dari orang tua kalau masjid ini bersejarah," katanya.

"Kalau malam, biasanya memang jadi lokasi sholat tarawih. Saya dan teman-teman juga ngaji di sini," kata siswa usia 12 tahun ini. 

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved