Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Magetan

Nasib Mbah Semi Kehidupannya Bikin Risma Nangis, Kondisi Kini Terungkap, Rumah Tak Ada Listrik

Nasib Mbah Semi kehidupannya bikin Mensos Risma nangis, kondisi kini terungkap.

Penulis: Alga | Editor: Mujib Anwar
KOMPAS.COM/SUKOCO - TRIBUNJATIM.COM/FEBRIANTO RAMADANI
Kondisi Mbah Semi yang kehidupannya bikin Mensos Risma nangis 

TRIBUNJATIM.COM - Apakah Anda masih ingat sosok Mbah Semi yang sempat jadi sorotan?

Pasalnya Mbah Semi sempat utang beras demi makan hingga bikin Mensos Risma nangis.

Kini terungkap kondisinya, ternyata rumah tak ada listrik.

Mbah Semi merupakan seorang nenek berusia 90 tahun.

Ia tinggal di sebuah rumah kecil, Desa Gebyog, Kecamatan Karangrejo, Kabupaten Magetan.

Tidak ada barang elektronik yang dimiliki Mbah Semi.

Hanya sebuah lampu neon dengan sinar mulai redup, menerangi seisi ruangan rumah Mbah Semi.

Nampak kamar tidur Mbah Semi digabung jadi satu dengan ruang makan.

Kemudian pada sebelah kamar tidur ada ruang tamu, yang dipisahkan dengan lemari pakaian dan gorden. 

Bahkan di ruang tamu juga tidak ada sofa duduk atau meja kecil, layaknya rumah pada umumnya.

Dinding rumah Mbah Semi terpasang plakat yang bertuliskan Kegiatan Penyediaan Sarana Perumahan Terutama Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah atau MBR.

Sang keponakan, Wintarti mengatakan, Mbah Semi mempunyai dua adik yang masih berada di satu desa namun beda rumah.

"Di rumah sini setiap pagi sama siang, kalau malam Mbah Semi tidur di rumah ponakan," jelasnya.

"Jaraknya dekat," ujar Wintarti, Kamis (21/3/2024).

Baca juga: Mensos Risma Nangis Mbah Semi Utang Beras Demi Makan, Tertunduk saat Dengar Kisahnya di Rapat DPR

Dirinya mengungkapkan, sejak dari dulu, Mbah Semi tidak mau diajak tinggal ke rumah ponakan.

"Betul Mbah Semi tinggal di rumah ini sendirian, dulunya ada nenek sama ibunya. Punya anak satu meninggal. Suami sudah wafat," ungkap Wintarti.

Meski tinggal sebatang kara, namun tetangga sekitar ikut menaruh rasa perhatian terhadap Mbah Semi.

"Soal yang disebutkan Mbah Semi pekerja kerupuk lempeng, Mbah Semi kadang kalau di rumah sendirian, jenuh."

"Pengin aktivitas membantu usaha kerupuk milik tetangga depan rumahnya," bebernya.

Lebih lanjut Wintarti membantah jika Mbah Semi tidak dapat bantuan.

Dirinya mengaku sering mengambil bantuan dari pemerintah, lalu diserahkan langsung kepada Mbah Semi.

"Saya ambil Bantuan Bunda Kasih Rp300 ribu. Saya kasih semua tapi tidak mau, mintanya seminggu Rp50 ribu sampai Rp100 ribu."

"Sisanya saya tabung buat kebutuhan Mbah Semi seperti pijat atau obat obatan," paparnya.

"Kadang-kadang masak, kalau tidak cocok sama lauk pauk dari bantuan permakanan. Masaknya di rumah sini," tutup Wintarti.

Sementara itu, ketika berusaha diwawancarai oleh para wartawan, sesekali Mbah Semi menjawab pertanyaan dengan menggunakan Bahasa Indonesia.

"Alhamdulillah kondisi saya sehat, selamat. Saya tinggal sendiri. Malam tidur di rumah ponakan. Saya sepuh tidak kerja, jadi cuma bersih-bersih rumah. Bersyukur dapat bantuan beras," tandasnya.

Keponakan Mbah Semi, Wintarti, ketika melihat kondisi Mbah Semi,Desa Gebyog, Kecamatan Karangrejo, Kabupaten Magetan, Kamis (21/3/2024)
Keponakan Mbah Semi, Wintarti, ketika melihat kondisi rumahnya di Desa Gebyog, Kecamatan Karangrejo, Kabupaten Magetan, Kamis (21/3/2024). (TribunJatim.com/Febrianto Ramadani)

Sebelumnya kisah Mbah Semi sempat jadi sorotan karena sampai utang beras.

"Ini tadi pulang dari membuat opak, upahnya seikhlasnya, kadang sehari Rp5.000 untuk beli beras," Mbah Semi mengawali ceritanya, Minggu (28/1/2024).

Mbah Semi tak jarang mendapatkan bantuan dari tetangga, namun ia juga mengatakan, terkadang sampai mengutang ke warung demi makan.

Di meja kecil, tampak tempat nasi yang di dalamnya berisi nasi dingin.

Mbah Semi mengaku belum memasak karena tak memiliki uang untuk membeli beras.

"Itu nasi dikasih tetangga kemarin. Hari ini belum masak karena beras habis, mau ngutang ke toko di depan sana," kata dia.

Mbah Semi mengaku melihat beberapa hari ini para tetangganya menerima kerta kupon daftar sebagai penerima beras miskin 10 kilogram.

Bantuan tersebut akan diberikan dari bulan Januari hingga bulan Juni 2024 mendatang.

Namun sayangnya, nama Mbah Semi tidak tercantum di data Penyasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) sebagai salah satu penerima beras bagi warga miskin.

"Tetangga sudah menerima kupon, katanya mau dapat beras 10 kilogram. Nama saya juga tidak ada," ucapnya lirih, melansir Kompas.com.

Mbah Semi mengatakan, namanya tidak dimasukkan dari daftar penerima bantuan beras.

Diketahui selain bekerja sebagai pembuat kerupuk beras, ia juga mengharap bantuan tetangga untuk makan sehari-hari.

"Kadang kalau selamatan dikasih berkat, kalau tidak ya ngutang di toko yang ada di perempatan sana."

"Paling satu kilogram itu isinya tiga kaleng, bisa untuk makan beberapa hari," tutur Mbah Semi.

Mbah Semi
Mbah Semi (KOMPAS.COM/SUKOCO)

Kepala Desa Gebyog, Suyanto, menjelaskan soal sejumlah warganya yang renta dan hidup sebatang kara di desanya justru tidak masuk sebagai penerima bantuan beras.

Beberapa waktu lalu, Suyanto mengaku sempat menanyakan soal permasalahan dalam musyawarah rencana pembangunan daerah.

Akan tetapi dengan acuan data dari pusat, ia mengaku tidak bisa berbuat apa-apa.

"Kami tidak terlibat dalam pendataan, data ini katanya dari pusat, tapi saya pastikan yang digunakan ini data lama."

"Karena selain warga miskin tidak terdata, ada warga yang punya mobil dua malah masuk data penerima bantuan."

"Warga yang sudah meninggal juga masih ada datanya, masuk sebagai penerima bantuan beras," papar Suyanto.

Soal Mbah Semi yang tidak mendapatkan bantuan, Suyanto mengatakan, mengakomodasi melalui BLT Dana Desa, namun bantuan tersebut dilaksanakan secara bergiliran.

"Kita bantu melalui DD yang 25 persen, tetapi penerimanya bergantian menyesuaikan anggaran," ucapnya.

Baca juga: Sosok Fathir Jadi Hafiz Quran Meski Dihina Tetangga Gegara Autis, Belajar Menghafal dari Murotal

Sementara itu Kepala Dinas Sosial Kabupaten Magetan, Parminto Budi Utomo mengatakan, dari hasil kroscek dengan pendamping, Mbah Semi sudah menerima bantuan dari pemerintah berupa perbaikan rumah tidak layak huni.

Mbah Semi juga disebut menerima bantuan program Bunda Kasih dari pemerintah daerah.

Sebagai informasi, program Bunda Kasih merupakan program bantuan pangan senilai Rp300.000 yang dititipkan kepada sanak keluarga atau warung yang dekat dengan penerima bantuan yang diwujudkan dalam bentuk makanan, diberikan dua kali sehari.

"Mbah Semi memiliki keponakan yang bertanggung jawab dengan kehidupannya berada di satu wilayah beda RT."

"Sebenarnya Mbah Semi diminta tinggal di rumah keponakannya, namun tidak bersedia hanya malam hari saja dijemput," kata dia.

"Kadang jalan sendiri untuk tidur di rumah keponakan karena takut jika hujan rumah bocor dan ada ular."

"Bantuan BPNT sejak 2021 terhenti, ter-cover Bunda Kasih dan permakanan," katanya.

Lebih lanjut, berdasarkan laporan pendamping yang diterima Dinas Sosial, Mbah Semi bekerja bukan untuk memenuhi kebutuhan makan, tetapi untuk mengisi kegiatan sehari-hari daripada menganggur.

"Mbah Semi sangat sehat untuk aktivitasnya membantu depan rumah di industri kerupuk. Bukan untuk mencari makan, tapi sebagai aktivitas biar tidak gabut bahasa kerennya," ucapnya.

"Memang mengeluh tidak dapat bantuan beras, hanya kepengin kok tetangganya dapat, tapi (dirinya) tidak, karena untuk makan dan kehidupan sangat tidak kekurangan," pungkas Parminto.

Mbah Semi tidak terdaftar penerima bantuan raskin, warga pemilik mobil malah yang dapat
Mbah Semi tidak terdaftar penerima bantuan raskin, warga pemilik mobil malah yang dapat (KOMPAS.COM/SUKOCO)

Kisah Mbah Semi ini lantas terdengar oleh Menteri Sosial, Tri Rismaharini.

Risma menangis ketika rapat kerja (Raker) bareng Komisi VIII DPR RI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (19/3/2024).

Saat itu Risma mendengar cerita Mbah Semi melalui anggota Komisi VIII DPR RI fraksi Partai Golkar, Ali Ridha yang menceritakan kehidupan Mbah Semi.

Mbah Semi disebut hidup sebatang kara dan tidak masuk dalam data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS).

Ali Ridha mengatakan, dirinya mengetahui hal itu pertama kali ketika membaca berita dari TribunJatim.com.

"Hidup sebatang kara dan dia harus menghidupi dirinya sendiri dengan bekerja membuat kerupuk lempeng itu dengan bayaran Rp5 ribu dan itu tentu tidak cukup untuk menghidupi dirinya," kata Ali di ruang rapat Komisi VIII, dikutip dari Tribunnews.com.

Ali mengungkapkan, dirinya sudah mencari alamat rumah Mbah Semi dan langsung mengunjunginya.

"Dan benar memang orang ini memang sebatang kara dan kebetulan dia memasak, mohon maaf bu karena tidak ada beras, dia harus memakan tahu dan kacang panjang yang direbus tanpa menu apapun," ujar Ali dengan suara bergetar menahan air mata.

Menurutnya, Mbah Semi bahkan seringkali melihat tetangganya menerima bantuan dari pemerintah, sementara dirinya tidak.

"Yang kasihan itu dia seringkali melihat tetangganya menerima berapa kali bantuan, ya mungkin tetangganya memang layak dibantu, tetapi dirinya tidak menerima bantuan," ungkapnya.

Ali meminta Mensos Risma untuk membenahi persoalan tersebut.

Terlebih, dalam beberapa kasus ada yang menerima bantuan meski seharusnya tidak layak.

Mendengar cerita Ali, Risma pun tampak tertunduk.

Bahkan dia sempat mengambil tisu mengusap air matanya.

Mensos Tri Rismaharini menangis saat rapat di DPR, Selasa (19/3/2023) dan Mbah Semi, wanita usia 90 tahun yang hidup sebatangkara.
Mensos Tri Rismaharini menangis saat rapat di DPR, Selasa (19/3/2023), mendengar kisah Mbah Semi (via Tribunnews.com)

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved