Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Aksi Viral Siswa Berbaris Beri Wali Kelas THR Tuai Pro Kontra, Pengamat Pendidikan Ingatkan 1 Hal

Sejumlah siswa berbaris membawa THR untuk diberikan ke wali kelasnya viral di media sosial. Adapun THR tersebut berupa makanan dan minuman.

via Tribun Trends
Sejumlah siswa berbaris membawa THR untuk diberikan ke wali kelasnya viral di media sosial. Adapun THR tersebut berupa makanan dan minuman. 

TRIBUNJATIM.COM - Sejumlah siswa berbaris membawa THR untuk diberikan ke wali kelasnya viral di media sosial.

Adapun THR tersebut berupa makanan dan minuman.

Namun aksi siswa beri wali kelas THR ini justru menuai pro kontra dari warganet.

Peristiwa viral ini satu di antaranya diunggah ulang akun X @tanyaknrl.

Dalam unggahan itu terlihat sejumlah siswa yang berbaris dan membawa THR berupa makanan dan bahan minuman untuk wali kelasnya.

“THR untuk wali kelas 2A. Semoga berkah,” tulis keterangan dalam foto.

Baca juga: Sindir Kasus Korupsi Timah Rp271 T, Guru Sentil Tas Jebol Siswa & Gaji Honorer Cuma Rp200 Ribu

Hingga kini unggahan itu pun ditonton lebih dari 1,3 juta kali dan menuai beragam reaksi warganet.

“Duhhh nanti jadi kebiasaan ya gak sih? Gimana kalo ada orang tuanya yang gapunya ya,” tulis pengunggah.

Lalu, bagaimana tanggapan pengamat pendidikan?

Dikutip dari Kompas.com, pengamat pendidikan sekaligus CEO Jurusanku.com, Ina LIem menerangkan tindakan itu adalah salah satu bentuk gratifikasi.

Meski tindakan itu didasari oleh perasaan sukarela, namun ada unsur tekanan sosial yang terjadi dalam kasus tersebut.

Ketika semua anak memberikan barang kepada guru, anak yang tidak memberi dan hanya duduk saja mungkin akan merasa malu.

Tangkapan layar video viral siswa SD beri guru THR yang viral di media sosial.
Tangkapan layar video viral siswa SD beri guru THR yang viral di media sosial. (via Tribun Trends)

“Selama ada namanya, atau kelihatan orangnya siapa, meskipun orangnya mengatakan kalau hal tersebut merupakan bentuk terima kasih, itu merupakan gratifikasi,” ungkap Ina saat dihubungi, Selasa (2/4/2024), dikutip dari Kompas.com.

Menurut Ina, dari pihak guru, akan ada rasa "sudah diberi sesuatu" sehingga dapat memicu pilih kasih atau favouritsm secara tidak sengaja.

Ia juga mempertanyakan tujuan orangtua atau wali murid melakukan tindakan tersebut.

Ina berpendapat terkadang ada orangtua atau wali yang ingin merasa anaknya mendapatkan posisi 'aman' di dalam kelas.

Posisi “aman” yang dimaksud juga mempunyai motif yang beragam, seperti mendapatkan nilai yang baik, menaikkan nilai, atau mengikutsertakan anak untuk lomba.

Jadi, orangtua atau wali nantinya akan bertindak membaik-baikkan tenaga pendidikan yang bertugas untuk memberikan nilai kepada anaknya.

“Selama ada tujuan seperti itu dari orangtua, mereka akan selalu menemukan kesempatan untuk melakukan hal tersebut, seperti hadiah untuk kenaikan kelas, hari raya, atau lainnya,” ujar Ina.

Baca juga: Sosok Iwan Calon Siswa TNI Tewas Dibunuh Serda Adan, Pekerja Keras, Rajin Latihan Demi Jadi Prajurit

Tak bisa langsung larang

Ina melanjutkan, apabila nantinya dinas terkait karena memberikan hukuman karena viralnya video itu, hal tersebut tidak akan berdampak signifikan.

Hal-hal kecil semacam itu seharusnya dihilangkan secara bertahap, bukan langsung dihilangkan begitu saja.

“Ya memang kita tidak bisa menyangkal ya, kalau di Indonesia budaya memberi dan berterima kasih ini sangat kuat. Kalau langsung larangan bisa dianggap ekstrem di Indonesia,” katanya.

Terkait dengan adanya kemungkinan alasan gaji yang rendah, Ina berpendapat tindakan tersebut juga kurang tepat.

Apabila ada permasalahan gaji yang kurang mencukupi.

Idealnya guru yang merasakan hal tersebut meminta kepada kepala sekolah untuk mengorganisir kegiatan secara bersama-sama.

“Misal ada guru honorer dengan gaji yang tidak layak dan orang tua siswa ingin berterima kasih karena ingin memberi lebih, kalau bisa diorganisir dan sifatnya bukan paksaan,” terangnya.

Baca juga: Eks Calon Siswa TNI Dihabisi Polisi Militer, Keluarga Korban Dibohongi Pelaku, Minta Uang Rp3,7 Juta

Solusi mencegah gratifikasi

Kemudian Ina menerangkan masih ada solusi lain untuk mencegah adanya gratifikasi di lingkungan sekolah.

Ia mencontohkan, sebagai ungkapan rasa terima kasih, mungkin sekolah bisa melakukannya secara kolektif dan tidak bersifat individu.

Nantinya, para siswa yang ingin memberikan, akan meletakkannya begitu saja di dalam kardus.

Apabila sumbangan tersebut berupa uang, siswa dapat diminta untuk memasukkannya ke dalam amplop tanpa nama.

“Kalau kolektif seperti ini jadi lebih baik, siapa saja mau menyumbang boleh. Dan itu nanti akan dibagikan secara merata ke para pendidik,” tuturnya.

Menurut Ina, solusi seperti ini lebih mengedepankan rasa berbagi karena tidak ada identitas (anonim) dan antar pendidik pun tidak ada rasa kecemburuan.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews Tribunjatim.com

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved