Berita Madura
Tangis Umi Kalsum Rawat Anak Lumpuh dan Anak Angkat di Gubuk Reyot, Penghasilan Seminggu Rp 50 Ribu
Tak terbendung air mata Umi Kalsum rawat anaknya yang lumpuh serta anak angkatnya di gubuk reyot yang nyaris roboh, hidupnya sangat getir.
Penulis: Ignatia | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNJATIM.COM - Tangis Umi Kalsum rawat anaknya yang sakit lumpuh dan masih harus dibebani besarkan anak angkat kini tak terbendung.
Air mata itu bercucuran turun di pipi Umi Kalsum saat menyadari kini kesulitan dalam menjalani kehidupannya itu.
Suara perbincangan orang-orang di luar rumah membangunkan Nadila (7) dari tidurnya.
Ia memanggil ibunya, Umi Kalsum dengan suara isyarat. Maklum, Nadila tidak bisa berbicara layaknya anak pada umumnya.
Umi bergegas masuk ke dalam kamar anaknya.
Ia pun menggendong Nadila karena di usia 7 tahun belum juga mampu berjalan.
"Nadila ini lahir kembar yang saya pungut dari kakak saya. Saudara kembarnya saat ini sudah sekolah kelas 1 SD. Nadila sendiri sejak usia 3 tahun sudah mengalami gangguan saraf hingga tidak bisa bicara dan berjalan," kata Umi Kalsum saat ditemui di rumahnya, Rabu (8/5/2024), seperti dikutip TribunJatim.com dari Kompas.com
Umi Kalsum tinggal berempat di sebuah gubuk tua yang sudah nyaris roboh. Muhammad Ikhwan, suaminya bekerja sebagai pencari rongsokan.
Anak kandungnya, Camelia Agustin (15) sudah duduk di bangku SMP kelas VII.
Penghasilan keluarga ini tak menentu. Kadang seminggu Rp 50.000.
Baca juga: Syahrini Akui Hamil Anak Reino? Jawaban Incess soal Kondisi Kesehatan Disoroti, Sahabat Berikan Doa
Sedangkan Umi sendiri, jadi pembantu rumah tangga panggilan.
Tinggal di sebuah rumah yang sudah reyot, membuat keluarga ini selalu dihantui ketakutan.
Genting-gentingnya mulai berjatuhan.
Kayu-kayu penyanggah genting dan dinding banyak yang lapuk.

Bahkan ada yang sudah patah.
"Yang paling menakutkan, saat hujan dan angin. Rumah ini seperti mau roboh karena sambil goyang-goyang," ujar Umi.
Pada bagian atap yang bolong, saat panas, cahaya matahari masuk ke dalam ruangan.
Saat hujan, air masuk membasahi ruangan.
"Kalau hujan, airnya saya tadahi pakai ember agar tidak membanjiri kamar," terang Umi.
Sehari-hari, Umi selalu dirundung kesedihan dan tangisan melihat kondisi rumahnya.
Baca juga: Sosok Mbah Hardjo Jamaah Haji Tertua Asal Ponorogo, Berusia 1 Abad Lebih, Dulunya Seorang Pejuang
Kondisi ekonomi yang minus, belum mampu memperbaiki rumahnya.
"Sudah berkali-kali pemerintah desa mengajukan bantuan ke pemerintah kabupaten, tapi mungkin karena belum rejeki saya sehingga belum ada sampai sekarang," ungkapnya.
Selain bertahan di gubuk reyot, Umi dan suaminya masih punya beban merawat anak angkat.
Mereka mengangkat anak dari saudaranya yang punya anak kembar.
Namun setelah anak angkatnya berusia 3 tahun, mulai ada kelainan fisik.
Baca juga: Mbah Pucung Jadi Orang Pertama yang Kembalikan Formulir Pendaftaran ke PDI Perjuangan Tulungagung
Setiap hari kalau menangis, sulit untuk dihentikan.
"Anak angkat saya Nadila ini, dulu kalau nangis berjam-jam karena sulit untuk dihentikan," kenang Umi.
Berdasarkan petunjuk tetangganya, Nadila dibawa ke tukang pijat.
Namun tidak mampu menyembuhkan kebiasaan menangisnya.
Bahkan berpindah-pindah tukang pijat, juga tidak sembuh.
Baca juga: Dulu Dicerai karena Lumpuh, Wanita Beruntung setelah Nikahi Anak Sahabatnya, Sempat Merasa Tak Layak
Akhirnya, Nadila dibawa ke rumah sakit dan dokter memvonis bahwa ada kerusakan saraf pada tubuh Nadila.
Kerusakan saraf itu berdampak pada perkembangan fisik yang menyebabkan Nadila tidak bisa bicara dan tidak bisa berjalan alias lumpuh.
Pemerintah Desa Murtajih, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan, telah membantu keluarga Umi sebagai penerima program bantuan Pendamping Keluarga Harapan (PKH) dari Kementerian Sosial RI. Bahkan dapat tambahan Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT).
Sekretaris Desa Murtajih, Sudahnan membenarkan bahwa rumah Umi sudah diajukan untuk mendapatkan bantuan rumah tidak layak huni ke pemerintah Kabupaten Pamekasan.
Namun sampai saat ini belum ada informasi.
Baca juga: Bertemu Sarwendah usai Pisah Rumah, Ruben Onsu Tahan Tangis Tak Sapa Istri? Momen Pamit Disorot: Bye
"Ekonomi keluarga Umi ini sangat memprihatinkan. Bantuan rehab rumah yang kami ajukan belum terealisasi sampai rumahnya mau ambruk ini," kata Sudahnan.
Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) Kabupaten Pamekasan, Muharram meminta agar pihak desa mengajukan ulang.
Untuk anggaran tahun ini sudah ada calon penerimanya.
Kemungkinan, akan dimasukkan dalam perubahan anggaran.
"Kami upayakan dalam Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) 2024 rumah Umi bisa dapat bantuan," ujar Muharram.
Baca juga: Bertemu Sarwendah usai Pisah Rumah, Ruben Onsu Tahan Tangis Tak Sapa Istri? Momen Pamit Disorot: Bye
Kisah pilu lainnya, dua nenek bersaudara ini tinggal di Desa Brakas Dajah, Desa Guluk-guluk, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur.
Nenek tersebut bernama Putriya (70) dan Hotipah (64).
Tempat tinggal mereka adalah sebuah gubuk reyot sebesar 7x7 meter dan hanya berlantai tanah.
Baca juga: Nenek Bayi Viral yang Meninggal Usai Dipijit Ogah Disalahkan, Sebut Kematian Cicitnya Sudah Takdir
Setiap malam, mereka tidur hanya beralaskan tikar.
Tempat tidur mereka pun jadi satu dengan tempat memasak.
Selama puluhan tahun, mereka bertahan dalam keterbatasan di Desa Brakas Dajah, Desa Guluk-guluk, Kabupaten Sumenep.
Meski kondisi keduanya memprihatinkan, dua nenek itu luput dari perhatian pemerintah setempat.
Nenek bersaudara itu mengaku tak pernah sekali pun menerima bantuan sosial (Bansos) baik dari pemerintah daerah Kabupaten Sumenep atau pun dari pemerintah pusat.
"Sejak dulu sampai sekarang saya tidak pernah mendapatkan bantuan (sosial) dari pemerintah.
Biasanya bantuan dari warga sekitar," kata Hotipah di kediamannya, Senin (22/4/2024).
Dua orang nenek di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, bernama Hotipah (64) dan Putriya (70) hidup dalam keterbatasan.
Derita nenek Hotipah dan Putriya berlanjut saat hujan datang.
Atap gubuk reyotnya tak sanggup menahan air hingga menyebabkan kebocoran.
Keduanya selalu dihantui rasa khawatir atas ketahanan tempat tinggal yang mereka tempati.
Gubuk reyot berukuran 7x7 juga tak sempurna.
Penyangga hingga dinding yang terbuat dari bambu terlihat bolong dan rapuh.
"Kalau angin kencang selalu khawatir takut roboh," kata dia.
Kendati hidup dalam keterbatasan, keduanya tetap menunjukkan ketabahan yang luar biasa.
Keduanya tetap berusaha bekerja semampunya untuk bisa bertahan hidup.
Mereka berdua harus mengandalkan bekerja sebagai buruh tani, yang upahnya sangat minim.
Bahkan, biasanya mereka hanya mendapatkannya jika ada warga yang membutuhkan bantuan di ladang.
"Kalau ada tentangga minta tolong agar sawahnya dibabat atau bantu memanen padi, saya bantu.
Biasanya langsung dikasih upah," tuturnya.
Hotipah mengaku, ia hanya hidup berdua dengan Putriya.
Anggota keluarga yang lain sudah meninggal dunia dan beberapa lagi memilih merantau ke luar daerah.
Mereka mengaku sudah lama tak saling bertukar kabar.
"Semoga pemerintah masih peduli dengan nasib orang-orang seperti kita," pungkasnya.
Berita viral lainnya
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com
Tangis Umi Kalsum
Pemerintah Desa Murtajih
Kecamatan Pademawu
Kabupaten Pamekasan
program bantuan Pendamping Keluarga Harapan (PKH)
berita viral
ViralLokal
Tribun Jatim
TribunJatim.com
Didekati Malah Kabur, Pemotor Terjatuh Usai Sempat Keluarkan Sajam saat Dipepet Polisi di Bangkalan |
![]() |
---|
Masalah Sepele Jadi Motif Pembacokan di Stadion Gelora Bangkalan, Pelaku Tersinggung Diledek |
![]() |
---|
Cegah Jeratan Senar di Jembatan Suramadu, Forum Lalu Lintas Bangkalan Sepakati Bangun Pos dan Portal |
![]() |
---|
Akhir Nasib Maling di Sampang Gondol Motor Dinas BPKAD, Ditangkap Tanpa Perlawanan |
![]() |
---|
Dipanggil Malah Kabur, Pria di Sampang Ini Babak Belur Dihajar Warga Hingga Tak Sadarkan Diri |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.