Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Penjelasan Kades soal Tanah 1,7 Hektar Mbah Siyem Jadi Milik Pemdes: Memang Tak Ada Bukti Jual Beli

Inilah penjelasan Kades soal tanah milik Mbah Siyem jadi milik Pemdes atau Pemerintah Desa Karangasem.

Penulis: Ani Susanti | Editor: Mujib Anwar
KOMPAS.COM/PUTHUT DWI PUTRANTO NUGROHO
Penjelasan Kades soal Tanah 1,7 Hektar Mbah Siyem Jadi Milik Pemdes: Memang Tak Ada Bukti Jual Beli 

TRIBUNJATIM.COM - Inilah penjelasan Kades soal tanah milik Mbah Siyem jadi milik Pemdes atau Pemerintah Desa Karangasem.

Apa yang dialami Mbah Siyem (60) kini menjadi topik pembicaraan.

Pasalnya, setelah pulang merantau dari Sumatera pada tahun 2022, Mbah Siyem kaget mengetahui sertifikat tanah warisan bapak kandungnya, Kasman di Dusun Sarip, Desa Karangasem, Kecamatan Wirosari, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah menjadi milik Pemdes.

Padahal menurut ibu empat anak ini, tanah seluas 1,7 hektar itu harusnya dikuasai oleh dia dan ketiga saudaranya sepeninggal Kasman pada 1965.

Kasus ini dibawa ke meja hijau.

Diketahui, di atas separuh tanah itu kini sudah berdiri bangunan SD dan kolam renang.

Siyem beserta kakak dan adiknya yakni Karmin (70), Kasno (66) serta Parju (58) pun berjuang menuntut haknya melalui proses peradilan.

Keempatnya menggugat Pemdes Karangasem karena diduga telah sengaja menyerobot tanah wasiat mereka. Gugatan pun dilayangkan ke Pengadilan Negeri Purwodadi melalui Kantor Pengacara Abdurrahman & Co yang berkantor di Kota Semarang.

Asa keluarga petani ini sejatinya hancur lebur menyusul alat bukti kepemilikan hak atas tanah berupa "Letter C" yang semula absah milik bapaknya mendadak berubah bersertifikat Pemdes Karangasem.

"Kami hanya orang kecil yang ingin menuntut hak kami. Demi Allah, kami tak pernah menjual tanah warisan bapak kami," tutur Siyem, Kamis (30/5/2024), melansir dari Kompas.com.

Baca juga: Ditinggal 2 Tahun, Mbah Siyem Nangis Tanahnya 1,7 Hektar Kini Jadi SD dan Kolam, Pemdes: Ambil Alih

Kuasa Hukum Siyem bersaudara, M Amal Lutfiansyah menyampaikan, obyek yang disengketakan dulunya sempat digarap keluarga kliennya untuk lahan pertanian dan perkebunan.

Namun sejak 1990, tanah itu tak lagi dimanfaatkan lantaran kliennya memilih mencari peruntungan ke daerah lain.

"Klien kami adalah ahli waris dari bapaknya yang bernama Kasman yang meninggal tahun 1965, sementara ibu klien kami juga sudah berpulang tahun 1975. Objek tanahnya di Dusun Sarip, Desa Karangasem," kata Lutfiansyah.

Dijelaskan Lutfiansyah, kasus sengketa tanah itu menyeruak pada 2022 saat kliennya selaku ahli waris hendak mendirikan bangunan namun terhalang kewenangan Pemdes Karangasem yang mengklaim telah membayar tanah warisan itu pada 1970.

Tanah itu disertifikasi atas nama Pemdes Karangasem dengan telah terbit sertifikat tanahnya pada 2022 melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).

"Pemdes Karangasem mengaku membeli pada 1970, padahal yang punya tanah, Kasman meninggal 1965. Mereka tidak tahu dasar pembeliannya apa, dasar peralihannya apa, tiba-tiba sertifikat itu atas namanya. Kami duga ada penyalahgunaan kewenangan. Ambil alih tanah warga yang tidak ada dasarnya, merugikan klien kami yang notabene warga tidak mampu," tegas Lutfiansyah.

Baca juga: Sugiati Ikhlas Rumahnya Dirobohkan Anak Imbas Tak Sanggupi Warisan, Hanya Kecewa Anak Naik Buldoser

Perkembangannya, sambung Lutfiansyah, pada pertengahan 2023, permasalahan ini sempat dimediasikan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kabupaten Grobogan.

Hasil kajian, kata Lutfiansyah, muncul kejanggalan dari proses peralihan Letter C milik Kasman berganti Letter C milik Pemdes Karangasem.

"Letter C yang dipaparkan terdapat peralihan ke desa. Namun tidak ada sebab peralihan tanahnya dari perorangan menjadi milik Pemdes. Artinya memang tidak ada pembelian yang sah oleh Pemdes Karangasem dari warga. Sehingga berdasarkan hal tersebut sebetulnya tidak bisa menjadi dasar mendaftarkan sertifikat," ungkap Lutfiansyah.

Dijelaskan Lutfiansyah, kasus dugaan penyerobotan tanah oleh Pemdes Karangasem ini telah diseret ke jalur hukum melalui proses persidangan di Pengadilan Negeri Purwodadi sejak akhir 2023.

Lutfiansyah menyebut, dari beberapa kali persidangan yang masih berlangsung hingga saat ini terungkap pengambilalihan tanah milik kliennya selaku ahli waris dari Kasman itu diduga cacat hukum.

"Sampai saat ini Pemdes Karangasem tidak bisa menunjukkan bukti jual beli. Diduga ada penyimpangan saat penyertifikatan. Apalagi ahli waris tidak pernah merasa menjual tanah itu. Diduga ada perbuatan melawan hukum lebih tepatnya. Proses peralihannya tidak jelas dan tidak berdasar hukum serta ada proses yang dilewati sehingga merugikan hak orang lain dalam hal ini klien kami," terang Lutfiansyah.

Di sisi lain Lutfiansyah juga menyoroti keberadaan program prioritas nasional berupa percepatan PTSL, yang menurutnya dalam perkara yang sedang diperjuangkan kliennya itu telah mengabaikan hak-hak masyarakat.

"PTSL justru dimanfaatkan oleh oknum dengan cara melawan hukum dan tidak memperhatikan prosedur yang ada. Jangan hanya sebatas penyertifikatan namun hqak-hak orang lain yang dikorbankan. Ini sekaligus sebagai bentuk koreksi dari kami terhadap proses PTSL bisa berjalan dengan baik dan tidak merugikan hak orang lain," kata Lutfiansyah.

Lutfiansyah pun berharap vonis yang akan dijatuhkan Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Purwodadi nantinya adalah keputusan mutlak yang sudah berdasarkan keadilan.

"Kami harap majelis hakim yang memeriksa perkara ini dapat memutus perkara ini dengan rasa keadilan dan memperhatikan bukti-bukti yang ada. Dimana secara jelas dan nyata sama sekali tidak ada bukti peralihan kepada Pemdes Karangasem dan mengembalikan apa yang menjadi hak klien kami," tegas Lutfiansyah.

Saat ini tanah seluas 1,7 hektar yang diperkarakan tersebut sebagian sudah berdiri beberapa bangunan seperti SD, kolam renang hingga sumber mata air yang diolah untuk air minum. Meski demikian, kata Lutfiansyah, kliennya tidak mempermasalahkan itu.

"Klien kami hanya meminta sisanya saja dari yang sudah terlanjur didirikan bangunan itu. Untuk yang fasilitas umum klien kami sudah mengikhlaskan. Sebab, mereka saat ini tidak punya rumah, ingin membangun rumah di tanah milik mereka sendiri," pungkas Lutfiansyah.

Penjelasan Kades

Sementara itu, Kades Karangasem Kanto mengaku akan tetap mempertahankan tanah yang saat ini diperkarakan sebagai aset Pemdes Karangasem.

Menurutnya pada Mei 2023, permasalahan yang dipertanyakan Siyem bersaudara sudah pernah dimusyawarahkan secara khusus di Balai Desa setempat.

Saat pembahasan yang dihadiri dirinya, perangkat desa, dan perwakilan warga menyebutkan Letter C milik Kasman sejak 31 Agustus 1970 telah dikuasai Pemdes Karangasem.

"Setahu saya sejak kecil, itu tanah sudah milik desa. Dan ketika saya menjabat kades, letter C sudah milik desa karenanya kami sertifikatkan. Memang tidak ada bukti jual belinya. Silahkan dibawa ke meja persidangan, biar pengadilan yang berbicara," kata Kanto.

Kasus Lain

Sebelumnya, kasus anak robohkan rumah ibu kandung perkara warisan di Kabupaten Malang, Jawa Timur menjadi viral di media sosial.

Rumah itu milik wanita bernama Sugiati (43).

Rumah Sugiati dirobohkan oleh anak kandungnya, KR atau Khoirul Ramadani (24) menggunakan buldoser.

Rumah Sugiati, warga Dusun Gadungan, Desa Karanganyar, Kecamatan Poncokusumo kini hanya tersisa puing-puing bangunan dan ruang dapur di sisi belakang.

Rumah itu pada Jumat (17/5/2024) diratakan dengan alat berat berjenis backhoe, atas permintaan anaknya.

Kini, Sugiati bersama keluarganya tinggal di rumah orang tuanya, Tono (73) yang berdampingan dengan rumah tersebut.

Menurut Tono Sugiarti masih kerap menangis sedih akibat pembongkaran rumah yang dilakukan anak kandungnya.

Baca juga: Kades Gelapkan Uang Warga 856 Juta, Beri 4 Sertifikat Tanah Buat Jaminan, Ternyata Punya Orang Lain

"Kalau masalah bangunan rumahnya, kami sudah ikhlas. Lagipula selama kita sehat, kita bisa usaha untuk membangunnya kembali," ungkapnya Tono, melansir dari Kompas.com.

Namun, kesedihan yang dirasakan Sugiati, menurut Tono adalah ketegaan anaknya yang telah membongkar rumah tersebut menggunakan buldoser.

"Kalau pembongkaran rumah ini sudah kami rundingkan dan kami sepakati antara Sugiati dan Dani (sapaan akrab Khoirul Ramadani)."

"Namun bayangan kami pembongkaran itu dilakukan secara manual, agar sisa-sisanya masih digunakan lagi oleh Dani untuk membangun rumah di Kecamatan Pagelaran," terangnya.

"Namun ternyata pembongkaran itu dilakukan dengan menggunakan backhoe," imbuhnya.

Baca juga: Nekat Jual Tanah Kavling Milik Orang Lain untuk Ambil Untung, Pria di Gresik Divonis 1,5 Tahun

Ketika backhoe itu sekonyong-konyong datang dan membongkar rumah Sugiati, keluarganya terkejut.

Beberapa kali, keluarga mengalihkan Sugiati dari lokasi pembongkaran agar tidak melihat proses pembongkaran tersebut.

"Saat itu, Dani naik di atas backhoe itu. Kami alihkan ibunya ke rumah keluarga yang jauh, agar tidak bersedih melihat proses pembongkaran," jelas Tono.

Tono menyebut, sebelum pembongkaran itu, Khoirul Ramadani memang sempat datang ke Sugiati, meminta bagian harta gono gini atas ayahnya, Yono Mitro.

Sugiati dan Yono Mitro dulunya adalah pasangan suami istri, hingga dikaruniai seorang anak, Khoirul Ramadani.

Namun, mereka bercerai dan Khoirul Ramadani tinggal bersama ayahnya di Kecamatan Pagelaran.

Sugiati menikah lagi dan tinggal di rumah yang dibongkar pada Jumat lalu. Dari hasil pernikahannya yang kedua, Sugiati dikaruniai seorang anak perempuan.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved