Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

17 Tahun Menanti, Murid SD di Sumsel Baru Rasakan Listrik, Padahal Area Termasuk Pemasok Terbesar

17 tahun menanti, murid SD di Sumsel ternyata barulah bisa merasakan listrik meskipun wilayahnya termasuk pemasok terbesar untuk Sumatera dan Jawa.

Penulis: Ignatia | Editor: Mujib Anwar
Kompas.com
Sejumlah warga juga hadir di acara soft launching Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) di halaman Sekolah Dasar Negeri 014, Kampung 4 Desa Segamit, Kecamatan Semendo Darat Ulu, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan,Selasa (4/6/2024). 

TRIBUNJATIM.COM - Ternyata para murid Sekolah Dasar SD Negeri 014 Kampung 4 Desa Segamit, Kecamatan Semendo Darat Ulu, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan (Sumsel) tak pernah merasakan listrik.

Sepanjang menempuh pendidikan, para siswa lulusan SDN 014 ini tak pernah merasakan listrik.

Sekolah tersebut bahkan harus menunggu sampai selama 17 tahun untuk mendapatkan hak atas listrik tersebut.

Setelah 17 tahun menanti, Sekolah Dasar (SD) Negeri 014 Kampung 4 Desa Segamit, Kecamatan Semendo Darat Ulu, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan (Sumsel) akhirnya dapat teraliri listrik.

Itu setelah Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) kolaborasi antara Universitas Muhammadiyah Palembang (UMP), alumni, dan sejumlah perusahaan mendukung proses instalasi listrik tersebut pada pekan ini. 

Pada 2007, SD 014 adalah sekolah filial dengan bangunan definitif yang baru selesai dibangun pada 2021. 

Sebelum memiliki bangunan sendiri, siswa-siswa SDN 014 Muara Enim harus menempuh jarak 12 kilometer untuk mengikuti ujian nasional ataupun ujian semester.

Bukan hanya itu, proses belajar pun tanpa adanya listrik karena lokasi tersebut belum terpasang tower pembangkit sampai saat ini.

Kondisi tersebut berbanding terbalik, di mana wilayah Kabupaten Muara Enim adalah pemasok listrik terbesar untuk wilayah Sumatera hingga Jawa.

Baca juga: Sumber Dana Rombongan Siswa SD Naik Pesawat Garuda untuk Study Tour, Pantas Bisa Kunjungi 3 Negara

Kepala SDN 014 Muara Enim, Zulfikri mengatakan, selama tanpa listrik, metode pembelajaran  tidak bisa optimal, terutama dalam hal penerapan teknologi digital.

Padahal, di era saat ini kemampuan untuk menggunakan teknologi digital dalam pembelajaran sangat penting untuk meningkatkan kualitas pendidikan. 

Sebab, banyak materi pendidikan yang didapat secara digital.

Sementara untuk menampilkan itu, tenaga pengajar tidak bisa melakukannya karena tidak adanya jaringan listrik bahkan sinyal internet pun sulit diakses.

Sejumlah warga juga hadir di acara soft launching Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) di halaman Sekolah Dasar Negeri 014, Kampung 4 Desa Segamit, Kecamatan Semendo Darat Ulu, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan,Selasa (4/6/2024).
Sejumlah warga juga hadir di acara soft launching Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) di halaman Sekolah Dasar Negeri 014, Kampung 4 Desa Segamit, Kecamatan Semendo Darat Ulu, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan,Selasa (4/6/2024). (Kompas.com)

Alhasil, 125 siswa sekolah tersebut hanya menerima materi melalui buku pelajaran. 

"Ketiadaan listrik membuat kami tidak bisa memanfaatkan teknologi digital dalam pembelajaran. Padahal, metode ini sangat membantu dalam meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran," ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (8/7/2024), dikutip TribunJatim.com via Kompas.com

Zulfikri pun menceritakan bagaimana perjuangan mereka dalam kondisi serba terbatas.

Kendati demikian, seluruh guru di SD 014 tetap memberikan pelajaran secara maksimal meski tanpa adanya aliran listrik.

Baca juga: Penjelasan Guru soal Siswa SD Ditelanjangi hingga Ditendang Teman, Bermula Ejekan, Ibu Sakit Hati

Semangat para siswa, guru serta orang tua murid tetap tinggi. Ditambah lagi mereka kini telah memiliki bangunan gedung sekolah sendiri sehingga tidak perlu menempuh perjalanan dengan jarak 12 kilometer ke sekolah induk terdekat.

"Tapi walaupun sudah punya bangunan sekolah sendiri, tantangan baru adalah ketiadaan listrik,"ujarnya.

Banyak pelajar Indonesia yang sebenarnya tidak mendapatkan fasilitas memadai selama menempuh pendidikan di pelosok nusantara.

Tetapi ada saja pihak yang berbaik hati untuk ikut membantu mensejahterakan para pelajar ini.

Satu di antaranya adalah kisah guru honorer ini.

Guru honorer itu bernama Mustamin, yang mengajar di UPT SDN 26 Lingkungan Ganjenga, Kelurahan Bulujaya, Kecamatan Bangkala Barat, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan.

Apa yang dialami Mustamin diungkap oleh istrinya, Ratnawati.

Ratnawati juga mengajar di tempat yang sama dengan sang suami.

Kisah pilu yang dialami Mustamin terjadi sejak 2007 silam.

Pada saat itu, Mustamin menghibahkan lahannya untuk pembangunan SDN 26 yang berjarak 100 meter dari kediamannya.

Imbalannya, Mustamin akan diangkat menjadi PNS jika telah mengabdi di sekolah selama dua tahun.

"Lahan pribadi punya suami saya, dihibahkan dan dijanji mau di PNS kan, katanya honor dulu dua sampai tiga tahun," ujar Ratnawati saat ditemui di Kantor Bupati, Jl Lanto Daeng Pasewang, Kecamatan Binamu, Jeneponto, Selasa (30/1/2024), dikutip dari TribunTimur.

Baca juga: Kisah Guru asal Nganjuk Mengajar di Daerah Terpencil Madiun, Lewati Medan Sulit hingga Dorong Motor

17 tahun berlalu setelah pembangunan sekolah, hingga kini Mustamin belum mendapatkan ttik terang perihal dirinya diangkat menjadi pegawai negeri.

Padahal, perwakilan Bupati Jeneponto (Radjamilo) pada saat itu datang langsung menemui Mustamin dan menyampaikan janji.

"Waktu itu pejabat yang ada perwakilan dari bupati, ada anggota DPRD, ada pak Dinas Pendidikan. Yang menjanjikan dulu 01 (bupati) melalui perwakilannya, tahun 2007," lanjut Ratna yang juga masih berstatus honorer.

Alih-alih mendapatkan mandat PNS, Mustamin malah di PHP selama belasan tahun.

"Sampai sekarang tidak ada pengangkatan PNS untuk suamiku," kesal Ratna.

Baca juga: Nasib Guru Pencak Silat di Tulungagung usai Tendang Murid hingga Tewas, Ajukan Keberat atas Dakwaan

Dikatakan, janji pengangkatan PNS Mustamin hanya disampaikan melalui lisan tanpa keterangan tertulis.

Saat itu, Mustamin sempat ingin membuat dokumen perjanjian tertulis melalui dusun setempat namun tidak dipenuhi.

"Dusun saat itu namanya Rapa dan saat ini masih hidup, katanya apapi lagi kita semuami ini nak yang jadi suratnya, ini saja sudah menguatkan karena ada akta hibahnya, ada semuami namamu disini," jelasnya.

Lebih lanjut, Ratna mengatakan sang suami sempat kesal dan berniat menutup SDN 26 namun berhasil dicegah.

Sekolah itu diketahui hanya memiliki lima gedung tanpa ruangan kantor.

"Pernah mau natutup sekolah, tapi saya bilang dimanaka mau mengajar, saya juga kasihan sama anak-anak (siswa)," terangnya.

Ratnawati mengaku, ia bersama sang suami dinilai bersyarat untuk menjadi PNS.

Terlebih, keduanya telah mengabdi selama puluhan tahun sebagai guru honorer.

"Katanya suamiku kalau pale nda bisaka nuangkat PNS istriku tong lagi, karena keduanya bersyarat," tutur Ratnawati menirukan ucapan Mustamin.

Berita viral lainnya

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved