Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Karir Sejak 2007 Berakhir, Ulah Oknum Polisi Hamili Istri Orang Kini Terima Saksi Pemecatan

Ulah oknum polisi menghamili istri orang kini mendapatkan sanksi tegas. Polisi itu kini dipecat oleh kepolisian.

Editor: Torik Aqua
Kolase istimewa dan Freepik
Ulah oknum polisi hamili istri orang, kini terima sanksi pemecatan, karir sejak 2007 berakhir 

TRIBUNJATIM.COM - Ulah oknum polisi menghamili istri orang kini mendapatkan sanksi tegas.

Polisi itu kini dipecat oleh kepolisian.

Diketahui, sosok polisi yang menghamili istri orang itu adalah Brigadir Polisi Kepala (Bripka) SF.

Ia adalah anggota Kepolisian Resor (Polres) Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Baca juga: Keberadaan Pria yang Hamili Janda di Bogor, Pilih Buang Bayinya Gegara Tak Kuat Menanggung Malu

Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) in absentia dipimpin langsung oleh Kepala Kepolisian Resor Rote Ndao AKBP Mardiono di lapangan apel Markas Polres Rote Ndao, Senin (8/7/2024).

Dia diberhentikan karena telah terbukti melakukan pelanggaran kode etik profesi Polri sesuai Pasal 13 Ayat (1) PP RI Nomor 1 Tahun 2003 junto Pasal 8 huruf c dan atau Pasal 13 huruf f Perpol No 7 Tahun 2022.

Upacara digelar berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur Nomor KEP/220/V/2024 tentang pemberhentian tidak dengan hormat dari Dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia terhitung tanggal 8 Mei 2024.

Upacara digelar secara In Absentia karena tidak dihadiri oleh Bripka SF.

Sebagai tanda bahwa Bripka SF sudah tidak menjadi anggota Polri, Kapolres menyilang foto Bripka SF yang dibawa oleh perwakilan anggota Provos saat upacara.

Dalam sambutannya, Kapolres Rote Ndao AKBP Mardiono mengatakan, upacara PTDH merupakan proses terakhir secara kedinasan Polri terhadap anggota yang telah melakukan pelanggaran peraturan secara kode etik profesi Polri.

“Upacara PTDH salah satu bentuk realisasi komitmen Polri dalam memberikan sanksi hukuman bagi personel yang melakukan pelanggaran kode etik profesi kepolisian, hendaknya hal ini dijadikan introspeksi oleh seluruh anggota,” kata Mardiono dalam rilis resmi yang diterima Kompas.com, Senin siang.

Menurut Mardiono, hal ini bisa menjadi renungan bersama bagi semua anggota Polri sehingga dalam melaksanakan tugas dan tetap berpegang pada aturan yang ada.

Dia menyebut, peristiwa tersebut sangat memprihatinkan dan tidak boleh terjadi lagi.

Menurutnya, semua anggota Polri harus mampu mengendalikan dan memahami tugas sebagai aparat penegak hukum.

Mardiono pun mengharapkan, semua personel termasuk para Kapolsek dan kepala satuan fungsi yang lain agar saling mengingatkan dan saling mengawasi, sehingga hal fatal seperti ini tidak terjadi.

“Kalau tidak bisa melakukan hal yang berprestasi jangan buat pelanggaran," tegasnya.

"Selama saya bertugas di Polres Rote Ndao, ini sudah kedua kalinya kita lakukan upacara PTDH, walaupun pelanggaran yang dilakukan sudah lama dan di masa kepemimpinan yang lama, namun begitu ini tetap pembelajaran bagi kita semua, karena yang pasti kehilangan salah satu anggota apalagi dengan pemecatan tentu membuat perasaan berat hati,"ujar dia.

Menghamili istri orang

Dihubungi terpisah, Kepala Seksi Hubungan Masyarakat Polres Rote Ndao Ajun Inspektur Polisi Satu (Aiptu) Anam Nurcahyo mengatakan, Bripka SF melakukan pelanggaran kode etik karena menghamili istri orang.

"Dia melanggar kode etik Polri sesuai pasal yang ada itu. Dia menjalin hubungan dengan wanita yang sudah bersuami dan menghasilkan anak," ungkap Anam.

Sehingga, kasus itu dilaporkan ke Propam dan diproses hingga berujung pemecatan.

Bripka SF, kata dia, telah bertugas menjadi anggota Polri selama 17 tahun 5 bulan.

SF menjadi anggota polisi sejak tahun 2007 dengan riwayat bertugas sebagai anggota Sabhara Polsek Lobalain, Polres Rote Ndao, selanjutnya sebagai anggota Satuan Samapta Polres Rote Ndao dan yang terakhir bertugas sebagai personel Bhabinkamtibmas Desa Meoain dan Desa Oebafok, Polsek Rote Barat Daya.

Sementara itu kasus bejat oknum polisi lainnya juga terjadi di Surabaya.

Aipda K (50) oknum Polisi di Surabaya yang tega 'nodai' anak tirinya AAF (15) selama 4 tahun sejak SD hingga SMP sempat berlutut merengek meminta maaf kepada nenek korban di Mapolres Pelabuhan Tanjung Perak (KP3) Surabaya. 

Momen tersebut diceritakan langsung oleh nenek korban berinisial NH (52) saat bertemu awak media, di Lapangan Mapolres KP3 Surabaya, Sabtu (20/4/2024). 

Pertemuan itu, disebutnya sebagai momen kebetulan. Pasalnya, siang itu, sekitar pukul 13.00 WIB, NH ditemani adik-adik atau keluarga besarnya diminta penyidik untuk menandatangani sejumlah berkas hasil pemeriksaan di salah satu ruangan. 

Di lorong ujung ruangan tersebut, tak dinyana-nyana, sosok si terlapor atau terduga pelaku sedang digelandang oleh anggota Provost Polres KP3 Surabaya untuk menuju lokasi ruangan lain. 

"Kami gak sengaja ketemu. Kamu mau ke atas. Ternyata, gak sengaja dia mau turun ditemani provost," katanya pada awak media di Lapangan Mapolres KP3. 

Ternyata, kesempatan singkat itu, dimanfaatkan oleh si terlapor untuk menyampaikan permohonan maaf kepada NH dan anggota keluarganya yang lain. 

Baca juga: Tangis Nenek di Surabaya Tahu Cucu Dinodai Oknum Polisi Surabaya, Ada Pihak yang Sayangkan Pelaporan

Bahkan, tak cuma tutur kata seribu satu bahasa permohonan maaf. Si terlapor atau sang menantu durjana itu, sempat berupaya memeluk dirinya seraya berlutut untuk meminta ampun. 

Namun, NH mengaku secara terang-terangan menolak pernyataan palsu dari terlapor. Pasalnya, terselip kalimat aneh yang justru membuatnya naik pitam. 

Ternyata, ungkap NH, terlapor yang semula sempat meminta maaf dengan cara memeluk dirinya, sekonyong-konyong meminta dirinya mencabut laporan kepolisian atas kasus kekerasan seksual tersebut. 

NH yang urat nadi di keningnya tampak menebal, dan keringat mengucur deras dari pelipisnya, malah makin berang dengan kelakuan menantu durjana itu. 

"Iya sempat ketemu. Dia minta dicabut (laporan), no. Saya gak mau. Lanjut (tetap proses). Saya sempat dirangkul, saya gak mau," katanya. 

Ia secara tegas menolak permintaan tersebut. Baginya, kasus ini sudah menyinggung harga diri keluarga besarnya. 

Baca juga: Modal Rayuan Gombal dari TikTok, Pelaku Nodai Gadis di Bangkalan Cengengesan saat Diinterogasi

Baca juga: ALASAN Wanita di Gresik Nekat Bohongi Polisi, Karang Cerita Palsu Perampokan, Kini Minta Maaf

Selain itu, akibat perbuatan bejat si terlapor, sang cucu harus menelan pil pahitnya. Masa depan sang anak yang hancur, termasuk kondisi psikisnya yang terguncang. 

"Intinya dia minta dicabut (laporannya). Dia alasan kasihan anak-anak. Tetap saya gak mau. Iya ini soal nama baik. Dan kasihan sama anaknya juga," pungkasnya. 

Mengenai kondisi kejiwaan sang cucu. Nenek korban yang lain, berinisial SMH, membeberkan fakta terbaru. 

Sang cucu kini lebih banyak murung. Terkadang melamun saat duduk bersama dengan keluarga yang lain. 

Bahkan, sejak proses awal melaporkan kasus tersebut ke pihak kepolisian. Sang cucu mulai kehilangan nafsu makannya. 

Baca juga: Tangis Ibu di Malaka 2 Kali Lebaran Anaknya Meninggal, Kini Tak Mau Rayakan Idul Fitri: Trauma Saya

"Banyak diam. Banyak melamun. Makan agak berkurang. Makan gak semangat. Kayak trauma dia. Iya linglung. Kayak takut gitu," ujar wanita berkaus merah itu, kepada awak media. 

Begitu memprihatinkan kondisi sang cucu. SMB berharap pihak kepolisian juga memberikan penanganan dan pendampingan psikologis terhadap korban. 

"Ya kalau bisa minta tolong didampingi psikolog. Iya katanya nanti ada pendampingan psikologis," katanya. 

Selain itu, dari segi penegakkan hukum, ia juga berharap pihak kepolisian memberikan hukuman berat kepada terlapor, hingga membuatnya jera, dan rasa keadilan untuk cucunya terpenuhi. 

"Ya hukum lanjut, seberat beratnya. Tanpa syarat. Pecat, tidak ada ampun. Ini harga diri," pungkasnya. 

Di lain sisi, TribunJatim.com, menemui korban AAS yang sedang menunggu giliran menjalani pemeriksaan lanjutan di depan Gedung Mapolres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, pada Sabtu (20/4/2024). 

Ia duduk di salah satu bangku warung area kantin yang terletak di seberang pagar markas, ditemani beberapa orang kerabat dekatnya, seperti nenek, bibi dan paman. 

Kelopak matanya sayu dan rambutnya yang panjang sepinggang itu tampak sesekali tergurai tersapu angin laut pesisir laut Surabaya Utara. 

Selama menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya, ia tampak tepekur menundukkan kepala dan fokus pada gawai yang terus menerus dimainkannya, guna memecah kebosanan. 

Korban AAS mengaku mengalami kekerasan seksual dari ayah tirinya itu, hampir empat tahun lamanya. 

Yakni, sejak masih duduk di bangku kelas 6 SD tahun 2020 silam, hingga kini dirinya telah menginjak bangku kelas 9 SMP tahun 2024.

Ayah tirinya itu, tak cuma menyentuh dan memainkan beberapa bagian tubuhnya yang sensitif.

Bahkan, ia juga kerap kali dipaksa melakukan aktivitas hubungan intim laiknya suami istri. 

Dan perbuatan tak senonoh itu, dilaku ayah tirinya di dalam kamar tidur saat ibu kandungnya sedang tak berada di rumah, dan sesekali juga dilakukan di dalam kamar mandi. 

"Hampir setiap hari. Iya sejak dulu SD sampai SMP. Enggak cuma dipegang-pegang aja. Iya (disetubuhi)," ujarnya saat ditemui TribunJatim.com, di depan Mapolres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Sabtu (20/4/2024) siang. 

Korban AAS mengaku kerap diancam untuk tidak mengungkap perbuatan yang dilakukan oleh sang ayah tirinya kepada orang lain, sekalipun itu, kepada ibu kandungnya. 

Selain ancaman tersebut, ia mengaku, ayah tirinya itu kerap menghasutnya dengan cara memberikan uang setiap selesai melayani nafsu bejat sang bapak sambung. 

Jumlahnya juga tak banyak, berkisar Rp30-50 ribu. Itu pun juga jarang. Terkadang, ayah tirinya cuma memberikan ancaman tanpa memberikan uang. 

"Diancam, gak boleh ngomong. Enggak pernah dipukul. Iya diiming-imingi. Dikasih uang Rp30-50 ribu. Enggak mesti kasih uangnya," katanya. 

Disinggung mengenai alasan enggan mengungkap kejahatan tersebut sejak awal. Korban AAS mengaku, dirinya selalu takut dengan ancaman dari ayah tirinya. 

Karena dirinya selama ini, tinggal bersama ibu kandung dan ayah tirinya, di rumah kawasan Jalan Raya Indrapura, Kota Surabaya. 

"Diancam, gak boleh ngomong," ungkapnya. 

Ia akhirnya berani menceritakan perbuatan bejat sang ayah tiri kepada keluarga besar terutama neneknya, setelah sang ayah tiri kerap marah dan mengamuk kepada dirinya, pada Bulan Maret 2024 kemarin. 

Pasalnya, semenjak bulan itu, korban AAS mulai tertarik dengan lawan jenis berusia sebaya atau berpacaran, dan mulai berkomitmen untuk enggan lagi menerima ajakan ayah tirinya untuk berhubungan intim. 

"Saat kelas 9, sebelum puasa (Maret 2024). Saya berontak. Saya sudah punya pacar. Saya akhirnya cerita ke neneknya," pungkasnya. 

Sementara itu, Kapolsek Sawahan Polrestabes Surabaya Kompol Domingos De F Ximenes mengungkapkan, pihak terlapor oknum Aipda K, sedang menjalani pemeriksaan penyidik Bidang Propam Polda Jatim dan anggota Unit PPA Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. 

"Sementara (terlapor menjalani) pemeriksaan di Perak (Polres KP3) dan Propam Polda Jatim. (Mekanisme penegakkan hukum terhadap Aipda K) akan ditentukan setelah proses pemeriksaan selesai," ujar Domingos saat dihubungi TribunJatim.com, Sabtu (20/4/2024). 

Kemudian, Kasat Reskrim Polres Pelabuhan Tanjung Perak (KP3) Surabaya Iptu Muhammad Prasetya mengatakan, penyelidikan kasus tersebut telah bergulir hingga pemeriksaan sejumlah saksi. 

Bahkan, saat ini, Sabtu (20/4/2024), si terlapor sedang menjalani lanjutan tahapan proses penyidikan. Tahapan ini bakal menentukan status hukum dari si terlapor atas kasus tersebut. 

"Masih dilakukan pemeriksaan saksi-saksi. Proses hukumnya sudah naik ke tingkat sidik," ujar Muhammad Prasetya, saat dikonfirmasi awak media, Sabtu (20/4/2024) sore

Kompas.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved