Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Wedangan di Solo Ditarik Pajak Rp 12 Juta Per Bulan, Jual Jagung Rebus hingga Nasi, Pemilik: Memeras

Tengah viral di media sosial wedangan di Solo ditarik pajak Rp 12 juta. Sang pemilik merasa seperti diperas.

Penulis: Ani Susanti | Editor: Mujib Anwar
Instagram
Wedangan di Solo Ditarik Pajak Rp 12 Juta Per Bulan, Jual Jagung Rebus hingga Nasi, Pemilik: Memeras 

TRIBUNJATIM.COM - Tengah viral di media sosial wedangan di Solo ditarik pajak Rp 12 juta.

Sang pemilik merasa seperti diperas.

Pasalnya, ia mengaku hanya jualan jagung rebus hingga nasi bungkus.

Curhatannya pun ramai komentar warganet.

Pemilik wedangan melalui akun Facebook Hantozmurtadho yang dikirim ke grup Info Cegatan Solo dan Sekitarnya pada 7 Agustus 2024 mengungkap ceritanya.

Video tersebut telah dilihat lebih dari 54.000 pengguna Facebook dan mendapat sekitar 502 tanggapan.

"Iki lur dodolanku lur. Jagung rebus, klenyem, onde-onde, lento, tempe gembus, tape goreng, sukun, gatot, tahu isi, tempe dele sewunan (1.000-an) lur. Tahu bakso, telur, sego bungkus (nasi bungkus) Rp 3.000 lur, ketane Rp 3.500. Mosok sewulan ditariki pajak 12 juta lur. Iki memeras apa jaluk lur," demikian keterangan dalam video, Senin (9/9/2024).

Dalam keterangan itu juga dituliskan bahwa wedangan itu sebelumnya ditarik pajak sebesar Rp 3 juta per bulan.

"Niki wedangan bpk kulo ..... Sebelumnya ditariki pajak 3juta / buln. Sekarang minta naik jadi 12 juta sebulan..... Monngo sami komentar pripun tangepanipun .... Kota solo," tulis keterangan itu, melansir dari Kompas.com.

Baca juga: Tarik Pajak Rp12 Juta per Bulan ke Warung Angkringan, Pemerintah Akui Sesuai Hitungan: Tidak Memaksa

Video tentang wedangan yang viral di media sosial itu diketahui adalah wedangan D'jembuk yang beralamat di Jalan Ronggowarsito No 140, Timuran, Kecamatan Banjarsari.

Kompas.com sudah mendatangi wedangan tersebut dan bertemu langsung dengan pemilik wedangan.

Namun, mereka enggan diwawancarai dan minta Kompas.com mewawancarai Bapenda Solo.

Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Solo Tulus Widajat mengatakan, pihaknya belum menarik pajak dari wedangan D'jembuk Rp 12 juta, seperti yang ramai diberitakan.

Akan tetapi, kata Tulus, pihaknya masih menyimulasikan dan mengonfirmasi terhadap pemilik wedangan.

"Kami belum menarik (pajak). Kami baru mengonfirmasi. Jadi Rp 12 juta itu belum ketetapan. Itu baru pengamatan kami dan kami konfirmasikan. Jadi belum sebagai sebuah ketetapan kamu harus bayar segini, belum," kata Tulus.

Baca juga: Pemilik Angkringan Keberatan Bayar Pajak Rp 12 Juta, Awalnya Cuma Rp 3 Juta, Bapenda: Tidak Berat

Tulus menambahkan, berdasarkan Undang-Undang No 1 Tahun 2022 dan Perda No 14 Tahun 2023 bahwa wedangan D'jembuk masuk kategori restoran.

"Jadi, prinsip bahwa sesuai Undang-Undang 1 Tahun 2022 dan Perda No 14 Tahun 2023 bahwa yang bersangkutan itu termasuk kategori restoran sesuai dengan regulasinya," kata Tulus.

"Makanya kemudian berlaku ketentuan di Perda No 14 itu bahwa kalau omzetnya itu minimal Rp 7,5 juta per bulan itu berkewajiban untuk membayar pajak restonya. Yang bersangkutan sesuai dengan pengamatan kami harusnya membayar pajaknya lebih dari apa yang sudah dibayarkan saat ini," sambung dia.

Dari pajak yang telah dibayarkan sebelumnya, kata Tulus, belum sesuai dengan omzetnya.

Menurut dia, wedangan itu setiap hari selalu ramai pengunjung. Wedangan itu buka dari pagi hingga malam.

Oleh karena itu, pihaknya melakukan pengamatan dengan datang langsung ke wedangan tersebut untuk menyimulasikan terkait pendapatan wedangan tersebut.

"Makanya kemudian dilakukan pengamatan oleh staf saya selama satu hari. Setelah dilakukan pengamatan disimulasikan ke kantor. Kemudian kami konfirmasikan. Dari hasil penghitungan yang bersangkutan (omzetnya) Rp 12 juta per bulan. Itu menurut perhitungan kami," terang dia.

Pihaknya mengaku telah mengundang pemilik wedangan untuk menyampaikan hasil penghitungan dari pengamatan.

Namun, pemilik wedangan masih keberatan untuk membayar pajak sesuai yang ditentukan.

"Kemudian kami komunikasikan, yang bersangkutan kami undang ke kantor. Angka itu sudah kami konfirmasikan, kami jelaskan perhitungannya kemudian yang bersangkutan memang masih keberatan," ungkap Tulus.

Baca juga: Puluhan Warkop dan Karaoke Gempol 9 Pasuruan Belum Pernah Bayar Pajak dan Retribusi Selama 2 Tahun

Sementara itu, 23 warung kopi (warkop) dan karaoke yang ada di kompleks pertokoan Gempol 9, Kecamatan Gempol, Pasuruan, Jawa Timur, belum pernah membayar pajak atau retribusi ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pasuruan.

Padahal, warkop yang dilengkapi dengan karaoke ini sudah termasuk wajib pajak dan wajib retribusi sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Pasuruan Nomor 3 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Selama kurang lebih dua tahun, puluhan warkop dan karaoke ini tidak ada iktikad untuk membayar pajak ataupun retribusi.

Padahal, informasinya, pemilik kafe justru rutin membayar upeti.

Bahkan, informasi yang beredar, pembayaran upeti dilakukan setiap harinya oleh para pemilik warkop.

Para pemilik warkop dimintai sejumlah uang sebagai upeti yang diklaimkan untuk kebersihan, dan keamanan.

Baca juga: Rumahnya Dihargai Rp 1,2 M, Yayat si Tukang Las Kesusahan Bayar Pajak Rp 2,3 Juta: Gaji Tidak Tetap

Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Kabupaten Pasuruan, Digdo Sutjahjo mengatakan, selama ini memang belum ada pemilik warung atau pengelola Gempol 9 yang bayar pajak atau retribusi ke negara.

“Iya setelah kami cek memang betul, para pemilik warkop dan karaoke itu belum membayar pajak atau retribusi selama ini. Makanya, kemarin teman-teman mengecek ke lapangan,” katanya, Rabu (21/8/2024).

Disampaikan dia, pegawainya sudah mempersiapkan semuanya agar para wajib pajak dan wajib retribusi ini melakukan kewajibannya ke negara.

“Kemarin kami sudah sosialisasi ke sana,” lanjutnya.

Kasatpol PP Kabupaten Pasuruan, Nurul Huda mengaku sudah mengecek semua dokumen perizinan warkop-warkop di sana.

Disampaikannya, mayoritas, warkop sudah memiliki dokumen perizinan yang lengkap.

“Sudah kami cek kelengkapan dokumen perizinannya, dan ternyata semuanya lengkap. Para pemilik warkop mengaku sudah mengurus izin melalui OSS, dan mereka membawa perizinannya,” jelasnya.

Kata dia, satpol PP sebatas memberikan imbauan kepada para pemilik warkop karaoke ini.

“Kami imbau mereka untuk tidak menjual minuman keras (miras), tidak memfasilitasi prostitusi dan lain-lainnya yang tidak sesuai dengan peraturan daerah (perda) yang ada,” sambungnya.

Pengelola Pertokoan Gempol 9, Ansori mengakui memang belum ada warkop yang setor retribusi ataupun pajak selama ini.

Dia menyadarinya, dan baru awal bulan kemarin mendapatkan sosialisasi.

Dia juga tidak menampik warkop ini sudah berdiri sejak dua tahunan. Dan selama itu, warkop tidak membayar retribusi ataupun pajak.

Hanya saja, ia menampik kalau dituding sebagai sebuah kesengajaan.

“Ya kalau sengaja tidak membayar pajak atau retribusi sih tidak, mungkin karena keterbatasan informasi dan tidak pahamnya tentang kewajiban yang harus dilakukan, maka tidak dibayar,” imbuhnya.

Prinsipnya, kata dia, setelah sosialisasi kemarin, semua pemilik warkop bersedia ke depannya untuk membayar pajak dan retribusi ini.

“Para pemilik warkop tidak ada yang keberatan kalau membayar pajak,” terangnya.

Baca juga: Penjelasan Bapenda Solo Soal Aturan Angkringan Kena Pajak Rp12 Juta Per Bulan, Viral di Media Sosial

Disinggung terkait upeti yang dibayarkan setiap harinya, Ansori juga tidak menampiknya.

Hanya saja, ia tidak banyak tahu karena yang mengelola dan mengurus iuran yang disetorkan setiap hari itu paguyuban.

“Kalau mendengar ada setoran yang dibayarkan setiap hari memang iya, tapi besarannya berapa dan digunakan untuk apa saya tidak tahu. Semuanya dikendalikan sama paguyuban warkop Gempol 9,” jelasnya.

Terpisah, Direktur Pusat Studi dan Advokasi Kebijakan (PUSAKA), Lujeng Sudarto mendorong para pemilik warkop untuk meminta pertanggungjawaban dari iuran yang sudah terkumpul dari setoran setiap harinya.

“Para pemilik warkop bisa melakukan audit penggunaan uang tersebut. Siapa yang menarik iuran, digunakan untuk apa itu harus jelas dan bisa dipertanggungjawabkan,” tutup Lujeng, sapaan akrabnya.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved