Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

UMKM

Sulap Tanah Liat Jadi Keramik Estetik, Produk Lumosh dari Surabaya Kini Mendunia

Raymond Kurniawan Tjiadi sibuk menyusun data biaya produksi di Microsoft Excel, Sabtu (16/11/2024).

Penulis: Tony Hermawan | Editor: Sudarma Adi
ISTIMEWA
Salah satu keramik produksi UMKM ‘Lumosh’ yang sudah diekspor ke Bahrain. Produksi masih dilakukan secara hand made satu per satu, dilukis oleh para perajin keramik di Probolinggo, Jawa Timur. 

Mini adalah seorang pelukis keramik yang bekerja di Lumosh, usaha keramik di Probolinggo.

Penghasilannya membantu suaminya yang bekerja sebagai buruh pabrik. Di Lumosh, Mini menerima gaji setara UMR Kota Probolinggo. Produk keramik yang ia hias kini banyak dijual ke restoran, kafe, bahkan ke luar negeri.

"Sekarang produk kami enggak cuma dijual di pasar lokal, tapi sudah tembus ke luar negeri. Rasanya bangga," ujar Mini.

Selain itu, pesanan custom yang masuk memberikan keuntungan lebih. "Pesanan custom lebih mahal, jadi lebih menguntungkan bagi kami," tambah Mini.

Banyak perajin lainnya juga mulai melibatkan keluarga atau teman untuk membantu produksi, membuka lebih banyak peluang kerja.

Lumosh kini mempekerjakan sekitar 40 orang. Dalam sebulan bisa  memproduksi antara 150- 200 barang. Beberapa produk bahkan pernah dibeli oleh seorang pelanggan dari Malaysia. Bahkan, pernah dikirim ke pengusaha restoran asal Bahrain.

Baca juga: Penampakan Kandang Kambing Mewah di Tuban yang Viral, Bersih Berlantai Keramik, Estetik Mirip Villa

Diwarnai Jatuh Bangun

Lumosh sebenarnya usaha yang cukup tua. Dahulu sekitar tahun 1992 Paulus, ayah Angeline yang merintis usaha tersebut.

Namun, seperti banyak usaha kecil lainnya, Lumosh harus berhadapan dengan tantangan zaman. Pada tahun 2015, Paulus menyadari bahwa usahanya mulai kalah saing dengan perkembangan industri yang lebih cepat. Paulus menyerahkan estafet usaha kepada Angeline. 

Pada saat itu, Angeline mengajak Dewi dan Raymond, dua sahabat yang sudah lama bersama, untuk bergabung dan mengembangkan usaha kecil menengah (UMKM) yang selama ini hanya dikenal di kalangan terbatas. 

Raymond, yang menangani keuangan dan pasar ekspor, menambahkan, sejak awal mereka sudah membedakan jobdesk. Untuk produksi ditangani Angeline, marketing ditangani Dewi.

“Kami punya ranah yang tidak boleh dilangkahi. Desain dan produksi adalah hak prerogatif Angeline,” ujar Raymond.

Pembagian tugas ini bukan tanpa alasan. Sebelumnya, mereka sering menghabiskan waktu berdebat tanpa ujung, mulai dari desain produk hingga strategi pemasaran alias tukaran (ribut, red).

Hingga akhirnya, mereka sepakat untuk memperjelas pembagian tanggung jawab, memisahkan dengan tegas antara produksi, pemasaran, dan keuangan.

Sejak tahun 2016, mereka resmi menjalankan usaha ini. Dewi menjelaskan bahwa awalnya mereka bertiga berembuk untuk mencari nama.

Baca juga: Dinikahi Polisi, Pedangdut Ternyata Tinggal di Rumah Kayu, Pakai TV Tabung dan Lantai Belum Keramik

Halaman
123
Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved