Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Ponorogo

Perut Ibu Hamil di Ponorogo Mendadak Kempes saat akan Melahirkan, Warga Geger

Aneh tapi nyata, seorang ibu hamil asal Kecamatan Sawoo, Kabupaten Ponorogo berinisial SND mengaku tiba-tiba perutnya kempes

TribunJatim.com/Pramita Kusumaningrum
Aneh tapi nyata, seorang ibu hamil asal Kecamatan Sawoo, Kabupaten Ponorogo berinisial SND mengaku tiba-tiba perutnya kempes jelang melahirkan.  

Laporan Wartawan Tribunjatim.com, Pramita Kusumaningrum

TRIBUNJATIM.COM, PONOROGO - Aneh tapi nyata, seorang ibu hamil asal Kecamatan Sawoo, Kabupaten Ponorogo berinisial SND mengaku tiba-tiba perutnya kempes jelang melahirkan.

Hal itu sontak membuat warga setempat geger. Bagaimana tidak, wanita berusia 39 tahun kehilangan janinnya pada usia kehamilannya 9 bulan.

Informasi yang dihimpun bahwa Senin (9/12/2024) malam bersiap untuk ke bidan. Kemudian pada Selasa (10/12/2024), SDN merasakan perutnya mules. 

Kemudian pada pagi harinya, perut istri dari MD (36) itu yang semula buncit mendadak kempes. 

‘’Tidak ada darah setetes pun, tapi tau-tau perutnya sudah kosong, dan ibunya lemas,’’ ungkap Kakak Ipar SDN, Boyadi, Rabu (11/12/2024).

Baca juga: Sosok Warni 26 Tahun Jadi Bidan Desa di Sumbawa, Syok Lihat Dukun Injak Perut Ibu Hamil saat Lahiran

Karena tiba-tiba perut SDN kempes, kemudian oleh keluarga dibawa ke bidan terdekat.

seorang ibu hamil asal Kecamatan Sawoo, Kabupaten Ponorogo berinisial SND
seorang ibu hamil asal Kecamatan Sawoo, Kabupaten Ponorogo berinisial SND mengaku tiba-tiba perutnya kempes jelang melahirkan.

Alangkah kagetnya, saat pemeriksaan Ultrasonografi (USG) tidak nampak tanda-tanda janin pun ari-ari bayi tersebut. 

Padahal, keluarga dan warga sekitar bersaksi perut Sunarti buncit sembilan bulan terakhir.

Baca juga: Banyak yang Hamil Duluan, 286 Anak di Jombang Ajukan Dispensasi Pernikahan Dini

Boyadi menjelaskan bahwa adik iparnya memang benar-benar hamil. Secara kasat mata dan fisiknya, bahwa SDN memang hamil.

“Ada tanda-tanda seperti orang hamil, dari perubahan fisik. Kok keluarga, tetangga aja mengamini adik saya itu hamil,” tegas Boyadi.

Sementara itu tetangga SND, Setyo Utomo dan warga sekitar juga menjelaskan bahwa secara kasat mata SND hamil.

Baca juga: Dulu Bisa Beli Mobil, TikTokers Putra Kini Jualan Cilok karena Istri Hamil, Keliling Pakai Gerobak

Setelah adanya pengakuan jika janin YANG dikandung Sunarti hilang membuat warga kaget dan tidak percaya.

“Semua warga kaget, tidak percaya kalau janin tiba-tiba hilang, tapi waktu hamil dan sekarang sudah beda lagi fisiknya,” urainya.

Kapolsek Sawoo AKP Djoko Suseno menambahkan SND kini dibawa ke puskesmas.

Baca juga: Pengakuan Pelaku Bunuh dan Bakar Mahasiswi UTM di Bangkalan, Panik Pacar Hamil 2 Bulan

Rencananya, petugas medis bakal memeriksa kembali kondisi fisik.

Juga tentang dugaan hilangnya janin.

“Dari keterangan suami memang tidak pernah istrinya saat periksa. Hanya istrinya bilang hamil dan telah diperiksa,” pungkasnya. 

Baca juga: Minta Pertanggung Jawaban Pria Keluarga Perangkat Kampung, Janda di Surabaya Lukai Diri, Hamil 

Kasus lain, Inilah sosok Bidan Warni, yang 26 tahun bekerja di desa di Sumbawa.

Bidan Warni menangis saat menceritakan perjuangannya.

Ia pernah syok melihat berbagai ulah dukun saat membantu ibu melahirkan.

Setelah dua tahun bertugas, kala itu angka kematian di desa tersebut berkurang.

Bidan Warni, yang kini berusia 44 tahun masih aktif di Puskesmas Kecamatan Labuhan Badas, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Ia sudah bertugas menjadi bidan desa sejak usia 18 tahun.

Sosok Warni 26 Tahun Jadi Bidan Desa di Sumbawa, Syok Lihat Dukun Ijak Perut Ibu Hamil saat Lahiran
Sosok Warni 26 Tahun Jadi Bidan Desa di Sumbawa, Syok Lihat Dukun Ijak Perut Ibu Hamil saat Lahiran (KOMPAS.COM/SUSI GUSTIANA)

Pengalaman panjang dan penuh liku tentu sudah dirasakan Warni.

Kisahnya berawal pada 1998, ketika Warni bertugas pertama kali di Desa Lantung, tepatnya di Dusun Lebin.

Perjalanan menuju Dusun tersebut tidak mudah.

Sulitnya medan, harus ditempuh dengan menaiki kuda selama 2,5 jam.

Melewati hutan belantara, lumpur, sungai, dan jalan berbatu.

Sebagai bidan, saat awal penugasannya, ia berjuang melawan hagemoni dukun, tradisi, serta mitos yang dipercaya masyarakat perihal persalinan dan kesehatan reproduksi.

Di tengah keterbatasan, persalinan di dusun itu masih di tolong oleh dukun.

Warni baru mengetahui ternyata cara dukun menyelamatkan ibu hamil dengan menginjak perut sang ibu.

Hal itu dilakukan agar bayi cepat keluar.

Hingga ada satu kasus yang fatal.

Ibu hamil yang melahirkan mengalami pendarahan hebaṭ.

Meski bayi ibu itu tertolong, tetapi sang ibu mengalami penderitaan luar biasa.

Sementara, sang dukun ketakutan dan lari ke atas gunung, karena takut dipersalahkan.

“Ibu itu melahirkan pagi dengan dukun, dia panggil saya sore. Saya coba dorong rahim itu, tapi tidak bisa. Saya minta dirujuk ke RSUD,” kata Warni, melansir dari Kompas.com.

Ada pula mitos juga di Lebin, bayi yang baru lahir harus langsung dimandikan dengan air kelapa.

Alhasil, ada bayi yang langsung kejang dan menggigil.

Begitu juga, ibu hamil yang baru melahirkan langsung dimandikan, dan setelah itu pingsan.

“Saya saat itu ambil obat di Pustu, saya dipanggil dan saya langsung marahin semua yang mandiin itu,” kata dia.

"Bayangkan, ibu hamil tidak tidur semalam, tidak makan, dan setelah lahiran langsung dimandiin pasti drop," sebut dia.

"Ada juga bayi baru lahir diletakkan jempol kaki kakaknya di mulut bayi. Kata mereka biar jadi penurut, dan tidak melawan dengan saudaranya."

“Saya hadapi dukun dan mitos luar biasa di dusun itu. Awalnya banyak kematian bayi, setelah dua tahun saya bertugas, di sana nol kematian,” ujar dia.

“Saya perang dengan dukun. Begitu ada kejadian, saya langsung masuk dan berikan edukasi,” kata dia.

Kini Warni sudah bertugas selama 18 tahun sebagai bidan di Puskesmas Labuhan Badas.

"Kalau sekarang kondisinya mereka sudah lebih paham mereka yang sudah mendekati melahirkan ibu hamilnya akan ke rumah keluarganya setelah mendekati persalinan untuk lebih dekat dengan Puskesmas."

"Melahirkan di sini kemudian satu minggu setelah lahiran baru pulang ke pulau," kata dia.

Plasenta previa, plasenta tertahan, dan pendarahan adalah kasus yang banyak terjadi di Pulau Moyo dan Medang dulu.

Menggunakan kapal, perjalanan ke Pulau Moyo membutuhkan waktu dua jam, kondisi hujan dan ombak besar. Perjalanan menjadi lebih panjangan karena kondisi cuaca.

Sexual and Reproductive Health Programme Specialist, UNFPA Indonesia, Sandeep Nanwani, menyampaikan upaya mendorong pemerataan distribusi bidan terus dilakukan.

Kementerian Kesehatan terus mengestimasi beban pekerjaan, dan ini sangat membantu daerah.

“Jika kita melihat dari jumlah bidan, maka kita tidak kekurangan. Tetapi yang perlu ditekankan adalah distribusi pemerataan penempatan bidan,” kata dia saat dikonfirmasi, Jumat (22/11/2024).

Disebutkan, tugas bidan tanpa didukung oleh sistem kesehatan primer yang baik, tidak akan bisa menyelamatkan nyawa ibu dan anak.

“Karena bidan tidak bisa melakukan penyelamatan dengan baik, pada kasus persalinan dengan resiko,” sebut dia.

Ada kecenderungan memang di masyarakat, ada stigma untuk menyalakan bidan jika ada terjadi kasus kematian baik pada ibu dan anak.

 “Jika kita lihat lebih mendalam lagi, sebetulnya bidan selain dari penguatan kompetensinya mesti didukung dengan penyediaan sarana prasarana layanan primer yang memadai ini wajib,” tegasnya.

Sebelumnya juga viral di media sosial video ibu hamil digotong 5 jam pakai kain seadanya saat akan melahirkan.

Peristiwa ini terjadi di Desa Matemega, Kecamatan Alas, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Kamis (14/11/2024) siang.

Puluhan warga berjalan kaki selama lima jam sejauh 11 Kilometer menuju lokasi yang bisa diakses ambulance puskesmas.

Detik-detik Dewi ditandu direkam dan dibagikan oleh akun Facebook Matemega dengan caption sebagai berikut.

"Proses evakuasi ibu Dewi warga dusun Matemega dan Lamede yang mengalami kendala dalam proses melahirkan.

Dewi terpaksa harus dirujuk ke Puskesmas Alas. Namun yang menjadi kendala akses jalan buruk dan tidak memadai sehingga warga berinisitif mengotong dengan kain seadanya dan berjalan kaki sejauh 11 Km.

Di saat seperti ini ke mana kami masyarakat kecil ini harus mengadu. Mau sampai kapan kami seperti ini. Video itu ramai dibagikan oleh netizen,"  melansir dari Kompas.com.

Dalam percakapan warganet di kolom komentar terungkap bahwa yang bersangkutan tidak bisa dibawa dengan sepeda motor lantaran kondisi jalan yang buruk, berlumpur dan berlubang.

Kondisi jalan semakin parah karena licin akibat hujan yang mulai sering turun di wilayah hutan lindung kawasan desa Matemega hingga Marente.

Warga dalam video tersebut menyampaikan harapan agar pemerintah memperhatikan akses jalan yang buruk segera diperbaiki, listrik masuk kampung, dan mendapat pelayanan kesehatan prima.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sumbawa, Junaedi membenarkan peristiwa tersebut.

"Benar, ibu hamil dan anaknya dibawa warga berjalan kaki menuju puskesmas. Saat ini ibu dan bayi sudah bisa diselamatkan dan alhamdulillah kondisinya baik,” kata Junaedi saat dikonfirmasi Jumat (15/11/2024).

"Dari Puskesmas Alas, ibu dan anaknya dirujuk ke RSUD Sumbawa tadi malam,” tambah Junaedi.

Pihaknya akan terus memantau perkembangan kondisi ibu dan bayi tersebut.

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved