Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Pagar Laut Sepanjang 30,16 Km Meresahkan Warga, Ternyata Dipasang Malam & Tak Berizin: Bongkar

Pemerintah pun diminta agar tegas membongkar pagar laut ini karena merugikan warga.

Penulis: Alga | Editor: Mujib Anwar
KKP
Pagar laut sepanjang 30,16 km yang belum diketahui pemiliknya, membentang di perairan Kabupaten Tangerang, Banten, melintasi enam kecamatan 

TRIBUNJATIM.COM - Pagar sepanjang 30,16 km membentang di laut perairan Kabupaten Tangerang, Banten, menjadi misteri.

Tampak pagar laut tersebut terbujur membentang melewati 16 Kecamatan.

Lantas siapa yang membangun pagar di laut tersebut?

Baca juga: Gegara Makan Bergizi Gratis, Penjual Kantin Keluhkan Dagangan Cuma Laku 15 Mangkok, Bayar Sewa Mahal

Diketahui, pagar tersebut terbentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji di laut perairan Kabupaten Tangerang, Banten.

Pagar laut sepanjang 30,16 km ini membentang di 16 Kecamatan.

Yakni dengan rincian tiga desa di Kecamatan Kronjo, tiga desa di Kecamatan Kemiri, empat desa di Kecamatan Mauk, satu desa di Kecamatan Sukadiri, tiga desa di Kecamatan Pakuhaji, dan dua desa di Kecamatan Teluknaga.

Pagar ini merupakan kawasan pemanfaatan umum yang berdasarkan Perda Nomor 1 Tahun 2023.

Meliputi zona pelabuhan laut, zona perikanan tangkap, zona pariwisata, zona pelabuhan perikanan, zona pengelolaan energi, zona perikanan budi daya, dan juga beririsan dengan rencana waduk lepas pantai yang diinisiasi oleh Bappenas.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten, Eli Susiyanti mengatakan, struktur pagar laut terbuat dari bambu atau cerucuk dengan ketinggian rata-rata enam meter.

Di atasnya, dipasang anyaman bambu, paranet, dan juga diberikan pemberat berupa karung berisi pasir.

"Kemudian di dalam area pagar laut itu sudah juga dibuat kotak-kotak yang bentuknya lebih sederhana dari pagar laut itu sendiri," katanya, dikutip dari Antara.

"Di sepanjang kawasan ini, enam kecamatan dengan 16 desa ini, ada sekelompok nelayan, masyarakat pesisir yang beraktivitas sebagai nelayan. Ada 3.888 nelayan, kemudian ada 502 pembudi daya," ujarnya.

Eli mengungkapkan, pihaknya pertama kali mendapatkan informasi tersebut pada 14 Agustus 2024.

Mereka langsung menindaklanjuti dengan turun ke lapangan pada 19 Agustus 2024.

Pagar laut sepanjang 30,16 Kilometer yang belum diketahui pemiliknya membentang di laut perairan Kabupaten Tangerang, Banten, melintasi enam Kecamatan
Pagar laut sepanjang 30,16 Kilometer yang belum diketahui pemiliknya membentang di laut perairan Kabupaten Tangerang, Banten, melintasi enam Kecamatan (KKP)

Dari kunjungan ke lapangan, ada aktivitas pemagaran laut saat itu yang masih sepanjang kurang lebih tujuh km.

"Kemudian setelah itu, tanggal 4-5 September 2024, kami bersama dengan Polsus dari PSDKP (Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan) KKP dan juga tim gabungan dari DKP (Dinas Kelautan dan Perikanan), kami kembali datang ke lokasi bertemu dan berdiskusi," lanjutnya.

Pada 5 September 2024, pihaknya membagi dua tim.

Pertama, langsung terjun ke lokasi, sedangkan satu tim lainnya berkoordinasi dengan camat dan beberapa kepala desa di daerah itu.

Saat itu, informasi yang didapatkan adalah bahwa tidak ada rekomendasi atau izin dari camat maupun dari desa terkait pemagaran laut di daerah tersebut.

Saat itu pula, belum ada keluhan dari masyarakat terkait pemagaran tersebut.

Baca juga: Kencing Bocah Jadi Bercabang 5 & Sakit usai Ikut Sunat Massal, Ibu Lapor Polisi: Katanya Mau Operasi

Pada 18 September 2024, Eli dan tim kembali melakukan patroli dengan melibatkan Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang serta Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI).

Saat itu, DKP Banten meminta aktivitas pemagaran dihentikan.

"Terakhir kami melakukan inspeksi gabungan bersama-sama dengan TNI Angkatan Laut, Polairut, PSDKP KKP, PUPR, Satpol-PP, Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang."

"Kami bersama-sama melaksanakan investigasi di sana, dan panjang lautnya sudah mencapai 13,12 km. Terakhir malah sudah 30 km," kata Eli.

Eli mengatakan, pihaknya akan terus melibatkan berbagai pihak untuk menangani permasalahan tersebut.

Sementara itu, Himpunan Ahli Pengelolaan Pesisir Indonesia (HAPPI) Rasman Manafii menegaskan bahwa apabila ada penggunaan ruang laut di atas 30 hari, maka wajib membutuhkan sejumlah izin, seperti izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).

"Aktivitas di ruang laut yang aturannya itu harus ada KKPRL kalau di atas kegiatan 30 hari," kata Rasman.

Oleh karena itu, dia mempertanyakan izin KKPRL dari pemagaran laut di wilayah tersebut; jika tidak mengantongi hal itu, maka dinilai malaadministrasi.

Ilustrasi berita seorang nelayan tak menyangka niat menjaring ikan malah mendapat puing helikopter yang jatuh 2022 lalu.
Ilustrasi seorang nelayan (via Tribunnews.com)

Pemerintah pun diminta tegas membongkar pagar ini karena merugikan warga.

Pagar laut tersebut rupanya tak memiliki rekomendasi atau izin dari camat atau desa terkait.

Warga pun dikabarkan hanya menerima upah Rp100 ribu untuk memasang pagar-pagar bambu di tengah laut tersebut.

Pemasangan pagar dilakukan saat malam hari.

"Siapa yang melakukan belum teridentifikasi. Mereka (warga) sampaikan, masyarakat malam-malam disuruh pasang (pagar bambu) dikasih uang Rp100.000 per orang."

"Cuma itu yang memerintahkan siapa, kita belum sampai situ," ujar Kepala Perwakilan Ombudsman Wilayah Banten, Fadli Afriadi, Rabu (8/1/2025).

Pemasangan pagar yang membentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji telah berlangsung selama enam bulan dan dilakukan dengan beberapa lapisan.

Temuan ini berdasarkan informasi dari masyarakat saat pimpinan Ombudsman RI melakukan kunjungan ke lokasi pada 5 Desember 2024.

Hasil penelusuran bersama nelayan, Fadli menjelaskan bahwa pagar tersebut memiliki pintu setiap 400 meter yang dapat diakses oleh perahu.  

Namun di dalam area tersebut, nelayan akan kembali menjumpai pagar lapisan berikutnya.

"Pagar tersebut berbentuk seperti labirin," ungkapnya.

Fadli menegaskan bahwa keberadaan pagar tersebut telah mengganggu aktivitas masyarakat serta merugikan dan membahayakan para nelayan.

"Tidak sesuai dengan prinsip bahwa laut itu kan terbuka, tidak boleh tertutup."

"Padahal, DKP (Dinas Kelautan dan Perikanan Banten) telah menyatakan bahwa tidak berizin," kata Fadli.

Baca juga: Penumpang Ngamuk Gegara Pesawat Delay Bolak-balik: Rp2 juta Bukan Duit? Super Air Jet Minta Maaf

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Ahmad Yohan meminta pemerintah harus tegas dan harus segera membongkar pagar laut misterius tersebut.

"Pemerintah harus tegas, bongkar pagar laut yang merugikan warga. Kasihan mereka tidak bisa melaut untuk mencari nafkah."

"Masyarakat jangan dirugikan dengan alasan pembangunan. Masyarakat lah yang memiliki negara, bukan satu-dua orang atau perusahaan," ujar Yohan.

Menurut Yohan, negara tidak boleh kalah oleh satu-dua orang, atau perusahaan pengembang kawasan Proyek Strategis Nasional (PSN) Tropical Coastland di Pantai Indah Kapuk (PIK) 2.

"Kalau benar dugaan pagar laut ini dibangun oleh pihak pengembang PSN PIK 2, Agung Sedayu Group, saya tegaskan, negara tidak boleh kalah oleh mereka," ujarnya.

Presidium MN KAHMI ini juga akan mendesak dilakukan evaluasi terhadap pembangunan PSN PIK 2 dalam rapat kerja dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan.

"Kami mendukung langkah Kementerian ATR/BPN mengkaji ulang PSN PIK 2," ucap Politikus PAN ini.

"Kami juga apresiasi, kemarin Pimpinan DPR Pak Sufmi Dasco juga membuka peluang kaji ulang proyek tersebut," tandasnya.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved