Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Cara Licik Korporasi Beli Lahan Milik Warga, Nelayan Kholid Sindir Pemerintah: Saya yang Melawan!

Nelayan bernama Kholid mengaku sudah sejak lama harus berhadapan dengan korporasi-korporasi dalam mempertahankan lahan.

Istimewa/YouTube Abraham Samad SPEAK UP
Nelayan Desa/Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang, Banten, Kholid, saat menjadi narasumber di siniar Abraham Samad mengenai kasus pagar laut di Tangerang. Dalam kesempatan itu, Kholid mengaku akan turun tangan sendiri melawan korporasi yang terlibat pagar laut di Tangerang, jika negara tak ambil langkah. 

TRIBUNJATIM.COM - Seorang nelayan bernama Kholid lantang menyuarakan pendapatnya terkait kasus pagar laut di Tangerang.

Bahkan Kholid juga tak takut untuk menyindir pemerindah.

Ia menyebut akan turun tangan untuk melawan korporasi.

Nelayan asal Desa/Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang, Banten, Kholid, menyindir pemerintah soal situasi yang tengah ia dan rekan-rekannya hadapi, terkait pagar laut misterius sepanjang 30,16 kilometer.

Kholid, satu dari sekian nelayan yang terdampak buntut pagar laut tersebut, mengaku sudah sejak lama harus berhadapan dengan korporasi-korporasi dalam mempertahankan lahan.

Korporasi-korporasi itu ia sebut berkaitan dengan proyek strategis nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk (PIK).

Ia bercerita, korporasi-korporasi itu menggunakan cara licik dalam membeli lahan milik warga di Tangerang.

Awalnya, ungkap Kholid, pihak korporasi tiba-tiba akan mengurug lahan milik warga setempat, lalu memberinya uang muka.

"Si A punya tanah nggak mau jual, tiba-tiba diurug. Setelah diurug, disamperin, dikasih DP."

"Nggak diterima, tanah udah diurug. Diterima, nggak sesuai harganya. Ini kan sama dengan, 'Eh kasih, nggak?!'. Bedanya bukan mau dipukul, diurug dulu," tutur Kholid saat menjadi narasumber dalam siniar Abraham Samad SPEAK UP yang tayang pada Sabtu (18/1/2025).

Baca juga: Alasan Kholid Sebut Pagar Laut 30 KM Bukan Hasil Swadaya, Eks Kabareskrim Polri: Yang Ngomong Botol

Tak hanya lahan di darat, lanjut Kholid, tambak-tambak petani bandeng juga turut menjadi korban.

"(Contohnya) saya petani tambak, ternak ikan bandeng, butuh sirkulasi air, (tapi) sungainya diurug."

"Begitu terus, akhirnya ikan bisa mati. Tiba-tiba (pihak korporasi) datang, 'udah dibeli aja, dijual aja'."

"Ya dijual lah, pusing. Dibeli murah Rp50.000 per meter," bebernya.

Atas hal itu, Kholid mengaku tak ingin dirinya berada di bawah kontrol korporasi.

Sumber: Tribunnews.com
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved