Kisah Mbah Yem, Nenek di Pare Kediri Menolak Mengemis dan Belas Kasih, Meski Tinggal di Gubuk Reot
Mbah Yem tinggal seorang diri di sebuah rumah mungilnya berukuran lima kali tiga meter, tepatnya di belakang area Pemandian Corah Pare
"Nggih pilih teng mriki mawon, tenang (pilih tinggal di sini saja, tenang suasananya - red)," katanya, Jumat (7/2/2025).
Untuk mencukupi kebutuhannya, Mbah Yem bekerja dengan apa yang bisa ia lakukan.
Seperti berjualan botok yaitu makanan tradisional yang dibuat dari campuran biji lamtoro dan kelapa parut, kemudian dikukus dalam daun pisang.
Baca juga: Sedih Mbah Mail Penjual Singkong Keliling Uang Tabungan Rp 1 Juta Raib Digondol Penipu
Kadang-kadang, ia juga menjual daun pisang atau menerima jasa mencuci dan menyeterika pakaian.
Apa pun pekerjaannya, yang penting bagi Mbah Yem halal. Selain itu, baginya meminta-minta atau berutang adalah pantangan.
"Aja golek jalukan, aja golek utangan. We mengko lek utang gawe nyaur apa? Ya aja njupukan (Jangan meminta-minta, ataupun mengambil milik orang, nanti bayarnya dengan apa-red)," katanya tegas, menegaskan bahwa ia tidak mau meminta-minta, berutang, apalagi mencuri. Jika ada yang memberinya bantuan, barulah ia bersedia menerima.
Meski hidup dalam keterbatasan, Mbah Yem masih mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa beras dan uang tunai setiap bulan.
Namun, rumahnya yang reyot belum bisa diperbaiki, dan ia juga tidak memiliki kamar mandi. Setiap hari, ia harus berjalan sekitar 20 meter ke bekas sumber air Pancur untuk mandi.
Sementara untuk mencuci perabotan rumah dilakukan di depan rumahnya.
Untuk kebutuhan air minum, Mbah Yem memilih membeli air mineral dalam kemasan kecil. Botol-botol bekasnya ia kumpulkan dan jual kembali untuk mendapatkan tambahan uang.
Sebetulnya, menurut Antok di samping rumah Mbah Yem ada salah satu rumah yang dahulu dihuni oleh Mbah Suryo yang sering membuat kerajijan bakiak dari kayu. Namun sekitar 5 tahunan Mbah Suryo telah berpulang dan tinggallah Mbah Yem sendiri.
"Dulu bakiak Mbah Suryo juga banyak di pesan oleh masyarakat Pare di sini," jelas Antok.
Terlepas dari itu, di tengah keterbatasan, Mbah Yem tetap menjalani hidup dengan bahagia.
Ia menolak hidup dalam belas kasihan dan tetap berusaha mandiri. Keputusan untuk tinggal sendiri mungkin tampak aneh bagi sebagian orang, tetapi baginya, itulah kebebasan.
Hidup Mbah Yem adalah bukti bahwa kebahagiaan tidak selalu datang dari kemewahan, melainkan dari hati yang tulus menerima keadaan dengan ikhlas.
Bupati Subandi Pastikan Tidak Ada Kenaikan PBB di Sidoarjo |
![]() |
---|
Rayakan HUT ke-80 RI, Honda Community Convoy Merdeka Surabaya Gelar Konvoi Kemerdekaan |
![]() |
---|
Wujudkan Zero Stunting di Surabaya, PDIP Blusukan ke Kampung Kapas Lor Beri Bantuan Makanan Bergizi |
![]() |
---|
Alasan Film Merah Putih: One For All Bertahan di Bioskop tapi Sepi dari Penonton |
![]() |
---|
Sosok Siswanto Pengibar Bendera di Ponorogo yang Panjat Tiang, Ternyata Sopir Ambulans Desa |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.