Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Dicerai Suami, Nelangsa Nasib Hasrianti Tinggal di Gubuk Lapuk Tanpa Listrik, Anak Tak Sekolah

Kisah wanita dicerai suami kini tinggali gubuk lapuk tanpa listrik. Kisahnya pun viral di media sosial.

Tribun-Sulbar.com/Fahrun Ramli
KISAH PILU - Janda dua anak Hasrianti (32) tinggal di rumah tidak layak huni bersama dua anaknya bernama Ramadan (8 tahun) dan Aisyah (5 tahun) di Kabupaten Polman, Sulbar, Kamis (20/2/2025). Mereka tinggal bertiga di rumah semi permanen berukuran kurang lebih 4x4 meter di Lingkungan Gernas, Kelurahan Madatte, Polewali. 

TRIBUNJATIM.COM - Kisah wanita dicerai suami kini tinggali gubuk lapuk tanpa listrik.

Kisahnya pun viral di media sosial.

Ia adalah Hasrianti (32).

Hasrianti merupakan seorang janda anak dua di Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat (Sulbar).

Hasrianti tinggal di rumah tidak layak huni bersama dua anaknya, Ramadan (8) dan Aisyah (5).

Mereka tinggal bertiga di rumah semi permanen berukuran kurang lebih 4x4 meter di Lingkungan Gernas, Kelurahan Madatte, Polewali.

Baca juga: Tangis TKW Dewi Disuruh Bayar Rp 26 Juta Jika Ingin Pulang, di Kampung Hanya Punya Gubuk: Nggak Laku

Rumah kecil ini berlantaikan tanah, dindingnya hanya papan bekas sudah lapuk dimakan rayap.

Atapnya dari seng bekas yang bocor sana-sini, rumah ini juga tanpa aliran listrik dari PLN.

Hasrianti ditinggal cerai suaminya sejak beberapa tahun belakangan.

Dia seorang diri merawat dua anaknya.

Hidup serba kekurangan membuat Hasrianti mengalami gangguan mental, tak seperti ibu rumah tangga lainnya.

Kondisi itu membuat dua anaknya Ramadan dan Aisyah tak pernah ikut belajar di sekolah seperti anak sebayanya.

KISAH PILU - Janda dua anak Hasrianti (32) tinggal di rumah tidak layak huni bersama dua anaknya bernama Ramadan (8 tahun) dan Aisyah (5 tahun) di Kabupaten Polman, Sulbar, Kamis (20/2/2025). Mereka tinggal bertiga di rumah semi permanen berukuran kurang lebih 4x4 meter di Lingkungan Gernas, Kelurahan Madatte, Polewali.
KISAH PILU - Janda dua anak Hasrianti (32) tinggal di rumah tidak layak huni bersama dua anaknya bernama Ramadan (8 tahun) dan Aisyah (5 tahun) di Kabupaten Polman, Sulbar, Kamis (20/2/2025). Mereka tinggal bertiga di rumah semi permanen berukuran kurang lebih 4x4 meter di Lingkungan Gernas, Kelurahan Madatte, Polewali. (Tribun-Sulbar.com/Fahrun Ramli)

Jangankan untuk bersekolah, makanan sehari-hari untuk dua anak dan Hasrianti saja susah.

Mereka selama ini bertahan hidup mengandalkan beras dari bantuan tetangga dan sesekali dari keluarganya.

Untuk kebutuhan dasar seperti memasak, Hasrianti hanya bisa mengandalkan kayu bakar. 

Di dapurnya tidak ada kompor, air bersih pun menjadi masalah besar bagi keluarga kecil ini.

Sebab sumur tanpa cincin yang mereka miliki sering kali mengering ketika kemarau tiba. 

"Saya ingin sekali anak-anak bisa sekolah, tapi apa daya, kami tidak punya biaya, Jangankan biaya sekolah, untuk makan saja kami susah," ujar Hasrianti penuh harap saat ditemui di rumahnya.

Baca juga: Nestapa Pak Nurdin Guru SMA yang Diancam dan Motor Dibakar, Hidup di Gubuk Numpang Mandi di Masjid

Dia menyebut selama ini sering membantu ayahnya yang juga hidup pas-pasan di Kecamatan Polewali.

Berkat keprihatinan para tetangga, Hasrianti sering mendapat beras dan makanan untuk menyambung hidup.

Ayah Hasrianti bernama Amiruddin, dia tinggal di lingkungan berbeda dari Hasrianti dan dua anaknya.

Amiruddin yang sudah berusia lanjut juga tak bisa berbuat banyak untuk membantu keluarganya. 

Sebagai pekerja serabutan dengan penghasilan tak menentu, ia hanya bisa memberikan sedikit bantuan, seperti beras.

"Tiga tahun lalu saya sudah laporkan ke kepala lingkungan, tapi tak ada perhatian, bagaimana cucu saya bisa sekolah kalau kami tidak ada biaya," ujarnya Amiruddin.

Dia menambahkan saat Hasrianti belum bercerai dengan suaminya, dia membangun rumah sederhana itu.

Kini Hasrianti harus bertahan hidup dari belas kasih para tetangga bersama dua anaknya.

Baca juga: 4 Anak Yatim Hidup Terlantar di Gubuk Tak Layak setelah Ibu Nikah Lagi, Dikirimi Makan 1 Kali Sehari

Sementara itu kisah lainnya, di sudut tersembunyi "Kota" Pare, Kabupaten Kediri, ada seorang nenek berusia 66 tahun yang hidup dengan penuh keteguhan hati.

Namanya Mujiem, atau yang akrab disapa Mbah Yem. 

Mbah Yem tinggal seorang diri di sebuah rumah mungilnya berukuran lima kali tiga meter, tepatnya di belakang area Pemandian Corah Pare di Jalan Pare-Kandangan, Tarunsakti. 

Rumahnya sederhana, tanpa desain rumit hanya berbentuk persegi panjang yang terbagi menjadi dua ruangan satu untuk tidur dan satu lagi untuk dapur. 

Dinding rumahnya terbuat dari triplek yang sudah mulai rapuh.

Beberapa bagian bahkan harus disangga dengan bambu agar tidak roboh. 

Rumah itu berdiri di antara pepohonan besar dan rimbun, sehingga suasana sepi yang bagi sebagian orang mungkin terasa menyeramkan.

Namun, bagi Mbah Yem, itu adalah tempat tinggal yang nyaman. Ia tidak takut hidup sendiri dan menolak bergantung pada orang lain.  

Untuk mencapai rumahnya, bukan perkara mudah.

Tim Tribun Jatim Network harus dipandu oleh Koordinator Gusdurian Mojokutho Pare, Anugerah Yunianto yang akrab disapa Antok menyusuri jalanan setapak yang harus dilewati cukup sulit, bahkan Google Maps pun tidak bisa diandalkan.

Baca juga: Nasib Puluhan Orangtua Telantar di Gubuk Panti Jompo Tak Resmi, Ada yang Dirantai, Ruangan Bau Busuk

Antok sendiri telah lama mengenal Mbah Yem. Ia dan juga komunitasnya juga beberapa kali memberikan bantuan dari oara donatur untuk diberikan ke Mbah Yem. 

Dari jalan raya, kendaraan harus diparkir di tepi Jalan Semeru atau dekat Mapolsek Pare, lalu perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki ke arah timur melewati jalan setapak persawahan dan aliran sungai kecil belakang Sumber Corah Pare kurang lebih sekitar 10 menit.  

Mbah Yem sebenarnya memiliki seorang anak laki-laki bernama Edi, yang kini sudah berkeluarga.

Namun, ia memilih untuk tidak tinggal bersama anaknya karena merasa tidak nyaman tinggal dengan besannya.

Meskipun demikian, Edi tetap berbakti. Setiap sore, ia datang ke rumah ibunya untuk memastikan keadaannya baik-baik saja.  

Sehari-hari, Mbah Yem menjalani hidup dengan penuh semangat.

Ia tidak pernah mengeluh atau merasa sengsara.

Senyumnya selalu menghiasi wajahnya saat ada yang berkunjung.

Meskipun pendengarannya mulai berkurang, ia tetap berusaha ramah dan selalu meminta maaf jika sulit menangkap percakapan.

"Nggih pilih teng mriki mawon, tenang (pilih tinggal di sini saja, tenang suasananya - red)," katanya, Jumat (7/2/2025). 

Untuk mencukupi kebutuhannya, Mbah Yem bekerja dengan apa yang bisa ia lakukan.

Seperti berjualan botok yaitu makanan tradisional yang dibuat dari campuran biji lamtoro dan kelapa parut, kemudian dikukus dalam daun pisang.

Kadang-kadang, ia juga menjual daun pisang atau menerima jasa mencuci dan menyeterika pakaian.

Apa pun pekerjaannya, yang penting bagi Mbah Yem halal. Selain itu, baginya meminta-minta atau berutang adalah pantangan.  

"Aja golek jalukan, aja golek utangan. We mengko lek utang gawe nyaur apa? Ya aja njupukan (Jangan meminta-minta, ataupun mengambil milik orang, nanti bayarnya dengan apa-red)," katanya tegas, menegaskan bahwa ia tidak mau meminta-minta, berutang, apalagi mencuri. Jika ada yang memberinya bantuan, barulah ia bersedia menerima.  

Meski hidup dalam keterbatasan, Mbah Yem masih mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa beras dan uang tunai setiap bulan.

Namun, rumahnya yang reyot belum bisa diperbaiki, dan ia juga tidak memiliki kamar mandi.

Setiap hari, ia harus berjalan sekitar 20 meter ke bekas sumber air Pancur untuk mandi.

Sementara untuk mencuci perabotan rumah dilakukan di depan rumahnya.  

Untuk kebutuhan air minum, Mbah Yem memilih membeli air mineral dalam kemasan kecil.

Botol-botol bekasnya ia kumpulkan dan jual kembali untuk mendapatkan tambahan uang.

Sebetulnya, menurut Antok di samping rumah Mbah Yem ada salah satu rumah yang dahulu dihuni oleh Mbah Suryo yang sering membuat kerajijan bakiak dari kayu.

Namun sekitar 5 tahunan Mbah Suryo telah berpulang dan tinggallah Mbah Yem sendiri. 

"Dulu bakiak Mbah Suryo juga banyak di pesan oleh masyarakat Pare di sini," jelas Antok. 

Terlepas dari itu, di tengah keterbatasan, Mbah Yem tetap menjalani hidup dengan bahagia.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews Tribunjatim.com

Sumber: Tribun sulbar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved