Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Guru Kursus Didenda Rp 17 Miliar usai Buka Kelas Panduan Nikahi Pria Kaya, Dikecam Pemerintah: Rusak

Seorang wanita menjadi guru di media sosial dan membuka kelas daring yang berisi kursus panduan agar bisa menggaet pria kaya untuk dinikahi.

Penulis: Ignatia | Editor: Mujib Anwar
TribunnewsMaker.com
GURU KURSUS DIGUGAT - Penampilan Ququ Big Woman seorang influencer yang ternyata menjadi seorang guru kursus panduan mencari pria kaya 

TRIBUNJATIM.COM - Seorang guru kursus di media sosial yang diketahui juga merupakan seorang influencer berakhir apes.

Seorang influencer asal Tiongkok yang dikenal dengan julukan Ququ Big Woman tengah menjadi sorotan publik setelah terungkap bahwa dirinya terlibat dalam kasus penggelapan pajak.

Ququ Big Woman sebenarnya juga membuka berbagai banyak kelas secara daring.

Hal itu membuatnya dikenal juga sebagai seorang guru.

Sosok kontroversial ini memiliki nama asli Le Chuanqu dan dikenal luas sebagai “guru cinta” yang menawarkan panduan bagi wanita untuk menarik perhatian dan menikah dengan pria kaya.

Menurut laporan, pendapatan Le mencapai angka fantastis, yakni sekitar Rp 456 miliar per tahun.

Namun, dalam dua tahun terakhir, ia hanya melaporkan pendapatan pribadi sebesar Rp 1,3 miliar.

Ketidaksesuaian ini kemudian diungkap oleh Administrasi Perpajakan Negara China, yang menjatuhkan denda senilai Rp 17 miliar kepada Le, mencakup tunggakan pajak, biaya keterlambatan, dan sanksi administratif lainnya.

Kasus ini termasuk dalam lima besar kasus pajak yang baru-baru ini diumumkan oleh otoritas dan langsung menarik perhatian publik.

Penyelidikan terhadap Le dilakukan oleh otoritas pajak Shanghai dengan bantuan teknologi big data, yang memungkinkan pelacakan secara akurat terhadap transaksi keuangan dan laporan pendapatan yang tidak sesuai.

DIDENDA MILIARAN RUPIAH - Influencer di Tiongkok yang disebut sebagai Guru Cinta
DIDENDA MILIARAN RUPIAH - Influencer di Tiongkok yang disebut sebagai Guru Cinta (Tribunnews.com)

Sebelum kasus ini mencuat, Le sudah kerap menuai kontroversi akibat pandangan ekstremnya mengenai hubungan dan pernikahan. 

Ia pernah menyatakan bahwa hubungan romantis adalah alat strategis untuk naik kelas sosial dan ekonomi. 

Pernyataan tersebut sempat viral pada Agustus 2023 dan memicu reaksi keras, termasuk dari media pemerintah yang mengecam ajarannya sebagai penyebar nilai-nilai merusak.

Baca juga: Polisi Amankan Oknum Guru Olahraga di Lumajang, Diduga Lecehkan Siswa, Video Call Tak Senonoh

Imbas dari kecaman publik dan pemerintah, Le dilarang tampil di sejumlah platform media sosial. Namun, larangan itu tidak menghentikan laju bisnisnya. 

Kursus daring yang ia kelola tetap berjalan dan bahkan semakin berkembang. Ia menawarkan berbagai paket pelatihan, mulai dari kelas seharga Rp 8 juta untuk 24 sesi, hingga pelatihan privat bulanan dengan tarif lebih dari Rp 22 juta. 

Yang paling mencengangkan, keanggotaan di grup eksklusif miliknya bernama Girlfriends Alliance dipatok hingga Rp 458 juta dan hanya bisa diakses melalui proses seleksi khusus.

Baca juga: Panji Guru Honorer Banting Stir Jadi Pedagang Keliling dan Tertipu Umrah, Dedi Mulyadi: Saya Bantu

Menanggapi skandal pajak yang menimpanya, Le akhirnya menyatakan penyesalan dan berjanji untuk patuh terhadap regulasi bisnis serta membayar kewajiban pajaknya sesuai hukum.

Meski demikian, respons publik tetap terbagi. Sebagian besar menyambut baik tindakan hukum yang diambil, menganggap bahwa keadilan telah ditegakkan.

Namun ada pula yang mengkritisi fenomena yang ditawarkan Le sejak awal, menyebut bisnisnya sebagai bentuk terselubung dari pelatihan sugar baby yang menargetkan pria-pria kaya sebagai sasaran utama.

Baca juga: Insentif Guru Ngaji Bondowoso Sudah Cair, 153 Orang Tertunda Menerima, Pemkab Beri Penjelasan

Saat ini, siapapun bisa menjadi guru, apalagi kini jamannya semua serba online.

Kecepatan teknologi berkembang membuat tak ada lagi kursus atau pelatihan khusus bagi generasi masa depan.

Mata Pelajaran untuk siswa Indonesia akan mengalami penambahan.

AI dan koding akan masuk ke ranah dunia pendidikan.

Dilansir dari Kompas.com, Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) Republik Indonesia telah merilis Naskah Akademik Pembelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial.

Nantinya, naskah ini akan dijadikan acuan pengambilan keputusan terkait pendidikan.

"Jadi naskah akademik yang beredar yang ada tanda tangan saya itu yang resmi menjadi dasar untuk kami mengambil keputusan," kata Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti setelah acara Peluncuran Mekanisme Baru Tunjangan Guru ASN Daerah Langsung ke Rekening Guru di Plaza Insan Berprestasi Kemendikdasmen pada Kamis (13/3/2025) lalu.

Meskipun akan dijadikan acuan, pihak Mendikdasmen menjelaskan naskah tersebut masih perlu harmonisasi peraturan menteri dan kementerian hukum.

Baca juga: Masih Ingat Ivan Sugianto? Ini Nasib Terbaru Pengusaha yang Paksa Siswa Sujud dan Menggonggong

Selain itu, Mu'ti menargetkan mata pelajaran koding dan AI akan mulai berjalan pada tahun akademik 2026/2027. 

Kedua hal ini akan menjadi mata pelajaran pilihan dan akan diselenggarakan oleh sekolah yang fasilitasnya sudah memadai.

Dengan AI yang sudah masuk ke ranah pendidikan, masih banyak yang perlu diperhatikan mengenai teknologi ini. Kecerdasan buatan memang memberikan manfaat untuk kehidupan manusia, tetapi masih ada kerugian yang ditimbulkan karena AI.

Salah satu kerugian AI seperti yang dilansir dari Simple Learn adalah masalah etika termasuk penyalahgunaan data dan informasi.

AI bekerja dengan menghimpun berbagai data sebelum kemudian disatukan.

Dalam hal ini, banyak orang menilai kecerdasan buatan bisa melanggar etika-etika yang ada.

Ilustrasi artificial intelligence.
Ilustrasi artificial intelligence. (da-kuk)

Perlunya AI sebagai mapel

Dengan AI yang sudah masuk ke ranah pendidikan, masih banyak yang perlu diperhatikan mengenai teknologi ini.

Kecerdasan buatan memang memberikan manfaat untuk kehidupan manusia, tetapi masih ada kerugian yang ditimbulkan karena AI.

Menanggapi wacana Kemendikdasmen menambahkan AI dalam mata pelajaran, peneliti Pusat Riset Penggerak Indonesia Cerdas (PRPIC) sekaligus Dosen Universitas Sampoerna Arkhadi Pustaka menyoroti bagaimana jika sistem ini sudah diimplementasikan.

"Terkait dengan coding dan artificial intelligence itu jika jadi mata pelajaran tersendiri apa ya guru guru kita sudah siap? Jatuhnya nanti paling outsourcing ke lembaga pelatihan...." kata Arkhadi saat dihubungi Kompas.com pada Jumat (21/3/2025).

Kemudian, peneliti PRPIC itu mengakui bahwa anak-anak memang perlu mengenal konsep dasar AI.

Namun, untuk menulis program belum tentu diperlukan setiap anak. 

Baca juga: Pantas Siswi SD Tak Mau Balik ke Sekolah, Dibully Guru Akibat Tak Bisa Bayar Buku LKS Rp 120.000

"Menurut saya memang perlu diperkenalkan konsep dasarnya, tapi kita tidak perlu menuntut setiap anak bisa menulis program komputer," ucapnya.

Daripada AI, para siswa dianggap lebih memerlukan cara berpikir komputasional atau berpikir untuk memecahkan masalah dengan logika yang tepat.

"Jadi alih-alih kelas coding/AI, yang diperlukan adalah wawasan mengenai cara berpikir komputasional (computational thinking), dan tidak perlu mata pelajaran sendiri. Coding dan AI itu bagian dari literasi digital. Jadi masukkan saja ke kelas literasi/bahasa," terangnya.

Menurut Arkhadi Pustaka, penggunaan AI lebih banyak membawa kerugian daripada manfaat.

Ia melihatnya dari segi kesiapan pengajar perlu diperhatikan.

"Bukan berarti tidak ada manfaatnya sama sekali, tapi logistik dan kapasitas guru-guru kita itu belum sampai situ. Nanti ujung-ujungnya swastanisasi lagi," imbuhnya.

JADWAL SEKOLAH - Foto arsip ilustrasi siswa SD mengikuti kegiatan di sekolah.
JADWAL SEKOLAH - Foto arsip ilustrasi siswa SD mengikuti kegiatan di sekolah. (Dokumen Humas Kemenkeu via KOMPAS.com)

Bagaimana agar siswa menggunakan AI dengan etis?

Untuk menjaga penggunaan AI tetap sesuai dengan koridor etika, pendidik perlu mengajarkan agar para siswa tetap menghargai proses berpikir.

Selain itu, memupuk kebiasaan bertanya juga mampu melatih daya berpikir.

"Apa saja yang perlu diperhatikan agar pembelajaran AI itu etis? Yang paling mendasar sebenarnya menanamkan sikap mental yang baik: jangan suka cari jalan pintas, jangan cari jawaban yang instan; daripada dibiasakan untuk menjawab pertanyaan, biasakan anak untuk bertanya dan berbagi perspektif.... terdengar utopis memang ya? Tapi hal hal yang fundamental seperti itu yang lebih diperlukan," tuturnya.

Lebih lanjut, Arkhadi Pustaka berpendapat bahwa AI seharusnya diperlakukan sebagaimana kalkulator canggih.

Baca juga: Siswa SMA Bayar Rp 1,35 Juta untuk Acara Perpisahan di Hotel, Ortu Syok Biaya Kenangan Rp 16,5 Juta

"Artificial Intelligence, khususnya Generative AI yang membuat orang-orang heboh, itu kan pada dasarnya hanya sebuah fancy calculator, kalkulator bahasa lebih tepatnya," ucapnya.

"Jadi ya perlakukan saja AI itu seperti kalkulator matematika," tambah Arkhadi Pustaka. 

Untuk penerapan secara langsung, baik guru maupun orang tua bisa melibatkan anak-anak berdiskusi secara sehat untuk mengetahui lebih dalam mengenai cara kerja AI.

"Libatkan anak-anak dalam diskursus yang sehat. Anak-anak muda sekarang lebih maju pemahaman dan empatinya terkait GenAI. Mulai dari anak saya, sampai mahasiswa saya, tanpa saya ajari, mereka semacam 'anti-AI' terutama AI yang dipakai untuk menghasilkan gambar. Mereka sadar kalau AI itu secara tidak langsung menjiplak karya-karya seniman tanpa konsen dan bayaran," pungkasnya. 

Apalagi, para siswa saat ini juga menggunakan media sosial untuk berdiskusi hingga kesadaran mereka tentang cara kerja AI terbentuk lewat pertukaran pikiran antar sesama generasinya.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews Tribunjatim.com

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved