Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Cicipi Rawon Brintik Malang, Cita Rasa Legendaris Empat Generasi di Setiap Sendoknya

Cicipi Rawon Brintik Malang, sajikan cita rasa legendaris empat generasi di setiap sendoknya. Warisan resep tetap terjaga.

Penulis: Benni Indo | Editor: Dwi Prastika
Tribun Jatim Network/Benni Indo
WARUNG RAWON BRINTIK - Rawon Brintik menjadi saksi bisu perjalanan sejarah kuliner di Kota Malang, Jawa Timur. Berdiri sejak tahun 1942, Rawon Brintik bukan sekadar tempat makan, melainkan representasi dari warisan budaya yang terus hidup dan berkembang, Minggu (27/4/2025). 

Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Benni Indo

TRIBUNJATIM.COM, MALANG - Rawon Brintik menjadi saksi bisu perjalanan sejarah kuliner di Kota Malang, Jawa Timur.

Berdiri sejak tahun 1942, Rawon Brintik bukan sekadar tempat makan, melainkan representasi dari warisan budaya yang terus hidup dan berkembang.

Pertama kali dibuka oleh Napsiah, seorang perempuan berambut keriting yang akrab disapa "Mak Brintik" oleh para pelanggannya. Warung ini awalnya berlokasi di kawasan Petukangan (kini Jalan Gatot Subroto Gang 3 Nomor 2).

Seiring waktu, pada tahun 1964, warung ini berpindah ke Jalan KH Ahmad Dahlan Nomor 39, Sukoharjo dan bertahan di sana hingga ini.

Kini, Rawon Brintik dikelola oleh generasi ketiga dan keempat keluarga Napsiah, yakni Hj Maslichah Hasyim, Arif Fadila, dan istrinya, Elvy Rusyidah.

Keduanya menjaga warisan ini dengan sepenuh hati, meneruskan cita rasa yang telah melekat kuat di lidah para pelanggannya.

Arif Fadila, yang lahir pada tahun 1966, mengisahkan bagaimana dirinya sempat bekerja di bidang marketing selama 11 tahun sebelum akhirnya memutuskan berhenti pada usia 48 tahun untuk meneruskan usaha keluarga. 

"Istri saya memang disuruh bantu ibu untuk meneruskan. Saya dulu kerja ikut orang, tapi akhirnya balik ke sini untuk melanjutkan Rawon Brintik," kenangnya, Minggu (27/4/2025).

Cita Rasa yang Tak Lekang oleh Waktu

Rawon Brintik dikenal dengan kuah hitam pekat yang kaya akan rempah, hasil penggunaan kluwek dan bumbu tradisional.

Daging sapi yang empuk berpadu dengan kuah gurih menciptakan rasa yang dalam dan autentik.

Uniknya, proses memasak di Rawon Brintik masih mempertahankan metode tradisional, yakni menggunakan tungku berbahan bakar arang.

“Memasak dengan arang itu ada tujuannya. Rumusnya memang pakai arang bahan bakarnya. Kalau pakai kompor beda rasa. Ini rumus dari mbah, jadi kami tidak berani ganti,” ujar Arif. 

Baca juga: Gurihnya Topak Ladeh Kuliner Lebaran Ketupat di Bangkalan, Irisan Daging Sapi Perekat Silaturahim

Ia bahkan menceritakan pernah ada yang menyarankan menggunakan batok kelapa sebagai bahan bakar, tetapi ia tetap setia pada arang.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved