Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Komisi A DPRD Surabaya Ungkap Modus Baru Penipuan Domisili, Rumah Ibadah Jadi Alamat untuk Bikin KTP

Ketua Komisi A DPRD Surabaya Yona Bagus Widyatmoko menemukan modus baru yang mulai marak untuk membuat KTP. 

Penulis: Nuraini Faiq | Editor: Samsul Arifin
istimewa
MODUS PENIPUAN BARU - Ilustrasi Layanan satu atap pembuatan layanan dokumen kependudukan di Surabaya. Saat ini banyak ditemukan modus warga mengelabuhi rumah ibadah jadi tempat domisili untuk bikin KTP. 

Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Nuraini Faiq

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Ketua Komisi A DPRD Surabaya Yona Bagus Widyatmoko menemukan modus baru yang mulai marak untuk membuat KTP

Mereka mengelabuhi persyaratan mengurus dokumen kependudukan itu dengan mencantumkan alamat rumah ibadah.

Modus itu digunakan agar mereka lolos bisa ber-KTP Surabaya karena seakan-akan berdomisili di Surabaya. 

Harapannya mereka bisa mendapat program intervensi, kesehatan, pendidikan termasuk beasiswa.

"Ini fenomena yang menuntut kejelian pembuat kebijakan. Mengajukan KTP dengan alamat rumah ibadah sebagai domisili," kata Ketua Komisi A DPRD Surabaya Yona mengingatkan, Kamis (15/5/2025).

Baca juga: Curhat Warga Sambikerep Surabaya saat Ditemui Dewan, dari Kipas Angin hingga Ingin Piknik

Petugas harus mengecek betul kebenaran dan akurasi alamat yang bersangkutan. Surabaya memiliki RT RW LPMK yang semua mendapatkan honor bulanan dari Pemkot.

Perangkat pemerintah di jenjang paling bawah itu harus dioptimalisasi. Sebab praktik itu tidak bisa dibenarkan dan berpotensi menyalahi aturan administrasi kependudukan.

Biasanya kerap dilakukan para pendatang. Mereka mencoba menyiasati domisili dengan mencantumkan alamat gereja atau masjid dalam pembuatan KTP. 

Baca juga: Tak Masuk APBD, DPRD Surabaya Dorong CCTV Kampung Pakai Dana Kelurahan 

Diduga ada intervensi eksternal yang memaksa agar permohonan KTP itu diproses.

“Intervensi dari pihak mana pun tidak bisa diizinkan. Kecuali mereka memang jadi marbot, pendeta, atau petugas resmi tempat ibadah," kata politisi Gerindra ini.

Fenomena mengelabuhi domisili itu dikhawatirkan dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu. Termasuk keperluan pendidikan, pekerjaan, atau akses layanan publik lainnya. Pemalsuan domisili itu melanggar ketentuan hukum.

Petugas harus makin peka dan jeli soal alamat ini. Mereka jelas ingin mengelabui sistem administrasi kependudukan. Yona percaya sistem harus mampu menjangkau ulah pelaku dan modus tersebut.

Wakil Ketua DPC Gerindra Surabaya itu menjelaskan bahwa tidak ada aturan yang secara eksplisit memperbolehkan rumah ibadah dijadikan alamat domisili KTP, kecuali dalam kondisi tertentu.

Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) Nomor 8 dan 9 Tahun 2006, yang kerap dijadikan rujukan, menurutnya hanya mengatur soal pendirian rumah ibadah dan terkait Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).

“Saya sudah pelajari PBM dua menteri itu, dan tidak ada yang mengatur soal penggunaan rumah ibadah untuk domisili KTP. Jadi dasar hukumnya tidak ada,” tegas Yona.

Dia mencurigai bahwa banyak dari pemohon KTP dengan alamat rumah ibadah ini adalah pendatang dari luar Surabaya, yang enggan mencantumkan alamat aslinya karena tidak tinggal secara resmi di Surabaya.

Jika memang tinggal dan menjalankan fungsi, seperti pendeta, takmir, atau marbot, itu bisa diterima. Biasanya juga ada mess atau ruang tinggal untuk mereka. Tapi jangan ada manipulatif.

 Yona mengingatkan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) Surabaya agar tegas dalam menyikapi permohonan semacam ini, agar tidak terjebak dalam ewoh-pekewuh akibat tekanan dari pihak luar.

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved