Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Gudang Besar Minim Serapan, HKTI Probolinggo Harap Harga Tembakau Minimal Rp60 Ribu per Kg

Memasuki musim panen raya tembakau, kekhawatiran mulai mencuat di kalangan petani Kabupaten Probolinggo. Pasalnya, sejumlah gudang besar dikabarkan mi

Penulis: Ahsan Faradisi | Editor: Ndaru Wijayanto
HKTI Probolinggo
CARI SOLUSI: HKTI Kabupaten Probolinggo saat mendatangi Kantor Pemkab setempat untuk mencari solusi menjelang panen raya. Hal tersebut lantaran pihak gudang besar tidak maksimal dalam menyerap hasil tembakau para petani lokal. 

Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Ahsan Faradisi

TRIBUNJATIM.COM, PROBOLINGGO - Memasuki musim panen raya tembakau, kekhawatiran mulai mencuat di kalangan petani Kabupaten Probolinggo. Pasalnya, sejumlah gudang besar dikabarkan minim menyerap tembakau petani.

Hal ini menjadi perhatian serius Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Cabang Kabupaten Probolinggo yang berupaya mencari solusi demi kesejahteraan petani tembakau di daerah tersebut.

Ketua Dewan Pimpinan Cabang HKTI, Agus Salehhuddin mengatakan, jika HKTI akan bertindak sebagai jembatan antara petani dan pemangku kebijakan untuk memastikan hasil panen tembakau tahun ini terserap maksimal.

"HKTI sangat berkepentingan bagaimana menghadapi panen raya tembakau ini agar petani tidak dirugikan. Kami berupaya berbicara dengan pihak pabrikan, karena mengacu pada tahun kemarin, gudang-gudang besar tidak mengambil tembakau dari petani," kata Agus, Rabu (18/6/2025).

Selain itu, Agus berharap agar harga jual tembakau tahun ini minimal berada pada kisaran Rp60 ribu hingga Rp65 ribu per kilogram, yang menurutnya sudah cukup untuk menutupi biaya produksi.

"Harga segitu sudah cukup menutupi biaya produksi. Tidak harus sampai Rp70 ribu asal jangan di bawah harga Rp60 ribu," ujar Agus.

Baca juga: Tunda Tanam Tembakau, Petani Sampang Pilih Produksi Widik: Kalau Gagal Tanam Bisa Dijual

Dalam menjaga kesejahteraan itu, HKTI juga telah mendorong pemerintah daerah untuk duduk bersama membahas solusi konkret, khususnya dalam mengatasi persoalan harga dan serapan. 

"Kita akan komunikasikan langsung dengan pihak Gudang-gudang melalui DPRD, Dinas Pertanian, DUKPP, APTI, dan AKTI. Agar nanti kita tahu alasan kenapa gudang tidak menyerap hasil tembakau dari petani lokal," tutur Agus.

Di sisi lain, Pemerintah Kabupaten Probolinggo melalui Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Perdagangan dan Perindustrian (DKUPP) menyiapkan strategi jangka panjang melalui penguatan Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) lokal.

Kepala DKUPP Kabupaten Probolinggo Taufiq Alami mengatakan, jika salah satu solusi konkret adalah menghidupkan kembali IKM rokok melalui Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT).

"Kami punya 85 IKM rokok di tahun 90 an. Dulu mereka cukup banyak menyerap tembakau lokal. Namun sekarang regulasi cukai membuat mereka sulit bersaing," ungkap Taufiq.

"Makanya kedepannya, kami akan fasilitasi mereka lewat KIHT, supaya produksinya jelas, pengawasannya ada, dan bisa efisien," tambahnya.

KIHT, menurut Taufiq, diupayakan untuk mulai beroperasi tahun ini dirancang untuk menampung sekitar 15 perusahaan rokok kecil, masing-masing mampu menyerap tenaga kerja antara 20 hingga 30 orang.

"Jika semua unit berjalan optimal, maka diperkirakan dapat membuka lapangan kerja langsung bagi sekitar 300 orang, belum termasuk sektor distribusi dan pendukung lainnya," tegas Taufiq.

"Namun, proses operasional tidak mudah karena banyaknya persyaratan perizinan, terutama dalam mendirikan koperasi rokok. Sudah ada yang mendaftar, tapi memang tidak mudah prosesnya. Tapi kami tidak diam, kami terus bergerak," pungkasnya. 
 

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved