Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Alasan MK Putuskan Pemilu 2029 Tak Lagi Serentak, Hakim Saldi Isra Singgung Panitia Meninggal: Rumit

MK melihat DPR maupun pemerintah sedang mempersiapkan upaya untuk melakukan reformasi terhadap semua undang-undang yang terkait dengan Pemilu.

Editor: Torik Aqua
TRIBUNJATIM.COM/ERWIN WICAKSONO
TIDAK SERENTAK - Ilustrasi Tempat Pemungutan Suara (TPS) Pemilu. MK Putuskan mulai Pemilu 2029 tak lagi serentak. 

TRIBUNJATIM.COM - Alasan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) kini memutuskan untuk memisahkan antara pemilihan umum (Pemilu) nasional dan daerah mulai 2029.

Satu di antaranya adalah menyinggung soal panitia yang menjadi korban meninggal.

Kini, pemilu nasional hanya ditujukan untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden/wakil presiden.

Sementara itu, pemilihan anggota DPRD tingkat provinsi dan kabupaten kota dilakukan serentak bersama pemilihan kepala daerah (Pilkada).

Baca juga: Kata Pengamat Politik Terkait Kotak Kosong di Pilkada, Regulasi Pelaksanaan Pemilu Diatur Kembali

Hal tersebut tertuang dalam Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

Dilansir dari Kompas.com, Wakil Ketua MK Saldi Isra menyampaikan, Mahkamah mempertimbangkan pembentuk undang-undang yang belum melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) sejak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVII/2019.

Lanjutnya, MK melihat DPR maupun pemerintah sedang mempersiapkan upaya untuk melakukan reformasi terhadap semua undang-undang yang terkait dengan Pemilu.

"Dengan pendirian tersebut, penting bagi Mahkamah untuk menegaskan bahwa semua model penyelenggaraan pemilihan umum, termasuk pemilihan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota yang telah dilaksanakan selama ini tetap konstitusional," ujar Saldi di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (26/6/2025).

Waktu Pencoblosan

Di samping itu, Saldi menjelaskan, MK tidak bisa menentukan secara spesifik waktu pelaksanaan pemilu nasional dengan daerah.

Namun, MK mengusulkan pilkada dan pileg DPRD dapat digelar paling lama dua tahun enam bulan setelah pelantikan anggota DPR/DPD dan presiden/wakil presiden.

"Menurut Mahkamah, pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, Presiden/Wakil Presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota DPRD dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota," ujar Saldi.

Persoalan Daerah Tenggelam

MK dalam pertimbangannya juga menjelaskan, persoalan daerah cenderung tenggelam jika pemilihan DPRD provinsi dan kabupaten/kota digabung dengan pemilihan nasional yang memilih presiden-wakil presiden dan DPR.

Hal ini disebabkan oleh partai politik, kontestasn, hingga pemilih yang lebih fokus terhadap pemilihan presiden dan anggota DPR.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved