Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Alasan MK Putuskan Pemilu 2029 Tak Lagi Serentak, Hakim Saldi Isra Singgung Panitia Meninggal: Rumit

MK melihat DPR maupun pemerintah sedang mempersiapkan upaya untuk melakukan reformasi terhadap semua undang-undang yang terkait dengan Pemilu.

Editor: Torik Aqua
TRIBUNJATIM.COM/ERWIN WICAKSONO
TIDAK SERENTAK - Ilustrasi Tempat Pemungutan Suara (TPS) Pemilu. MK Putuskan mulai Pemilu 2029 tak lagi serentak. 

Pasalnya, parpol seakan dipaksa untuk mempersiapkannya secara instan ribuan kadernya untuk berkompetisi di dalam pemilu serentak, yaitu dari Pileg, Pilkada, hingga Pilpres.

"Akibatnya, partai politik mudah terjebak dalam pragmatisme dibanding keinginan menjaga idealisme dan ideologi partai politik," kata Arief.

Hakim juga menganggap pemilu serentak membuat parpol tidak berdaya sehingga lebih mengedepankan politik praktis seperti memilih calon yang akan berkontestasi hanya berdasarkan popularitasnya saja serta berdasarkan keinginan pemilik modal.

Sehingga, membuat perekrutan calon-calon yang akan mengisi jabatan publik lewat pemilu hanya bersifat transaksional saja.

Pemilu Serentak Bikin Pemilih Jenuh

Tak cuma berdampak ke parpol dan penyelenggaranya, pemilu serentak menurut hakim MK juga berpengaruh terhadap masyarakat atau pemilih.

Hakim menganggap pemilu serentak justru membuat pemilih jenuh karena banyaknya calon yang harus dipilih yaitu dari level DPRD kabupaten/kota, DPRD Provinsi, DPR dan DPD, hingga Presiden dan Wakil Presiden.

"Bahkan, jika ditelusuri pada masalah yang lebih teknis dan detail, kejenuhan tersebut dipicu oleh pengalaman pemilih yang harus mencoblos dan menentukan pilihan di antara banyak calon dalam pemilihan umum anggota DPR, anggota DPD, presiden/wakil presiden, dan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota yang menggunakan model lima kotak," kata hakim Saldi Isra.

Hakim menilai dengan proses semacam itu mempengaruhi kedaulatan pemilih.

Selain itu, digelarnya pemilu serentak juga berdampak kepada kondisi para anggota penyelenggara yang bisa sakit hingga berujung meninggal dunia dengan berkaca pada Pemilu 2019 lalu.

"Tidak hanya itu, misalnya pasca pemungutan suara di TPS pada Pemilihan Umum 2019, karena soal teknis penghitungan suara yang rumit dan terbatasnya waktu untuk rekapitulasi suara, banyak penyelenggara pemilihan umum menjadi korban, baik yang sakit maupun meninggal dunia," kata Saldi Isra.

 

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com  dan di Kompas.com

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved