Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Alasan MK Putuskan Pemilu 2029 Tak Lagi Serentak, Hakim Saldi Isra Singgung Panitia Meninggal: Rumit

MK melihat DPR maupun pemerintah sedang mempersiapkan upaya untuk melakukan reformasi terhadap semua undang-undang yang terkait dengan Pemilu.

Editor: Torik Aqua
TRIBUNJATIM.COM/ERWIN WICAKSONO
TIDAK SERENTAK - Ilustrasi Tempat Pemungutan Suara (TPS) Pemilu. MK Putuskan mulai Pemilu 2029 tak lagi serentak. 

"Masalah pembangunan di setiap provinsi dan kabupaten/kota harus tetap menjadi fokus dan tidak boleh dibiarkan tenggelam di tengah isu/masalah pembangunan di tingkat nasional yang ditawarkan oleh para kandidat yang tengah bersaing untuk mendapatkan posisi politik di tingkat pusat dalam pemilihan umum anggota DPR, anggota DPD, dan presiden/wakil presiden," ujar Saldi.

Pemilih Tidak Fokus

Sedangkan dari sisi pemilih, MK menilai waktu pelaksanaan pemilu nasional dan daerah yang berdekatan berpotensi membuat masyarakat jenuh. dan tidak fokus.

Hal ini disebabkan oleh pemilih yang harus mencoblos lima jenis kertas suara dalam satu waktu, mulai dari presiden-wakil presiden, DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.

"Fokus pemilih terpecah pada pilihan calon yang terlampau banyak dan pada saat yang bersamaan waktu yang tersedia untuk mencoblos menjadi sangat terbatas. Kondisi ini, disadari atau tidak, bermuara pada menurunnya kualitas pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam pemilihan umum," ujar Saldi.

Dalam amar putusannya, MK menyatakan Pasal 167 ayat (3) UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai, "Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden/Wakil Presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan sejak pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota, dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional".

"Menyatakan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5678) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai, ‘Pemilihan dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota yang dilaksanakan dalam waktu paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan sejak pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden’,” tandas Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan.

Sebagai informasi, pemohon dalam perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024 adalah Perludem yang mengujikan Pasal 1 ayat (1), Pasal 167 ayat (3), Pasal 347 ayat (1) UU Pemilu, dan Pasal 3 ayat (1) UU Pilkada.

Alasan hakim

Hakim juga membeberkan alasan sehingga memutuskan Pemilu mulai tahun 2029 tidak lagi digelar serentak.

Pertama, beban kerja penyelenggara pemilu yang dirasa semakin berat ketika pemilu digelar serentak sehingga turut mempengaruhi kualitas penyelenggaraannya.

Hal ini berkaca dari penyelenggaraan Pemilu 2024 sebelumnya yang digelar secara serentak.

"Pertembungan tahun penyelenggaraan demikian, dalam batas penalaran yang wajar, berakibat terjadinya impitan sejumlah tahapan dalam penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPR, anggota DPR, presiden/wakil presiden, dan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota dengan sejumlah tahapan awal dalam penyelenggaraan pemilihan gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, dan wali kota atau wakil wali kota."

"Dengan adanya fakta berimpitan sejumlah tahapan pemilihan umum tersebut, maka tidak bisa dicegah atau dihindari terjadinya tumpukan beban kerja penyelenggara pemilu, yang dalam batas penalaran yang wajar berpengaruh terhadap kualitas penyelenggaraan pemilihan umum," kata hakim anggota, Arief Hidayat, dikutip dari YouTube Mahkamah Konstitusi RI.

Selain berpengaruh terhadap penyelenggaraannya, pemilu serentak juga berdampak terhadap partai politik (parpol) dalam mempersiapkan kadernya untuk berkontestasi.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved