Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Sidang Kasus Korupsi RPHU Lamongan Digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya, 3 Saksi Kunci Dihadirkan

Perkara dugaan korupsi proyek Pembangunan Rumah Potong Hewan Unggas (RPHU) Kabupaten Lamongan disidangkan

Editor: Samsul Arifin
istimewa
HADIRKAN 3 SAKSI - Perkara dugaan korupsi proyek Pembangunan Rumah Potong Hewan Unggas (RPHU) Kabupaten Lamongan disidangkan. Sidang tersebut digelar dengan agenda menghadirkan 3 saksi. 

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA – Perkara dugaan korupsi proyek Pembangunan Rumah Potong Hewan Unggas (RPHU) Kabupaten Lamongan disidangkan. 

Sidang dengan nomor perkara 72/Pid.Sus-TPK/2025/PN Sby ini berlangsung di ruang Cakra ini menghadirkan tiga saksi kunci, 

Saksi diantaranya Rio Dedik dan Andre, untuk dimintai keterangan terkait aliran uang proyek.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyoroti peran Rio, yang disebut-sebut mengendalikan proses suap di internal Dinas Peternakan Lamongan. 

Di hadapan Majelis Hakim yang diketuai Ni Putu Sri Indayani, SH, Rio mengaku pernah memberikan uang.

Baca juga: Penyelidikan Jaksa Butuh 2 Bulan, Kasus Dugaan Korupsi Pembangunan RPHU Lamongan Naik ke Penyidikan

“Saya diminta Bu Eka untuk mengurus pekerjaan proyek RPHU dan selesai pekerjaan saya pernah serahkan uang Rp3,5 juta, diruanggan nya ” tutur Rio.

“Setelah saya kasih uang kepada semua Staf saya berlanjut memberikan uang Rp9 juta kepada Pak Wahyudi,” lanjutnya.

Rio menegaskan dana Rp9 juta itu hanyalah “fee” ucapan terima kasih untuk teman-teman dinas yang membantunya. 

Baca juga: Kejari Sita Uang Rp 3,1 Miliar dari Tindak Pidana Korupsi Penyimpangan Dana BOS SMK PGRI 2 Ponorogo

Saat dicecar JPU, ia tak dapat memastikan apakah uang itu benar-benar diterima langsung terdakwa Drs. Moch. Wahyudi selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Menanggapi kesaksian tersebut, Wahyudi dengan tegas membantah

“Saya tidak pernah menerima uang sepeser pun dari Rio. Bentuk uangnya saja saya tidak tahu,” ujar Wahyudi di persidangan.

Penasehat hukum terdakwa, Muhammad Ridlwan, didampingi Ainur Rofik, menilai kliennya sekadar dijadikan tumbal oleh pihak lain yang lebih bertanggung jawab dalam aspek teknis:

“Uang itu bukan untuk Pak Wahyudi secara pribadi. Itu diserahkan setelah seluruh pekerjaan selesai dan katanya untuk pegawai dinas yang membantu saksi,” jelas Ridlwan.

“Kerugian negara Rp92 juta yang diungkap BPK bersumber dari selisih volume pekerjaan persoalan teknis, bukan administratif. Seharusnya kontraktor dan tim teknis lebih dulu diproses,” tegasnya.

Kuasa hukum juga mempersoalkan penyidik yang menolak permintaan uji poligraf dan psikologi forensik guna memastikan siapa sebenarnya yang tidak jujur dalam proyek tersebut.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved